Abd. Rahman Hamid
Dosen Sejarah UIN Raden Intan Lampung
Ketika mengunjungi Museum Bahari Jakarta 17 November 2023 bersama 22 mahasiswa dan 2 dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, penulis mendapatkan berbagai dimensi sejarah Pulau Onrust di Teluk Jakarta. Pulau itu pernah digunakan sebagai galangan kapal, karantina haji, serta kamp tahanan dan transit pembuat keonaran di Indonesia. Â
Untuk mencapai pulau itu, kami bertolak dari pelabuhan Muara Kamal dengan sebuah perahu motor pada 18 November. Perjalanan ditempuh sekitar 30 menit. Kondisi laut sangat tenang sehingga perahu mudah mengarungi perairan Teluk Jakarta. Hanya saja banyak pelampung (tempat penangkaran kerang) dan beberapa bagan di jalur pelayaran. Namun Nakhoda sangat piawai membawa perahu melewati kawasan tersebut hingga tiba di Pulau Onrust. Â Â Â
Saat perahu sandar di dermaga dan peserta turun ke darat, seorang pemandu dari UPT Museum Kebaharian Jakarta, Pak Rosad (40 tahun), menanyakan asal kami. Penulis menjawab, kami dari UIN Lampung. Kemarin, kami sudah mengunjungi Museum Bahari. Rosad menerangkan apa saja di pulau ini, berikut sejarah penamannya. "Di mana museumnya?" tanyaku. Dia menjawab bahwa "pulau ini adalah museum dan semua yang ada di sini adalah koleksinya". Ternyata, ini adalah pulau sejarah atau museum. Rosadi lalu mengatakan bahwa "Onrust" berarti ramai atau sibuk. Jadi, ini adalah pulau yang dahulu sangat sibuk. Â
Galangan Kapal
Arkeolog senior Jakarta, Candrian Attahiyyat (65 tahun), saat ditemui di Onrust mengatakan bahwa arti kata Onrust erat kaitan dengan kondisi kesibukan pelayaran di Teluk Jakarta, termasuk kapal-kapal yang singgah di Onrust, sehingga Belanda menyebutnya Onrust Island (Pulau Sibuk). Sementara penduduk lokal, sering melihat banyak kapal lalu lalang di sana, menyebutnya "Pulau Kapal". Dahulu, kata Candrian, pulau ini terdapat galangan kapal-kapal Kompeni Belanda. Â
Pada tahun 1618 Kompeni mendirikan sebuah dermaga dan galangan kapal untuk reparasi kapal-kapalnya yang rusak. Lalu, pada tahun-tahun berikutnya didirikan gudang-gudang penyimpanan barang dari muatan kapal yang reparasi. Pada 1656 dibangun sebuah benteng kecil yang diperkuat dan diperluas lagi pada 1671 dengan tembok keliling berbentuk segi lima. Pada 1668 dibangun sebuah galangan kapal dengan dua buah derek pengangkat, kemudian dermaga kayu yang dilengkapi derek, dua kincir angin (1685), gereja, bangunan perumahan Belanda, dan sebagainya (Mutholib dkk, 1996). Â
Kajian Bondan Kanumayoso (2023), Ommelanden, menemukan bahwa selama abad ke-17 pembuatan kapal baru dan perbaikan kapal Kompeni meningkat. Pada 1694 terdapat 215 budak Kompeni bekerja di galangan kapal Onrust. Bahan bakunya, terutama kayu jati (Tectona grandis), yang diambil dari hutan kayu di Jawa. Kayu ini menempati urutan tertinggi di antara semua kayu di Nusantara dari segi ketahanan, kekuatan, serta sifatnya yang hampir kebal terhadap serangan serangga dan jamur. Â
Pulau Onrust tiga kali diserang oleh Inggris (1800, 1806, dan 1810) yang mengakibatkan orang Belanda meninggalkan pulau itu dan pindah ke Surabaya yang sudah memiliki pangkalan samudera yang baik dan berkembang pesat. Pada 1848 dimulai kembali kegiatan di Onrust. Pada 1856 sarana pelabuhan ditambah dengan sebuah dok terapung yang memungkinkan perbaikan kapal di laut. Â