Menteri ESDM Sudirman Said : Tidak Kompeten dan Malas Mikir
Penulis : Ir. Abdulrachim K - Aktivis/ Pengamat.
Baru satu bulan menteri ESDM Sudirman Said dilantik, sudah beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang janggal yang berkaitan dengan ruang lingkup bidangnya. Pernyataan2 itu antara lain adalah : subsidi bbm itu membuat orang malas, Petral tidak harus dibubarkan ,20 kontrak2 migas yang akan habis dalam 5 tahun kedepan tidak harus diberikan ke Pertamina,ungkap mafia itu bukan tugas menteri.
Pernyataan2 tersebut bukan hanya kontroversial, namun juga menggambarkan betapa Sudirman Said mudah menyatakan sesuatu yang tidak jelas hubungan logikanya,mengada-ada ( subsidi bbm membuat orang malas ) . Pernyataannya juga menunjukkan ketidak seriusannya dalam memberantas mafia minyak ( Petral tidak harus dibubarkan dan ungkap mafia itu bukan tugas menteri ) serta tipisnya rasa nasionalisme,pembelaan kepada kepentingan nasional , tidak mau melaksanakan Trisakti ( berdikari dalam bidang ekonomi ), malas bekerja keras dan malas mikir ( 20 kontrak2 migas yang akan habis dalam 5 tahun kedepan tidak harus diberikan ke Pertamina ).
Padahal, Sudirman Said yang yang pernah menjadi Senior Vice Presiden Integrated Supply Chain ( ISC ) Â PT Pertamina 2008-2009 saat Arie Soemarno menjadi Dirut, tentu sangat tahu persis soal peranan Petral dalam hal permainan minyak itu karena memang ISC yang mengatur pengadaan bbm di Pertamina. Sehingga pernyataannya soal Petral tidak harus dibubarkan menimbulkan pertanyaan besar, apakah hal itu untuk tetap melindungi keberadaan mafia minyak didalam PT Pertamina ?
Untuk mengalihkan 20 perpanjangan kontrak2 migas dari asing kepada Pertamina memang bukan pekerjaan mudah. Perlu persiapan2 yang banyak ,perencanaan yang matang dan detil dan untuk itu memerlukan kerja keras dan akan menghadapi pertentangan2 yang keras karena akan merugikan mereka2 yang selama ini mendapatkan keuntungan yang melimpah ruah akibat menjadi rantai bisnis dari perusahaan2 asing itu. Namun apabila Menteri ESDM nya mau bekerja keras, pengalihan kontrak2 kepada Pertamina atau BUMN minyak yang baru bukan mustahil bisa dilaksanakan walaupun juga sambil dibangun sistim pengawasan yang efektif agar bisa menekan kebocoran menjadi sekecil mungkin.
Tetapi selama ini perpanjangan kontrak2 migas dan pertambangan ( semacam Freeport dll ) menjadi ajang KKN yang melibatkan uang yang sangat besar. Karena itu nada keengganan untuk mengalihkan kontrak2 itu kepada BUMN yang diisyaratkan oleh Sudirman Said menimbulkan pertanyaan besar lagi, apakah arahnya kepada KKN itu lagi seperti yang biasanya berlangsung ?
Dalam pada itu ditengah-tengah banyaknya pertanyaan besar yang mengarah kepada Sudirman Said , muncul pernyataan Menkeu Bambang Brodjonegoro bahwa sesudah bbm dinaikkan 2000/liter, maka pemerintah masih memberi subsidi sebesar 1500 rupiah/liter. Artinya bila bbm itu , Premium dengan Oktan ( RON ) 88 ,tanpa subsidi maka harganya akan menjadi Rp 10.000/liter. Padahal sejak 22 November 2014 Â ( 4 hari setelah harga Premium naik menjadi 8500 , masih disubsidi 1500 ), Pertamax dengan Oktan ( RON 92 ) di SPBU Pertamina , tanpa subsidi, sesuai dengan harga pasar harganya hanya Rp 9950/ liter, sama harganya dengan yang dijual di SPBU Shell ,jauh lebih murah dari Premium tanpa subsidi Rp 10.000/ liter yang RON 88.
Ini artinya bbm Premium RON 88 yang dijual pemerintah seharga Rp 8500/ liter dengan pengakuan masih subsidi 1500/liter telah dijual dengan harga Super Mahal kepada masyarakat. Disamping itu ,walaupun yang menyatakan masih ada subsidi 1500/liter untuk harga Premium saat ini adalah Menteri Keuangan, namun data2 dasar perhitungannya tentu dari Kementerian ESDM dibawah pimpinan Sudirman Said. Biaya produksi,distribusi,impor,pelabuhan,bongkar muat,asuransi dll tentu dihitung oleh ESDM. Karena itu bila harga jual Premium di SPBU menjadi SUPER MAHAL dibandingkan dengan harga Pertamax bilamana sama2 tanpa subsidi, karena RON nya berbeda jauh, Kementerian ESDM dibawah Sudirman Said bertanggung jawab penuh. Tentu ini menimbulkan pertanyaan besar lagi, permainan apakah yang sedang berlangsung di ESDM ini ?
Melihat berbagai uraian diatas , maka bisa ditunjukkan bahwa Sudirman Said tidak kompeten dan malas berpikir . Jokowi harus menggantinya, agar selain bisa mendapatkan Kementerian ESDM yang bersih, juga akan bisa membangun kemandirian energi sesuai dengan Trisakti ajaran Bung Karno.
1 Desember 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H