Kerajaan Inderapura, yang menjadi fokus kajian (buku dari disertasi) Dr. Sudarman ini, berada di pantai barat Sumatera dibasahi oleh perairan Samudera Hindia. Bila merujuk pendekatan sistem laut/bahari dari Sejarawan Prancis Fernand Braudel (1902-1985) -- kemudian dikembangkan antara lain K.N. Chaudhuri (Samudera Hindia), Adrian B. Lapian (Laut Sulawesi), R.Z. Leirissa (Laut Seram), Singgih Tri Sulistiyono (Laut Jawa), Abd. Rahman Hamid (Selat Makassar) -- maka Samudera Hindia merupakan pemersatu yang melahirkan perniagaan dan peradaban di Asia.Â
Samudera Hindia berfungsi sebagai pusat jaringan sistem bahari Teluk Parsi, Laut Merah, Laut Arab, Teluk Benggala, Selat Malaka, Laut Jawa, dan sebagainya.Â
Lalu lintas perdagangan dan interaksi budaya di kawasan Samudera Hindia sudah terjadi sejak zaman bahari (dahulu kala). Melalui jalur itulah Nusantara bersentuhan dengan agama-agama besar di dunia, yaitu Hindu, Budha, Islam, dan Kristen (Leirissa, 2011). Â
Pada periode antara abad X sampai XVIII, agama Islam menyebar dari Timur Tengah menyusuri jalur perdagangan Samudera Hindia hingga mencakup wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Era ini dikenal dengan zaman emporium (dari kata "emporia" berarti pusat niaga).Â
Emporia muncul tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelayaran dan perdagangan, tetapi juga pusat peradaban. Setelah emporium Malaka dikuasai Portugis tahun 1511, tampil emporium-emporium lain menggantikan fungsi Malaka seperti Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, dan Makassar (Leirissa, 2011). Lima emporium tersebut perpusat di jaringan Laut Jawa, yang oleh Sulistiyono (2003) disebut heart sea (laut inti) Nusantara. Â Â
Fokus kajian Sudarman tentang hubungan perniagaan dan Islamisasi di Kerajaan Inderapura abad XVII -- XVIII mengingatkan kita kepada karya dua sarjana Belanda yang menaruh perhatian pada masyarakat Indonesia, yaitu Jacobs Cornelis van Leur (1908-1942) dan Bertram Johannes Otto Schrieke (1890-1945).Â
Bila sarjana pertama dikenal sebagai ahli sejarah ekonomi, maka sarjana kedua adalah ahli sejarah sosial. Usaha mereka telah membuka arah baru perkembangan penulisan sejarah Indonesia, semula didominasi cara pandang Belanda (Nerlandosentris), yang dikenal dengan perspektif Indonesiasentris. Â Â Â
Van Leur menulis Indonesian Trade and Society: essays in Asian Social and Economic history (1955). Buku ini sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Ombak Yogyakarta (2016). Salah satu gagasan penting van Leur ialah bahwa perdagangan internasional digerakan oleh para pedagang keliling (traveling pedlars) melahirkan kota-kota pelabuhan pesisir yang bergantung terhadap aktivitas perdagangan.Â
Dalam sistem ini, pedagang Arab dan Persia melakukan perjalanan panjang dari negerinya sampai ke Asia Timur dan membentuk koloni Arab di Kanton pada abad IV. Koloni ini kelak menganut Islam dan berada di bawah pengaruh Islam. Agama Islam diperkenalkan kepada penduduk di pelabuhan-pelabuhan India, dimana orang-orang muslim menempati posisi paling penting dalam perdagangan maritim.Â
Sebelum abad XIII, orang Islam telah tiba dan meramaikan perdagangan di kota-kota pelabuhan Nusantara, namun belum terjadi perpindahan agama ke Islam secara signifikan. Perubahan besar baru terjadi pada akhir abad XIII di Sumatera (Samudera Pasai), lebih cepat dalam abad XIV di Jawa (Demak), dan sangat fenomenal di seluruh Nusantara pada abad XV dan XVI.Â