“ADOH! Kita bukang Khadijah deng dia bukang Nabi," kata teman saya beberapa waktu lalu. Meksi diungkapan bercanda namun, menunjukan jati diri wanita yang tak ingin dimadu.
Mungkin kalimat itu bisa mewakili prinsip hidup banyak wanita berumah tangga di negeri ini sebab, mereka juga mempunyai impian. Impian adalah sifat hakiki manusia tentang gambaran sebuah kebahagiaan, mengidamkan kehidupan harmonis (memiliki suami yang baik, sukses, setia, anak-anak soleh dan soleha) dipenuhi cinta dan kasih sayang.
Keharmonisan. Ya, umumnya sangat ditentukan oleh “dapur dan kasur,” kata orang kebanyaan. Dapur yang dipahami sebagai sektor ekonomi keluarga, sementara kasur dapat juga kita pahami sebagai kebutuhan privasi antar suami istri. Keduanya harus terolah dan terkelolah dengan baik karena jika tidak, berbagai macam proplem pun akan timbul mewarnai kehidupan rumah tangga.
Apa lagi, saat kita sedikit diuji oleh yang maha kuasa dengan satu atau bahkan keduanya (dapur dan kasur), lalu kita tidak mampu mengatasinya dengan tuntas, maka disitulah kira-kira awal mula ambruknya sebuah tatanan kehidupan berumah tangga.
Akibatnya, hadirnya orang ketiga atau hubungan gelap (HUGEL) hanyalah bias dari problem dapur dan kasur tadi. Kalau sudah demikian adanya, ujung-ujungnya poligami atau bahkan lebih parah dari itu cerai menjadi pilihan selanjutnya. Yang bertahan akan terus digulung oleh sangsi sosial dan yang pergi tak ingin menyandang gelar kosong satu, kosong dua dan kosong-kosong lainnya juga membawa duka dan trauma.
Mencapai sebuah kebahagian jelas tidak sesederhana impian semua manusia. Kebahagiaan tentu tidak dapat kita definisikan secara tuntas sebab, sejak jaman dulu hingga sekarang, mulai dari tokoh agama, pisikolog sampai para cendikiawan yang selalu membahas tentang kebahagiaan, tetapi tidak pernah menemukan satu format utuh apa dan bagaimana cara mencapai titik sebuah kebagaiaan itu.
Hidup manusia sungguh penuh dengan misteri, sebagian kita bisa pecahkan, sebagian lagi tetap menjadi tanda tanya hidup, yang dapat dipecahkan pun kadang kala tidak akan melahiran kesepahaman, karena setiap manusia pasti memiliki sudut pandang yang berbeda-beda.
Namun, diantara berbagai rumusan pendapat singkat mengenai kebahagiaan, ada empat hal kunci kebahagiaan seseorang menurut hadits nabi yaitu; pasangan hidupnya adalah orang baik, anak-anak yang berbakti pada orang tua, lingkungan/teman-temannya juga orang baik dan mempunyai pekerjaan yang tetap di negerinya sendiri.
Paling penting lagi, kita selalu bersyukur atas nikmat dan karuniah Tuhan.
Tidak sulit, bukan? :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H