Manafsirkan Puisi "NASIHAT RAMADHAN (UNTUK MUSTOFA BISRI)"
Oleh: A. Rozak, M.H.
Menjelang hadirnya Bulan yang penuh kemuliaan dan pahala yang berlipat, saya kira sudah banyak tulisan terkait keistimewaan puasa, hukum puasa, urgensinya, tujuan dan pahalanya di bulan suci Ramdhan -- hampir setiap tahun menjelang puasa Ramadhan tulisan-tulisan itu diproduksi.
Saya tertarik untuk membahas mengenai Puisi yang berjudul "NASIHAT RAMADHAN (BUAT MUSTOFA BISRI)" dari KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) seorang Ulama', Budayawan dan mendapat anugerah gelar doctor honoris causa (HC) dari UIN Sunan Kalijaga. Dari judulnya saja sudah mengindikasikan bahwa dalam memberi nasehat itu harus ada teladan sesuai dengan Al Baqarah 44:
Artinya : "Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?"
secara implisit judul ini juga menunjukkan bahwa dalam memberi nasehat jangan ada nada menggurui-- sederhananya nasehat harus dibarengi dengan etika dalam bernasehat.
"Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakan : Ramadlan bulan ampunan ! apakah hanya menirukan Nabi ? atau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah yang menggerakkan lidahmu begitu ?" Bait ini menjelaskan bahwa seseorang harus jujur pada diri sendiri jangan munafik (lain dimulut lain dihati/diperbuatan). Kalau memang karena dosa dan harapan yang berlebihan maka katakanlah "Ramdlan bulan ampun, itu karena dosa dan harapan kita bukan karena meniru nabi".
"Ramadlah adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu" diartikan bahwa puasa di bulan Ramadhan adalah hal yang bersifat ubudiyah (kesalehan ritual). Maka ketika ada orang non muslim makan dibulan puasa itu merupkan bentuk ujian terhadap orang berpuasa. Ketika ada Warung makan buka di siang hari bulan Ramadhan tak perlu meminta untuk menutupnya karena merasa dianggap tidak menghargai orang berpuasa. Ramdlan adalah hubungan antara muslim yang taat dengan Tuhan, jadi warung mau buka atau tutup tak usah dipermasalahkan. Dan karena hubungannya bersifat vertikal dan ubudiyyah maka tak perlu ada niat pamer dan merasa paling agamis/religius.
"Bersucilah untukNya. Bersalatlah untukNya. Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri untukNya." Dalam bait ini menunjukkan bahwa semua sematamata untukNya, Lillahi Ta'ala, Ikhlas-- bukan untuk supaya dianggap muslim yang bertaqwa, bukan untuk supaya dianggap orang yang baik, bukan untuk pamer, bukan untuk penyakit hati lainnya-- semata-mata untuk Allah.
"Sucikan dirimu" layaknya orang bersuci -- baik dari hadats kecil maupun besar-- maka perlu membersihkan kotoran dan najis yang menempel dari tubuh sesuai ketentuan syariat. Hadats kecil dengan Wudlu, Hadats besar dengan mandi junub. Secara Metafora berarti ketika wudlu 1. niat harus bersih dari niat niat yang tidak dibenarkan syariat, 2. Wajah harus bersih dari ekspresi yang membuat jengkel seperti ekspresi marah, mesum dan iri 3. Tangan dibersihkan dari perbuatan maksiat seperti tanda tangan UU yang tidak pro rakyat samasekali, dibersihkan dari "nabok nyilih tangan"/"lempar batu sembunyi tangan", dibersihkan dari menulis hal hal provokatif keburukan, dibersihkan dari main fisik seperti memukul dan menampar, dibersihkan dari hal hal yang tidak bermanfaat 4.Mebersihkan kepala dari pikiran negatif 5. Membersihkan kaki dari menginjak tempat maksiat, dari menindas dari menjadi "kaki tangan" boss/atasan yang tidak benar. Tertib artinya mentaati aturan, suci dari hilah atau mengelak hukum demi kepentingan pribadi atau golongan yang berdampak buruk, suci dari bersikap anarkis, suci dari berwatak yang menyalahi norma agama, sosial dan hukum.
"hanya kau yang tahu hasrat dikekang untuk apa dan siapa" Nafsu itu ketika dituruti makan akan semakin menjadi jadi. Misal Main Narkoba dituruti juga agan meminta lebih dan lebih. Dilingkungan yang korup kalau tidak korup rasanya nafsu selalu mendorong untuk berbuat korup. Dilingkungan Negatif dan ada kesempatan berbuat jahat nafsu selalu mendorong kepada hal negatif. Nafsu selal mengajak kepada keburukan seperti dalam Surat Yusuf ayat 53 :