Seusai pertandingan sepakbola, para manajer atau pelatih dari masing-masing tim yang bertanding selalu melakukan press conference dengan menyampaikan evaluasi terhadap jalannya pertandingan atau kinerja tim yang diasuhnya. Bahkan sebelum itu, ketika jeda paruh waktu, merekapun melakukan evaluasi kinerja tim maupun individu pemain apakah strategi bertanding yang dirancang sudah diterapkan demi mempertahankan keunggulan atau mengejar ketertinggalan skor, alias bisa menang atau minimal tidak kalah.
Itulah contoh kecil evaluasi diri dalam sebagian kecil kehidupan kita. Maka untuk seluruh kehidupan kita yang lebih berarti dibandingkan dengan permainan sepakbola, perlu juga ada evaluasi di setiap akhir periode dalam tahap-tahap perjalanan kehidupan. Bisa setiap akhir tahun, akhir bulan, akhir pekan, ataupun setiap hari menjelang tidur malam. Evaluasi bukan sekadar melihat apa yang telah kita lakukan pada waktu yang telah berlalu, apakah sudah sesuai dengan rel kehidupan yang ditentukan oleh Allah melalui firmanNya dan sabda rasulNya, melainkan untuk menentukan pula follow up dari hasil evaluasi tersebut. Kalau ternyata kita temukan adanya amal perbuatan yang sudah sesuai (kebaikan, ketaatan, kesalehan), maka amal tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Tetapi kalau ternyata yang kita temukan adalah perbuatan buruk, durhaka, dosa, kejahatan dan kemungkaran, maka seyogyanya kita segera bertobat, kita benahi dan kita ganti perbuatan tersebut dengan perbuatan yang baik. Demikian ini agar hidup kita berbahagia di dunia dan di akhirat kelak.
Sejatinya, agama Islam mengajarkan penganutnya untuk memiliki visi hidup jauh ke depan, berorientasi kepada kehidupan yang hakiki, yakni kehidupan sesudah kematian. Seluruh amal perbuatan diorientasikan kepada kebahagiaan hidup di akhirat, tanpa mengesampingkan kebahagiaan di dunia. Demikian yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Hasyr ayat 18:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) .…”
Jadi, kalau pada akhir tahun 2023 ini kita melakukan evaluasi diri, atau yang dalam terminologi agama dikenal dengan istilah muhasabah, itu bukan semata-mata untuk mengetahui apa yang sudah kita perbuat. Namun, dengan muhasabah itu sesungguhnya kita diingatkan bahwa setiap perbuatan kita akan dicatat oleh malaikat. Kalau yang kita lakukan baik, ya tercatat baik. Sebaliknya, kalau yang kita perbuat tidak baik, ya pasti tercatat tidak baik. Malaikat itu tidak pernah salah dalam melakukan pencatatan. Dengan muhasabah itu pula sesungguhnya kita harus bisa mengambil pelajaran agar perbuatan buruk yang terlanjur kita lakukan tidak akan terulang kembali pada masa yang akan datang. Selain itu, dengan mengetahui hasil muhasabah tersebut, kita semestinya dapat melakukan pembenahan diri atau self-improvement pada dimensi kualitas iman serta dimensi kualitas dan kuantitas amal perbuatan kita.
Yang tidak kalah pentingnya dari muhasabah yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan jujur adalah jangan sampai nanti ada penyesalan pada detik-detik akhir kehidupan kita. Jangan sampai kita merengek kepada Tuhan untuk memundurkan ajal kita dengan memberikan tambahan waktu agar kita bisa berbuat baik, beramal saleh, bersedekah, dan beribadah. Sayang sekali, waktu yang ditetapkan Allah tidak akan diundurkan. Tidak ada tambahan waktu kalau ajal sudah tiba (lihat bagian akhir QS. Al-Munafiqun).
Untuk itu, mari kita perhatikan sabda Rasulullah di bawah ini.
“Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR Tirmidzi)
Mari kita biasakan untuk melakukan muhasabah untuk kebahagiaan kita di dunia dan akhirat sebelumnya datangnya evaluasi yang sesungguhnya dari sang Khaliq.
Abdul Rosyid
Cikarang, 31 Desember 2023