Mohon tunggu...
Abdul Rozak
Abdul Rozak Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadi Manusia yang memanusiakan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar dan menasehati diri sendiri lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prioritaskan Masalah Kebangsaan atau Perbedaan Doktrin?

29 Mei 2022   08:00 Diperbarui: 29 Mei 2022   08:09 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lebih Baik Memprioritaskan Diskusi masalah kebangsaan daripada diskusi doktrin yang memecah belah.

Dalam diskusi di ruang publik artinya tidak terbatas pada golongan internal, saya kira pembahasan yang sensitif perlu dihindari. Pembahasan yang sensitif itu setidaknya ada 5 : suku, agama, ras, antar golongan dan politik.

Daripada membahas masalah yang sensitif alangkah lebih baiknya jika fokus dialihkan kepada masalah masalah bangsa yang urgent setidaknya ada 5 :

1. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali. Bisa memicu : berkurangnya lahan perumahan, lahan pertanian dan pangan; Meningkatnya pengangguran dan kemiskinan; meningkatkan kriminalitas dan gejolak sosial.

2.Sistem Pendidikan. Gus Mus mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang hanya fokus pada aspek intelektual (IQ)saja dan kurang terhadap aspek moral (EQ&SQ). Hasilnya Banyak Koruptor.

3. Korupsi. Indonesia sebenarnya bisa menjadi negara maju jauh melampaui Singapore dan korsel apabila budaya korupsi benar-benar diminimalisir. Memberlakukan Asas Pembuktian Terbalik (Burden Shifting of Proof Principle) seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Hongkong. Dalam Sistem ini beban pembuktian bukan aparat tapi masyarakat yang melaporkan.

4. Kesenjangan sosial dan ekonomi. Kesenjangan yang terlalu lebar/dalam, bisa munculkan kecemburuan sosial atau bahkan konflik/chaos. "kue"Pembangunan yang hanya dinikmati oligarki bisa memperlambat laju ekonomi secara nasional. Yang kaya semakin kaya, beberapa yang miskin tetap miskin. Survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 % orang terkaya di Indonesia bisa menghimpun 1/2 aset negara.

5. Demokrasi. Liberalisasi demokrasi menciptakan wakil yang hanya mementingkan kepentingan sendiri dan partainya, bukan masyarakat. Hal ini terjadi karena proses pemilihan hanya berdasarkan popularitas dan sedikit yang melibatkan kompetensi dan kapabilitas. 

Agar 5 masalah urgent bangsa ini tidak terjadi komplikasi (menimbulkan masalah yang lebih banyak seperti : pengangguran, kriminalitas, korupsi, prostitusi, perdagangan anak, genk motor,  penggusuran, narkoba, konflik horisontal,  terorisme), maka upaya pencarian solusi yang prosedural, sistematis, efektif, efisien, dan ilmiah perlu segera dilaksanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun