Sering kita melihat seseorang yang mengeksploitasi nama besar leluhurnya atau perusahaan leluhurnya.
"Leluhur saya adalah seorang pembawa perdamaian. Jadi anda harus menghormati saya" walaupun tidak dikatakan secara eksplisit dalam suatu pertemuan besar.Â
"anda siapa berani berkata seperti itu kepada saya. Ayah saya yang punya perusahaan ini" kata ceo kepada karyawan baru.
"anda itu cuman kader yang beruntung dapat jabatan ini. Kalau tidak ada saya sebagai ketua, partai dan ayah saya, anda tidak akan mungkin seperti saat ini" kata pemimpin partai kepada kadernya. Ini hanya contoh fiktif.Â
Dalam kaitannya dengan ini saya sering mengingatkan diri sendiri (walaupun leluhur saya juga orang biasa, kakek saya dari ibu juga petani ketika melihat fenomena seorang yang mengeksploitasi nasab tanpa tanggungjawab, mengagungkan nasab secara berlebihan supaya terjadi peningkatan penghormatan orang lain), dengan maqalah :
- "Laisal fata man yaqulu kana abiy, wa lakinal fata man yaqulu ha anadza". "Bukan pemuda jika bicara membanggakan ayahnya. Yang disebut pemuda itu, yang bicara inilah aku."
- ( ).
Kemuliaan seorang ditentukan oleh ilmu dan adab bukan nasab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H