Kaget sekaligus merinding bulu kuduk ini. Tak terbayang andai seorang pilot yang menerbangkan pesawat komersil yang berisi ratusan penumpang nyabu sebelum take off ke udara. Kalau seorang Afriani nyabu sebelum mengendarai mobil, taruhannya 12 pejalan kaki yang berada di trotoar, dan sukses menewaskan 9 orang sekaligus setelah ditabrak mobil yang dikendarai Afriani. Bagaimana dengan seorang pilot yang nyabu sebelum terbang, tentu nyawa ratusan penumpang sebagai taruhannya. Saya tak habis pikir andai pilot yang sedang fly dan berhalusinasi menerbangkan pesawat komersil yang membawa ratusan penumpang. Bisa-bisa, gunung ditabrak karena dikira segumpalan awan putih, samudra yang biru seperti aspal dari atas langit akan dikira landasan luas yang bisa didarati, dan hutan rimba di atas pegunungan dikira rerumputan yang terhampar luas yang bisa dijadikan landasan darurat. Parahkan kalau sampai itu terjadi. Tak hanya pesawatnya yang remuk, penumpang pun akan hancur lebur tak berbekas sampai ke daratan atau laut. Ironisnya, cuaca buruk atau kerusakan teknis yang dijadikan kambing hitam. Banyak kecelakaan pesawat yang tak diketahui penyebabnya secara pasti, dan lagi-lagi cuaca buruk dan kerusakan mesin/teknis yang dijadikan alasan. Sebagai orang awam, kita pun tak pernah mengetahui apa isi kotak hitam yang sering dijadikan sumber informasi untuk mengetahui penyebab kecelakaan sebelum pesawat jatuh. Tak pernah saya dengar kecelakaan disebabkan oleh pilot yang sedang fly akibat nyabu atau mengonsumsi obat-obat terlarang lainnya, karena memang tak bisa dibuktikan. Apalagi autopsi jasad sang pilot tak bisa dilakukan karena keburu hancur atau tak ditemukan. Atau, pernahkah polisi atau pejabat berwenang melakukan autopsi terhadap jasad seorang pilot yang mengalami kecelakaan pesawat, seperti pemeriksaan urin, darah, atau bagian tubuh lainnya untuk mengetahui jenis makanan atau zat yang dikonsumsi oleh sang pilot dalam 12-24 jam sebelumnya? Jujur, saya belum pernah dengar hal itu. Yang selalu saya dengar dan baca, setiap kecelakaan pesawat yang selalu dijadikan penyebab adalah cuaca buruk dan kerusakan mesin atau kegagalan teknis di mesin pesawat, selalu itu yang dijadikan alasan. Berita tentang tertangkapnya pilot Lion Air, SS di Hotel Garden Palace, Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (4/2/2012) pukul 03.30 WIB, atas dugaan penggunaan dan kepemilikan sabu 0,04 gram semakin memperkuat dugaan kalau pilot juga bisa dijadikan salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat. Padahal, belum genap sebulan atau pada 10 Januari 2012 yang lalu, BNN (Badan Narkotika Nasional ) juga telah menangkap pilot Lion Air bernama Hanum Adhyaksa yang sedang nyabu bersama teman-temannya di sebuah kamar karaoke Grand Clarion Makassar, Sulawesi Selatan. Dari saku si pilot ditemukan satu kantong plastik shabu-shabu seberat 0,9 gram. Dan pada pertengahan 2011, pilot Lion Air lainnya bernama Muhammad Nasri tertangkap basah tengah berpesta sabu bersama rekannya Husni Thamrin (kopilot) dan Imron, di Apartemen The Colour, Modernland, Kota Tangerang. (Kompas.com - Sabtu, 4 Februari 2012). Berita itu sungguh memprihatikan dan mengerikan, seandainya pilot-pilot tersebut sempat menerbangkan pesawat dalam keadaan mabok atau fly, risiko kecelakaan tentu akan lebih besar. Untunglah pilot SS tak jadi terbang karena keburu tertangkap, padahal dia mempunyai jadwal menerbangkan pesawat tujuan Surabaya-Ujung Pandang-Balikpapan-Surabaya, pada 06.00 WIB pagi hari itu juga. Seandainya jadi, barangkali bisa mengancam ratusan nyawa penumpang. Pemerintah dan perusahaan maskapai sudah saatnya membuat aturan baru atau kebijakan yang mengikat, untuk memberlakukan tes urin bagi para pilot yang akan terbang, dan beberapa jam sebelum terbang mereka harus dikarantina untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di kalangan mereka. Pada waktu-waktu tertentu, tes urin juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah para pilot tetap atau pernah mengonsumsi narkoba di luar jadwal terbang. Semua itu demi keselamatan penerbangan dan menyangkut kepercayaan publik terhadap maskapai. Kalau hal tersebut tak dilakukan, kemungkinan besar publik akan was-was dan merasa takut naik pesawat, dan tak percaya pada maskapai yang bersangkutan. Hal itu tentu saja tak baik bagi bisnis penerbangan nasional. Sumber gambar: langitberita.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H