Mohon tunggu...
Abdu
Abdu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Keperempuanan

laki-laki yang berasal dari cirebon, sebuah kota yang dijuluki dengan kota wali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memotong Hak Seksualitas Perempuan, Dibenarkankah?

8 Februari 2023   10:06 Diperbarui: 8 Februari 2023   10:15 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perempuan disebut-sebut sebagai makhluk yang memiliki nafsu tinggi dibandingkan dengan laki-laki sudah marak dibenarkan oleh khalayak ramai. Hal ini menjadi dasar kemungkinan adanya obat kuat untuk laki-laki untuk menyeimbangkan nafsunya dengan perempuan dalam suatu hubungan pasutri atau hubungan ranjang. Kendatipun demikian, nafsu yang dimiliki perempuan mampu mereka control dengan baik dibanding dengan laki-laki dan saya yakin hal ini di-iya-kan pula oleh kalangan perempuan bahkan laki-laki. Inilah sebab kenapa pemerkosaan yang terjadi didominasi pelakunya oleh laki-laki bukan perempuan

Seksualitas yang disebut-sebut sebagai surganya duniawi adalah hak perorangan. Pemotongan atau memotong hak seksualitas perempuan adalah hal yang tidak dibenarkan. Beberapa orang menganggap Pemotongan atau memotong hak seksualitas perempuan dengan cara memotong sedikit kulit klitores perempuan merupakan hal yang ada dan dibenarkan oleh islam. Padahal praktik seperti ini sudah ada dan menjamur sejak zaman kuno pada zaman fir'aun mesir.

Dalam kutubus shittah (enam kitab hadits yang paling dipercaya) hanya satu hadits yang diriwayatkan dalam kitab sunan abu Dawud yang menganjurkan anjuran sunat untuk perempuan "Apabila engkau men-sunat wanita, sisakanlah sedikit dan jangan memotong semuanya, karena itu lebih menyenangkan bagi seorang suami" (Abu Daud, Kitab Akhlak, Bab Tentang Sunat). Abu Dawud sendiri  meragukan keaslian hadits ini, beliau mencatat bahwa "sanad periwayatan hadits ini tidak kuat. Dan hadits ini disebut-sebut bukan kutipan langsung Rasulullah. Hadits ini lemah dalam kesahihannya." Mengutip dari kitab agama lain, yang berbunyi "Setiap laki-laki di antara kamu harus disunat" (Taurat, Kejadian 17 : 10).

Februari pada tanggal 6 sudah menjadi peringatan dari HARI ANTI SURAT PEREMPUAN INTERNATIONAL menjadi bukti bahayanya SUNAT PEREMPUAN P2GP (Praktik Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan) baik dari Kesehatan maupun dari psikis perempuan itu sendiri. Penetapan hari anti surat perempuan ini sudah ada sejak tahun 2012, penetapan peringatan ini bertujuan menyadarkan masyarakat mengenai bahaya dari sunat perempuan atau P2GP guna menghentikan praktik ini termasuk di Indonesia.

Dilihat secara medis, praktik ini sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi perempuan. Seperti yang terlapor dalam media guesehat.com yang didasarkan pada penelitian para ahli Kesehatan yang mampu dipertanggungjawabkan hasilnya. Praktik ini justru mendatangkan banyak resiko yang mampu membahayakn jiwa dan merugikan perempuan seperti Hasrat seksualitas yang menurun karena rasa nyeri yang dialaminya ketika berhubungan badan, jaringan kelamin yang rusak dan bisa menyebabkan penyakit kista.

Hal ini diperkuat oleh pendapat dr. Muhammad Fadli. Dokter spesialis kandungan tersebut menyatakan bahwa sunat perempuan dapat mengakibatkan pendarahan dan rasa nyeri hebat yang beresiko kematian. Dampak lainnya, akan menyebabkan infeksi daerah sayatan jika dilakukan dengan peralatan medis yang tidak steril.

Dampak sunat perempuan secara psikologis kita temukan dalam kajian PUSKA Gender dan Seksualitas Fisip UI di tahun 2015. Dalam kajiannya, tersebutkan bahwa 88 % perempuan di Bima merasa sangat berdosa jika tidak melakukan sunat. Karena mereka meyakini sunat perempuan merupakan amanat budaya lokal yang harus mereka lestarikan. Jika mereka tidak sunat, mereka khawatir menjadi aktor yang tidak melestarikan budaya.

Sanksi social yang dialami perempuan yang tidak disunat menjadikan ketakutan bagi mereka-mereka yng paham dengan bahayana perempuan yang disunat. Di Bima misalnya, mereka akan mendapatkan stigma sebagai perempuan binal, dan mereka yakini tidak mendapatkan jodoh. Tidak ada laki-laki yang mau menikahi perempuan yang tidak sunat. Di Ambon, perempuan yang tidak sunat terlarang memasuki rumah ibadah. Karena stigma sebagai perempuan yang tidak suci. Di Sumenep, perempuan yang tidak sunat dianggap sebagai pelacur karena tidak akan puas hanya dengan satu suami.

Sunat perempuan atau P2GP ini merupakan pilihan tersendiri bagi perempuan. Walaupun demikian, pertanyaannya "perempuan mana yang mau menyakiti dirinya dengan melakukan P2GP?" rasanya tidak ada. Dari sinilah perempuan harus tahu bahwa dirinya memiliki hak tersendiri atas tubuh yang dimilikinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun