Mohon tunggu...
Abdu Alifah
Abdu Alifah Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan

Seorang manusia biasa yang secara kebetulan dianugerahi hobi membaca!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Skripsi Memang Absurd dan Kita Hanya Perlu Menikmatinya!

22 Juli 2019   19:44 Diperbarui: 24 Juli 2019   12:11 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Bukan, bukan UGM. Kenapa toh orang-orang suka sekali menyimpulkan orang yang kuliah di Jogja pasti di UGM? Seakan di Yogyakarta itu hanya ada kampus UGM, dan wisatanya cuma ada Malioboro, Tugu, atau Nol Kilometer.

Perlu diketahui ya, di sana juga ada UIN, kampus NEGERI lainnya! Dan yang paling penting di sana juga ada Sarkem, Ngebong, dan Giwangan, juga Kafe Liquid yang makin hari makin ramai namun sekali pun tak pernah saya kunjungi itu.

Maklum. Kan bagaimana pun saya anak UIN. Bukan, ini pun bukan persoalan alim atau brengsek. Hal macam itu.. halah, persetan! Kami anak UIN cuma tidak punya banyak duit!

Buat makan sehari-hari saja kami harus ikut seminar atau menyelinap masuk hajatan orang, apalagi pergi ke tempat begituan? Demikian itu sungguh bukanlah kebijaksanaan mengingat keberlangsungan hidup kami yang cukup mengkhawatirkan.

Saat ini, saya sedang mengerjakan skripsi yang sudah satu tahun setengah lamanya tak kunjung selesai itu. Kok lama amat? Ya, makanya saya kemudian mendefiniskan skripsi sebagai tugas akhir yang tak berakhir-akhir.

Apakah skripsi memang sesulit itu?

Duh, ini adalah sejenis pertanyaan yang gampang-gampang sulit untuk dijawab karena bersifat sangat relatif sekaligus subjektif.

Saya tidak tahu, jujur, tapi beberapa orang memang terberkati dan mudah jalannya, dan beberapa lainnya kena laknat dan merasa seperti sedang berjalan di neraka yang sangat mengerikan.

Saya tidak tahu apa yang dilakukan oleh orang-orang terlaknat ini di masa lalu. Barangkali dulu pernah bikin patah hati pacarnya, dan sungguh, doa mantan yang tersakiti itu mustajab bukan main.

Intinya, ada banyak hal yang dialami oleh orang-orang dalam mengerjakan skripsi. Berbeda-beda dan tidak perlu diperdebatkan, tapi tentu saja boleh dikenang dan dibagikan kesan.

Saya pikir, meminjam bahasa Lord Albert Camus, dunia memang penuh dengan absurditas, dan skripsi adalah salah satunya. Mengerjakannya? Hahaha.. apalagi!

Saat awal-awal kuliah, saya suka sekali menebak dengan asal dan sok tahu kapan teman-teman saya akan lulus kuliah hanya berdasarkan perilakunya di kampus.

Misal, si A orangnya rajin, sering masuk kuliah, dan sering mengumpulkan tugas tepat waktu. Pokoknya mahasiswa teladan. Saya taksir, dia akan lulus cepat.

Atau misal si B, dia pemalas, suka titip absen, dan mengerjakan tugas apa adanya. Pokoknya mahasiswa bajingan. Saya yakin, dia pasti lama lulusnya.

Tapi, hidup ini memang sungguh bukan hidup jika tidak absurd. Kehidupan penuh dengan ketidakjelasan dan ketidakpastian. Ini serius. Ternyata teman saya yang bajingan itu lulusnya cepat, dan teman saya yang teladan itu malah belum lulus-lulus.

Pun ada teman saya lainnya yang sangat aktif di kelas, sering berpendapat, suka sekali sebut tokoh ini tokoh itu, teori ini teori itu, setiap mata kuliah pasti ngotot-bacot sampai berbusa-busa.

Saya pikir, karena jelas mereka ini kebelinger pintar, pasti mudah dong mengerjakan skripsinya?

Tapi, eh, sekarang yang satu malah buka usaha dan fokus mengembangkannya, satu lagi kawin dan malah sibuk ngurus suami dan anak, satu lainnya memilih meniti karir di organisasi dan obsesif memperjuangkannya, hingga satu lainnya lagi malah terjebak dalam aktivitas menjadi asisten dosen dan terpaksa harus memprioritaskan tugas dosen dibanding tugasnya sendiri.

Ada pula yang sekarang malah fokus meniti keberuntungan hidup di dunia percintaan. Mencari pasangan yang mertuanya agak crazy rich atau semacamnya. Entah itu anak-anak taipei, atau anak-anak kyai, atau anak juragan tanah, atau anak orang parpol rezim. Macam-macamlah.

Atau, ada pula yang malah kerja buat menyambung hidup karena nyawanya sudah tak lagi disambung oleh orang tuanya, atau yang sekarang malah fokus mondok dan lebih tertarik mempelajari ilmu-ilmu batin dan klenik-klenik, juga beberapa yang entah bagaimana malah jadi goblok dan kerjaannya setiap hari cuma main ML dan PUBG. Pokoknya aneh-anehlah. Serius.

Tapi di sisi lain, ada juga teman-teman saya yang kalau di kelas itu pendiam, tidak pernah berani angkat bicara dan berpendapat. Ada pula yang kalau ke kampus pakaiannya aduhai semok dan kadang bikin saya berahi. 

Di kampus, ia kerjannya cuman dandan dan jajan. Atau ada juga yang tampak begitu kurang tertarik dengan dunia perkuliahan, atau kemahasiswaan, atau semacamnya, juga beberapa jenis lain yang malah sungguh-sungguh tampak biasa-biasa saja dan tidak akan pernah masuk dalam bursa jajaran mahasiswa lulusan-lulusan tercepat.

Tapi sekali lagi, hidup yang absurd ini selalu punya cara tersendiri membuat kita terkejut. Teman saya yang tampak pendiam dan tidak pernah berani angkat bicara itu malah ternyata skripsinya cepat selesai dan lulus tepat waktu. 

Kebetulan ia dapat dosen pembimbing yang ramah, baik hati, tidak terlalu cerewet soal menarik-tidaknya sebuah judul, tidak nyolot kalau melihat satu saja huruf yang typo, dan yang paling penting sangat mudah dihubungi dan ditemui kapanpun, di manapun dan dalam kondisi apapun. Ini adalah sejenis tipe dosen idola mahasiswa tingkat akhir seperti saya.

Lalu si semok tadi juga secara ajaib bisa lulus cepat. Selidik punya selidik,  ternyata skripsinya dikerjakan oleh pacarnya, dan dosen pembimbing dia adalah si Pak A. Sialan, saya tahu sekali isi kepala dosen itu sama dengan saya! Lalu yang lainnya, dengan segenap usaha keras dan sepaket keberuntungan yang beragam, juga akhirnya bisa menyelesaikan skripsi dan lulus cepat. Sekali lagi, proses mengerjakan skripsi itu sungguh-sungguhlah absurd.

Lantas, dari sekian banyak kasus absurditas dalam mengerjakan skripsi di atas, manakah yang saya alami? Ah, saya sama sekali tidak ada di antaranya. 

Saya adalah mahasiswa yang sebenarnya tidak begitu peduli dan tidak ingin dibuat pusing dengan urusan akademik seperti skripsi atau semacamnya. Saya pikir, se-absurd apapun proses pengerjaan skripsi, saya hanya perlu mengerjakannya. Dan entah bagaimana malah lama-lama jadi menikmatinya. 

Saya tidak tahu kenapa saya begitu menikati proses pengerjaan skripsi saya yang tidak rampung-rampung ini. Barangkali, saya pikir, saya hanya perlu mengerjakannya meski tak usai-usai seperti layaknya Sysipus yang tiada henti mendorong batu besar ke atas bukit.

Tapi, saya yakin sebenarnya saya bukanlah Sysipus, atau setidaknya saya yakin bahwa mengerjakan skripsi dan mendorong batu besar jelas adalah dua hal yang berbeda. Atau kalau pun memang sama, saya pikir Sysipus itu tolol dan bodoh. Kenapa ia tidak mencari cara agar batunya berhenti bergerak dan tidak lagi berguling?  

Saya tidak mau menjadi seorang yang tolol dan bodoh seperti Sysipus. Saya sadar mengerjakan skripsi memang absurd dan kita harus menikmatnya. Tapi, saya yakin tidak ada skripsi yang tidak selesai jika kita sungguh-sungguh mengerjakannya. Skripsi itu absurd, namun mau tidak mau kita harus menyelesaikannya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun