Dewasa ini Kementerian Sosial RI kian gencar mempromosikan keberadaan pekerja sosial (peksos) di Indonesia. Kondisi ini sepertinya relevan dengan kenyataan bahwa pekerja sosial merupakan ujung tombak pemberi pelayanan langsung kepada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang tersebar sampai ke pelosok negeri. Hal ini seharusnya terjadi sejak lama, sejak seluruh alumni Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) tersebar ke seluruh Indonesia. Bukan sebuah perasaan yang ingin menyesali, namun harus dijadikan bahan introspeksi dan akhirnya menjadi sebuah pecutan bahwa peksos harus segera memasyarakat.
Pada tanggal 23 Oktober 2013, Kementrian Sosial yang telah melaunching praktik pekerja sosial mandiri. Artinya pekerja sosial bisa membuka praktik sendiri di lembaga yang mempunyai ijin dan akreditasi. Hal ini tentunya menjadi informasi yang sangat menggembirakan kepada seluruh pekerja sosial, karena sertifikasi peksos dan menjadi peksos mandiri yang menjadi cita-cita sudah terwujud.
Peksos yang berkutat pekerjaannya pada pertolongan profesional pada individu, kelompok atau masyarakat tak perlu segan lagi untuk segera merealisasikan mimpi-mimpi itu. Dalam konteks ini peksos yang bekerja secara profesional adalah berbayar, baik oleh klien yang menggunakan jasanya maupun oleh lembaga yang mempekerjakan peksos tersebut. Dari sisi finansial, profesi ini menjanjikan bukan dari sekedar keuntungan material, namun dari sisi kemanusiaan, profesi ini juga memberikan kontribusi yang besar kepada PPKS yang ditanganinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh kategori PPKS adalah mereka yang membutuhkan pertolongan kita semua. Poin pertama, peksos adalah profesi yang menjanjikan keuntungan finansial dan humanity.
Perjalanan panjang profesi ini kemudian membuahkan hasil, yaitu sudah mulai dibuka lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, baik yang langsung dibawahi oleh kementerian sosial, maupun yang dibuka oleh lembaga kesejahteraan sosial milik swasta. Bentuknya berupa lembaga konsultasi, lembaga kesejahteraan sosial, balai rehabilitasi sosial, dan sebagainya. Dampaknya adalah semakin banyaknya PPKS yang mendapatkan pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan sosial mereka. Poin kedua, PPKS sudah mulai tercover.
Peksos yang ada di Indonesia yang sudah dibawahi oleh Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) semakin percaya diri dengan adanya lembaga pendukung aktivitas profesional yang dilakukan yaitu Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial (LSPS) dan Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial (BALKS). Kedua lembaga ini adalah lembaga yang penting bagi calon pekerja sosial yang lulus dari perguruan tinggi penyelenggara pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial. LSPS dan BALKS penting karena kedua lembaga ini menjadi parameter kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada PPKS. Peksos yang tersertifikasi dan bekerja pada lembaga yang terakreditasi tentunya akan memberikan pelayanan berkualitas tinggi kepada PPKS dibandingkan dengan peksos dan lembaga yang belum layak. Sehingga peksos kembali semakin percaya diri dalam membantu kliennya. Poin ketiga, terima kasih kepada LSPS dan BALKS.
Sepertinya tidak ada hal-hal yang menjadikan masyarakat tidak lagi mengenal dan menggunakan jasa seorang peksos. Peksos akan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial sesuai dengan spesialisasi masing-masing, ada dalam bidang anak, lansia, remaja, maupun dalam klasifikasi lain, seperti setting rumah sakit, sekolah, koreksional, dan sebagainya. Pekerja sosial sebagai masa depan profesi yang memberikan pertolongan profesional bisa dilihat dengan sangat jelas dan tidak lagi menjadi asing di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan kompleksitas masalah kesejahteraan sosial.
Sumbergambar: http://socialwelfare.files.wordpress.com/2010/01/power-of-social-worker.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H