Mohon tunggu...
Abdul Rozak
Abdul Rozak Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadi Manusia yang memanusiakan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar dan menasehati diri sendiri lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara BMKG dan Pawang Hujan

22 Maret 2022   15:28 Diperbarui: 22 Maret 2022   15:33 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin sempat jadi berita nasional mbak Rara mjd Pawang hujan ( julukan : Cloud engineer/The Rain Saman/Cloud architecture specialist) dalam pertandingan balap motor di sirkuit Mandalika. Dia juga pernah jadi pawang di Opening Asian Games 2018.

Yang bikin "wah" netizen adalah gaji pawang hujan tersebut yang rumornya sampai 3 digit/ratusan juta. Mungkin profesi ini sangat laku di "kota hujan".

Profesi pawang hujan sebenarnya bisa diganti dengan TMC : Teknologi Modifikasi Cuaca. Modifikasi disini itu meningkatkan/mengurangi intensitas hujan. Caranya dengan menebar garam NaCl ke awan melalui pesawat, roket atau GBG (Ground Base-Generator).

Ada pendapat yang menyatakan : pawang hujan adalah kearifan lokal jadi jangan dicampur dengan sains. Justru sains dengan pertanggungjawaban ilmiah itu ada untuk meluruskan hal2 yg bengkok. Yang saya tekankan adalah paradigma bahwa melakukan sesuatu harus berdasarkan ilmu jangan berdasarkan asumsi/klenik. Kalau pawang hujan dimaknai sebagai tradisional lokal tidak masalah asal jangan sampai menyepelekan pakar geofisika. Sekali lagi saya ndak masalah dengan fenomena pawang hujan (namanya juga jalan cari rezeki, banyak ragam caranya). 

Yang di sayangkan ketika ada orang sangat percaya pawang hujan (PH) dari pada saintis, saya kira perlu memikirkan ulang. Kalau PH benar2 bisa mengatur cuaca tentu dia tidak perlu buka jasa dukun dan terima bayaran, dia bisa lakukan untuk dirinya sendiri, artinya bisa memperkaya diri sendiri tanpa butuh buka praktek jasa dukun. Kalau ngeles/justifikasi bahwa ilmunya tidak bisa untuk diri sendiri/hanya untuk bantu orang lain, hal ini bertentangan dengan logika fungsi ilmu. Ilmu yang benar itu dipraktikkan diri sendiri baru disampaikan/digunakan untuk orang lain. Ada teladannya. Ibarat jadi guru latihan mobil, gurunya saja tidak bisa menggunakan mobil, lha mau bagaimana mengajar muridnya memakai mobil?

Pawang hujan ini juga sering ndak bisa membuktikan metodologinya? belajar ilmunya dimana? apakah di hogwarts university? karyanya apa? kalau disuruh milih antara pawang hujan dan saintis BMKG ya jelas saya pilih saintis. Tapi kalau ada acara2 besar kok ndak pakai pawang hujan rasanya kayak ada yang kurang ya gunakan saja jasa pawang hujan hitung2 berbagai rezeki. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun