Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Apa dengan Umat Islam?

24 Juli 2020   06:46 Diperbarui: 24 Juli 2020   06:59 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat realitas umat Islam secara global di era modern, muncul pertayaan kritis, apakah Islam menjadi sebab ketertinggalan bangsa-bangsa Islam dari bangsa-bangsa Barat yang sekuler? Apakah Islam menjadi sandungan bagi kemajuan masyarakatnya? Apakah masyarakat Islam harusnya menjadi sekuler agar bisa menyejajarkan diri dalam kemajuan dengan masyarakat Barat?

Pertanyaan-pertanyaan ini masih sangat relevan untuk dilontarkan di alam pikiran umat Islam dan sangat penting untuk dijawab agar dapat menghasilkan pencerahan bagi umat Nabi Muhammad saw ini.

Tidak salah jika dalam melihat kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat jika kemudian mengarahkan pertanyaan pada agama yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Sebagai sebuah sistem keyakinan agama menjadi kekuatan yang mengarahkan (driving) jalan dan langkah masyarak tersebut. 

Bagi generasi yang memahami sejarah paradaban Islam, tentu tidak begitu merisaukan karena sejarah telah menunjukkan bahwa Islam telah berabad - abad menjadi pemimpin peradaban dunia dengan kemajuan dan kegemilangan masyarakatnya. Dunia Barat yang saat ini memimpin peradaban dunia, pada abad pertengan mereka adalah bangsa-bangsa terbelakang dan berada pada masa-masa kegelapan. Dari Islam Barat belajar ilmu pengetahuan dan peradaban, terutama melalui pintu masuknya Islam di Andalusia (Spanyol). 

 Namun bagi generasi Islam yang belum memahami sejarah peradaban Islam, pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa jadi sangat merisaukan. Saat ini kita tidak hidup di era keemasan Islam seperti pada masa Umayyah dan Abbasyiyah. Saat ini kita hidup di zaman kebangkitan umat dari tidurnya. Sementara Barat yang menguasai media informasi global senantiasa terjangkit sindrom Islamophobia (anti Islam) dan selalu menggambarkan Islam dan umatnya sebagai masyarakat terbelakang, penghasut perang, dan kurangnya etos ilmu.

Kemajuan yang diperoleh oleh Barat saat ini bukan sesuatu yang istimewa sehingga tidak bisa disaingi oleh dunia Islam. Nilai-nilai dan karakter positif yang dikembangkan oleh Barat adalah nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan. Nilai liberasi (pembebasan) dan emansipasi (persamaan derajat)  adalah ruh gerakan Islam, di samping transendensi (kesadaran ketuhanan) dan humanisasi (memanusiakan manusia).

Namun nilai-nilai tersebut tidak berarti apa-apa jika umat Islam justru meninggalkan ajaran Islam sendiri dan tidak memiliki kepercayaan terhadap kekuatan ajarannya. Itulah catatan besar Amir Syakib Arselan dalam bukunya yang berjudul Limadza Ta'akkhara Al-Muslimun wa Taqaddama Ghairuhum (Mengapa orang-orang muslim mengalami kemunduran dan orang-orang non muslim mengalami kemajuan).

Syakib Arselan menjelaskan bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh memudarnya semangat menerapkan nilai-nilai ajaran Islam di tengah umat. Secara rinci beliau menyebutkan tujuh faktor kemunduran umat Islam, yaitu: kebodohan dan kekurangan ilmu, rusaknya moral, mental pengecut dan panik, keputusasaan, lupa pada sejarah masa lalunya yang gemilang,  syubhat (perkara yang tidak jelas) yang dihembuskan oleh orang-orang bodoh dan pengecut, hilangnya Islam di antara orang-orang berpikir kaku dan orang-orang liberal yang banyak menentang ajaran Islam.

Umat Islam memiliki modal yang cukup untuk membangun peradaban yang gemilang. Paling tidak ada tiga modal dasar umat umat ini untuk menjadi umat yang hebat dan mencapai kemajuan yang gemilang seperti pada masa-masa keemasannya bahkan lebih dari itu. Tiga modal dasar tersebut yaitu; Alqur'an sebagai sumber inspirasi kemajuan, ajaran washatiyah (moderasi) dalam Islam, dan mental khaira ummah  (umat terbaik).

Tapi, sekali lagi, itu semua baru modal yang tidak berararti apa-apa kalau tidak dikembangkan dalam dan umat ini tidak mau berjuang untuk mewujudkan perdaban yang gemilang. Wallahu a'lam bis shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun