Pepatah klasik tentang kepemimpinan berkata "Ada dua tipe pemimpin di dunia, yaitu pemimpin yang menyebarkan teror kepada rakyatnya agar kemauannya dituruti atau pemimpin yang menebarkan optimisme kepada rakyatnya agar rakyatnya dapat berjuang dengan bahagia".Â
Pepatah ini sangat tepat jika kita melihat pidato dua capres (Jokowi dan Prabowo) hari ini, Jumat (10/8/2018) saat mendaftarkan dirinya sebagai peserta Pilpres 2019. Seperti yang banyak orang tahu, Prabowo akan selalu berpidato dengan nada keras di depan umum.
Sebelum masuk gedung KPU, dengan memakai kaca mata hitam ia berorasi dengan berapi-api di atas mobil Lexusnya yang mewah. Ia berteriak akan mengembalikan kekayaan bangsa ke dalam negeri, dan mengatakan tidak boleh ada orang lapar di Indonesia. Hal yang terus didengungkan sejak ia maju di Pilpres 2009.
Saat di dalam KPU, Prabowo bahkan menyampaikan pidato yang berapi-api dan cenderung berprasangka dengan KPU.* Ia seolah menasihati KPU agar jujur, bersih, dan adil. Dengan nada cenderung marah ia berujar, "KPU harus menjaga keadilan, kejujuran, kebersihan daripada Pemilu. Janganlah sekali-kali kita menghina rakyat, jangan sekali-kali kita mencurangi rakyat, biarlah rakyat yang berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri".
Ya, kata-kata yang cenderung kasar dan arogan memang senantiasa keluar dari Prabowo. Pun dengan kata-kata mengembalikan kekayaan bangsa. Prabowo nampaknya lupa, namanya termasuk di panama papers. Laporan yang berisi daftar nama konglomerat dunia yang memarkir asetnya di luar negeri agar terhindar dari kewajiban membayar pajak. Prabowo setiap berpidato, bahkan sebelum Pilpres 2019 dimulai (belum memasuki jadwal kampanye) sudah menebar ketakutan kepada rakyat, termasuk KPU. Â
Hal yang sebaliknya justru dikatakan Jokowi. Ia yang datang dengan mobil sederhananya, Kijang Inova justru berpidato dengan nada yang lembut. Kalimat pertama yang ia ucapkan adalah pesan agar masyarakat tetap bahagia di Pilpres dan tidak saling berkonflik karena berbeda pilihan.Â
"Demokrasi bukan perang, demokrasi bukan permusuhan, tapi ajang mengadu gagasan, ide, ajang mengadu rekam jejak, ajang mengadu prestasi. Jangan sampai karena perbedaan pilihan politik kita menjadi bermusuhan. Persatuan adalah aset yang sangat berharga".
Tidak seperti Prabowo yang coba mengambil momen pendaftaran untuk mencuri start kampanye, Jokowi yang sama-sama peserta justru lebih memilih untuk memberikan harapan kepada rakyatnya agar demokrasi berjalan damai, alih-alih dia mempromosikan dirinya sendiri. Ia menyeru rakyatnya agar tidak akan ada konflik saat Pilpres. Bahkan ia memuji calon lawannya.
*Lewat sikapnya, Jokowi mengajari rakyat agar pemimpin harus saling menghargai.* Sikap ksatria yang memang wajib ditunjukkan di awal pertarungan. (layaknya para karateka yang saling menunduk hormat kepada lawannya sebelum bertanding)
Karakter pemimpin dapat terlihat mudah dari apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Dari perbedaan kontras dua pidato capres itu, seharusnya dengan akal sehat rakyat dapat tahu mana pemimpin yang sudah bekerja nyata dan menebar optimisme dan mana pemimpin yang sejak dahulu terus menebar ketakutan kepada rakyatnya.