Mohon tunggu...
Abdulrachim Kresno
Abdulrachim Kresno Mohon Tunggu... -

swasta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Kesayangan Asing

13 Oktober 2014   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:13 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Kesayangan Asing

Harian Bisnis Indonesia tgl 21 Februari 13 memuat artikel berjudul "Asing Incar Obligasi RI" yang ditulis oleh Lavinda.Tulisan itu selintas hanya memberikan informasi yang biasa saja. Tetapi apabila dicermati lebih dalam, maka akan menguak langkah2 kebijakan keuangan yang selama ini dibuat oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani telah sangat merugikan bangsa Indonesia dan sangat menguntungkan asing.Sementara itu opini yang dibangun dimedia masa, se-olah2 para menteri keuangan era SBY-Boediono itu sangat pintar,berintegritas bahkan berkelas internasional.

Dalam tulisan yang datanya dari ADB(Asian Development Bank) dinyatakan, beberapa data obligasi (surat utang) dari beberapa negara a.l. ,Indonesia,Thailand,China,Filipina,Malaysia. Obligasi Indonesia mempunyai yield (imbal hasil) sebesar 5,26%/tahun.Thailand 3,61%,China 3,58%,Filipina 3,52%,Malaysia 3,48%.Yang menarik adalah yield yang dibayar Indonesia (5,26%) jauh lebih tinggi dari Filipina (3,52%) . Padahal menurut lembaga2 rating internasional  baik S&P,Fitch maupun Moody's rating Indonesia diatas atau lebih baik dari rating Filipina.Seharusnya negara yang ratingnya lebih tinggi dapat mengeluarkan obligasi yang yieldnya lebih rendah. 

Lembaga rating adalah lembaga yang menilai kesehatan keuangan dari suatu negara atau perusahaan. Makin tinggi rating suatu negara atau perusahaan,yang artinya makin sehat keuangannya,maka apabila negara atau perusahaan tersebut menerbitkan obligasi ( surat hutang ) maka akan makin murah yield yang dibayarkannya , atau makin murah biayanya.

Karena itu menjadi janggal bila yield obligasi Indonesia jauh diatas Filipina,apalagi dengan selisih sampai 1,74%. Kelihatannya seperti kecil, tetapi harus diingat bahwa tenor obligasinya (jangka waktu jatuh temponya) panjang, bisa sampai 20-30 tahun dan nilai totalnya Rp 812 Trilyun. Sehingga bila diasumsikan tenornya 20 tahun selisih yield 1,74% akan menyebabkan Indonesia membayar 34,8% atau Rp 282,57 Trilyun lebih besar dari pada seharusnya bilamana yieldnya sama dengan Filipina 3,52%. Artinya  telah terjadi pemborosan luar biasa dalam pembayaran yield Indonesia.

Tentu ini menimbulkan pertanyaan ada apa dibalik kebijakan keuangan yang ganjil ini ? Apakah ada transaksi2 gelap dibaliknya ? Apabila hal ini terjadi dinegara maju tentu akan menimbulkan heboh luar biasa yang bisa menimbulkan Pansus di Parlemen karena merupakan skandal kebijakan keuangan.Tetapi di Indonesia yang diberitakan malah obligasi Indonesia oversubscribed (kelebihan minat beli) dan diopinikan di media masa bahwa dunia internasional mempercayai Indonesia.Ya tentu saja karena obligasinya sangat menguntungkan asing.

Karena itu mudah dimengerti bila Sri Mulyani mendapat penghargaan Finance Minister of the year dari majalah Euromoney 2006 karena telah memanjakan kepentingan asing dan mengorbankan kepentingan Indonesia sendiri.

Sebetulnya justru Menteri Keuangan Filipina yang layak untuk diberikan gelar The Best Finance Minister karena telah mampu menjual obligasi dengan yield yang murah karena bisa menyamai yield negara2 Thailand,Malaysia,China yang ratingnya diatas Filipina 

Sungguh suatu ironi karena pemborosan 282,57T dalam 20 tahun atau 14,13 T per tahun adalah nilai yang besar.Itu setara dengan setiap tahun membangun 3 jembatan setara Suramadu,jauh lebih besar dari biaya membangun double track KA Jakarta Surabaya yang "hanya" 10 T,hampir sama dengan anggaran belanja Kementerian Pertanian yang 17,8 T.  

Indonesia sulit maju dan selalu ketinggalan dengan negara2 tetangga Singapura, Malaysia, Korea, China dan Taiwan yang pada tahun 60an masih sama2 miskin dengan kita karena elit2 pemerintahannya, Menteri Keuangannya yang berwenang mengatur keuangan negara masih lebih mengabdi kepada kepentingan asing daripada kepada ibu pertiwi.

Ir .Abdulrachim K - Aktivis/Pengamat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun