Mohon tunggu...
Abd Rasyid Tunny
Abd Rasyid Tunny Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muslim Indonesia,Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Anis, Pamali dan Tanpa Ayah di Hari Pertama Sekolah

18 Juli 2016   03:04 Diperbarui: 18 Juli 2016   12:52 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                     

Ada perbincangan hangat diantara beberapa kalangan aktivis gerakan di kampus, perlahan penulis mendekat menuju sumber dimana terjadi diskusi alot, setelah penulis mendekat merekapun menyerang penulis dengan pertanyaan yang menjadi tema diskusi mereka. 

Inti dari pertanyan-pertanyaan mereka adalah apakah penulis sepakat dengan ide Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Anies Baswedan tentang gerakan mengatar anak di hari pertama sekolah. Tentunya pertanyaan itu menunjukan jika ada perbedaan pandangan diantara mereka, sebagian dari mereka mengatakan jika ini adalah bagian dari diskriminasi terhadap anak yatim, sebagian yang lainya mengatakan ini adalah ide cerdas dari sosok sang menteri yang patut untuk disukseskan, lebih mengagetkan lagi ada sebagian lainya mengatakan ini hanya pencitraan semata.

Namun begitulah mahasiswa hari ini segala sesuatu mereka kritisi namun mereka sendiri krisis solusi, tapi biarkanlah mereka berjibaku dengan pisau analisis mereka. Untuk menjawab pertanyaan dari mereka penulis harus mengangkat sebuah realitas untuk meyakinkan mereka tentang jawaban penulis .

Pak Anis dan Pamali

penduduk-negeri-lima-maluku-rahmat-tunny-578be8d6769773c8048b4577.jpg
penduduk-negeri-lima-maluku-rahmat-tunny-578be8d6769773c8048b4577.jpg
Anis Baswedan sosok yang dikenal dengan pemuda yang cerdas ini tentunya hari ini telah membuktikan bahwa ia tak pernah kehabisan ide dalam berkontribusi membangun bangsa lewat pendidikan sebagaimana yang ia telah persembahkan sebelumnya. Lihat saja Indonesia mengajar, tengok lagi lebih dalam apa cita-citanya ia dengan Indonesia mengajar. 

Indonesia mengajar merupakan gerakan. Usaha untuk mengajak semua pihak untuk ambil bagian menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Sungguh mulia bukan ketika realitas hari ini banyak pemuda-pemudi yang dulunya nongkrongya di warkop dengan adanya Indonesia Mengajar sekarang mereka nongkrong di pelosok negeri, di pedalaman Nusa Tenggara Timur (NTT), pedalaman Papua, dan lainya.

Semua ini ia lakukan hanya untuk membangun kesadaran tentang janji kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara apa, ya dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Sontak semua terdiam sejanak dengan pengantar jawaban penulis ini. Indonesia mengajar bukanlah sebuah pencitraan, sebab terbukti bagaimana bermanfaatnya program tersebut.

Sekarang Pak Anis hadir dengan gerakan mengatar anak dihari pertama sekolah tentunya Pak Anis mengingatkan penulis dengan Pamali. Dua hal yang berbeda yang satunya adalah sosok atau tokoh dalam pendidikan dan yang satunya adalah aturan-aturan atau pantangan-pantangan yang dipercaya ditanan adat istiadat masyarakat yang meyakininya.

Bahkan ada yang percaya jika ada hukuman tertentu bagi pamali tersebut. Tentunya disetiap daerah berbeda pandangan dan berbeda hukumanya. Misalkan pamali bagi sesorang yang istrinya sedang hamil (mengandung) untuk pergi berburu ke hutan mereka percaya jika bakal ada akibatnya seperti kelahiran anaknya akan cacat atau menyerupai hewan yang ia bunuh atau sanksi gaib serta sanksi adat. Terlepas dari itu  “Pamali” mengandung sejuta pesan moral yang patut kita renungkan bersama.

Disebuah desa di Indonesia Timur masyarakatnya sangat mengendepanakan yang namanya pamali, sehingga ini saat yang tepat untuk penulis mengeksplorasinya, mereka percaya jika anak pertama masuk sekolah harus ada yang temani, bila tidak pamali. Hukumanya apa?, hukumanya anaknya akan bodoh. Secara ilmiah ini sulit dipercaya namun pamali ini akan mulai dibuktikan oleh Pak Anis secara perlahan-lahan, walaupun tak sampai bodoh.

Tetapi kandungan atau pesan dari pamali tadi memberikan isyarat jauh sebelum Pak Anis memberikan fatwa Menteri sudah ada Fatwa pamali. Di desa tersebut jika anda sedang mengkuti ujian nasional maka dihari pertama anda tidak bisa keluar dari rumah begitu saja, orang yang tertua diantara keluarga anda, atau orang yang paling jago mantranya akan menyuruh anda berdiri di pintu utama rumah anda lalu membacakan doa-doa sebelum anda melangkah untuk mengerjakan soal-saol ujian.

Hal sama juga terjadi ketika anda lulus ujian dan akan merantau di Makasar misalnya anda tidak akan dikeluarkan begitu saja dari rumah, namun sederet doa dan mantra akan menyertai langkah anda. Sehingga kebijakan Pak Anis melaui Surat Edaran No 4 Tahun 2016 Tentang Hari Pertama Masuk Sekolah yang isinya meminta agar para gubernur dan walikota memberikan dispensasi bagi para PNS untuk mendampingi anak-anak mereka (pertama bersekolah) ke sekolah mengingatkan penulis dengan edaran pamali yang entah dari mana sal muaslanya tadi.

Diberbagai media Pak Anis sudah memberikan penjalasan mengapa perlu mengatarkan pergi sekolah, yaitu untuk menumbuhkan potensi anak. Selain itu, antara guru dengan orangtua bisa berinteraksi.

Dampaknya diyakini akan positif kepada anak. Jika guru menemukan potensi pada anak maka guru akan mengkomunikasikan kepada orang tua murid. Disini yang ditekankan oleh Pak Anis adalah peran serta orang tua. jika ditemukan adanya masalah, guru dapat menceritakan pada orangtua. Tentunya dengan komunikasi seperti itu masalah anak dapat ditangani dengan cepat.

Tanpa Ayah Diharari Pertama Sekolah

Khairul Agung seorang bocah di sebuah desa yang menyakini pamali tersebut sudah menginjak usia sekolah, maka ia didaftarkan oleh ibunya untuk masuk sekolah tapi sebelum mendaftarkan sang ibu bertanaya tentang sekolah mana yang diminati oleh Agung. Di Desa tersebut terdapat tiga buah Sekolah Dasar diantaranya Sekolah Dasar Negeri 1,2 dan Inpres.

Agungpun memilih Sekolah Dasar Negeri 1, maka ibunya segera mendaftarkan disalah satu guru sekolah tersebut. Setelah mendaftar tiba-tiba ada panggilan telepon dari pimpinan sang ibu dikantor. Selesai berbicara dengan pimpinanya tersebut sang ibu terdiam seperti memikirkan sesuatu, maka sang ibu menelpon putra sulungnya atau kakak dari Agung yang tinggal dipulau sebrang karena ia menjadi Dosen disalah satu kampus disana.

Sang ibu mempunyai dua orang putra dan satu orang putri, yang paling bungsu adalah Agung sedangkan putrid satu-satunya dikeluarga tersebut sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Kota Makassar.

Terjadi diskusi panjang antara sang ibu dan putra sulunya, ibunya meminta agar putra sulungnya tersebut meninggalkan tugas  demi adiknya yang pertama masuk sekolah. Sang ibu terus mengingatkan putra sulungya tentang pamali anak pertama masuk sekolah tidak ada yang mengatranya. 

Putra sulungnya tersebut pun dibaut kebingungan sebab ia juga sangat menghargai kearifan lokal dan adat istiadatnya, Namun disaat yang sama pula sang putra sulung juga sedang berada didaerah dimana ia sedang melakukan pengabdian masyarakat, cukup jauh dari lokasi kampusnya. Kemudian ia mentaktisinya dengan segera menelpon salah satu guru yang juga sahabt ia sewaktu di SMA dulu. Ia menayakan perihal jam belajar dan sebagainya.

Putra sulung itu kemudian bergegas mencari perahu nelayan untuk menuju kampungnya, namun pemilik perahu yang bisa digunakan untuk meyebrang dari pulau satu ke pulau lainya juga tak bisa mengantar karena sudah malam hari dan esoknya anaknya sedang dikhitan. Setelah tawar menawar yang lama maka merekapun bersepakat untuk esok selesai anaknya khitan maka nelayan tersebut akan mengatarnya.

Namun sang putra sulung baru sadar ia butuh waktu dua jam untuk ke kampungya sehingga ia segera menelpon ibunya untuk memastikan tantenya menemani Agung kesekolah setelah itu ia akan menyusul, sang Ibupun mengkuti saranya si putra sulung.

Kesekoan harinya Agung tampil gagah dengan putih merahnya namun wajahnya sedikit tak bersemangat sebab ia tak diantar sama ibunya. Tentunya sesampai disekolah ia merasa berbeda dangan yang lain, sebab hamper semua anak diantar oleh ayah mereka bahkan ibunya juga ikut. 

Jadi sebagaian besar murid disekolah itu ayah dan ibunya mengantar mereka, si Agung yang cemeberut dipanggil oleh gurunya yag juga teman dari kakaknya, kemudian guru tersebut menghibur dengan menyanyikan lagu untuk Agung setelah menyaikan lagu untuk Agung si guru pun menyuruh agung untuk memperkenalkan dirinya namun agung masih saja tak bersemangat, dengan nada lemah agung memperkenalkan dirinya “Nama beta Agung, Beta tinggal dikompleks air jebol, Beta Ayah su meninggal, Beta Ibu ada pigi rapat, Beta Kakak ada pigi kuliah”, guru tersebut spontan  menyemangati si Agung dengan menyuruh seisi kelas untuk bertepuk tangan untuk Agung.

Tak lama kemudian muncul sang kakak dari samping kelas lalu duduk dibelakang sembari melihat Agung didepan sang kakak pun tepuk tangan sendirian untuk menyemangati sang adik, maka dikuti tepuk tangan oleh yang lain, kelas hari itu tersa semua bergembira, kesan pertama yang baik untuk menumbuhkan semangat mereka. 

Sebelum pulang sang kakak berpamitan dengan gurunya Agung, karena mereka adalah seangkatan waktu sekolah tentunya mereka saling mengenal, sang kakak pun mengucapkan terimakasih kepada sang guru karena telah membantu masalah awal yang ia hadapi di hari pertama sekolah anaknya. Dan itulah intinya komunikasi antara guru dan orang tua sangat penting sebgaimana penulis kutip penjelasan Pak Anis diatas. Pesan moral dari cerita ini bukanlah persoalan relasi tetapi komunikasi, sehingga masalah anak teratasi. 

Tak ada alasan untuk tidak mengantar anak di hari pertama sekolah sebagaimana perjuangan sang kakak untuk adiknya yang memainkan peran sebagai ayah dan kakak yang baik. Didesa tersebut mengantar anak pergi disekolah memang sudah menjadi tradisi di hari pertama sekolah sang anak, bahkan akan berlangsung satu minggu lama jika sang anak belum mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah.

Penulispun sadar jika Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah bukanlah hal yang bagi punulis sebab dalam tatanan adat istiadat sudah tertanamkan, yang jadi persoalan adalah masyarakat kota yang jauh dari yang namanya hukum adat yang tak mau pusing lagi dengan kearifan lokal. Sayangnya saat ini kita memiliki sosok yang namanya Anis Baswedan, beliau memikirkan apa yang tak dipikirkan oleh orang seperti saat ini, seperti gerakan ini, seperti gerakan Indoneisa menjar.

Kelak masyarakat pada umumnya akan akan menganal konsep pamali jika hari pertama sekolah anaknya tak dianatar ala Anis Baswedan. Sejenak beberapa aktivis pergerakan tadi dia lalu berkata “Ia sih” penulispun tersenyum. Mengakhiri jawaban penulis dengan sedikit merenung bahwa  kebudayaan atau adat istiadat kita telah mengajarkan banyak hal jauh sebelum-sebelumnya namun kita buang begitu saja, sehingga ada yang datang mengingatkan kita kembali untuk memungutnya.

Lihat saja orang sosialis berteriak milku mulikmu lalau kita kembali mengingat Ale Rasa Beta Rasa. Olehnya itu lewat tulisan ini penulis ingin mengajak semua untuk meluangkan waktu untuk keluarga kita dihari pertama ia bersekolah seprti sebagaimana  himbauan Pak Anis dengan gerakan mengantar anak di hari pertama sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun