Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dapat Tunggakan Kartu Kredit, Hindari atau Hadapi?

23 Maret 2018   22:28 Diperbarui: 24 Maret 2018   08:02 2083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: nerdwallet.com

Kartu kredit banyak memberikan kemudahan bagi setiap orang yang memilikinya. Kemudahan yang pasti didapat apalagi kalau bukan kemudahan mendapatkan dana segar untuk menunjang kehidupan yang konsumtif dan gaya hidup. Beli gadget terbaru di kala tak punya dana segar bisa dilakukan dengan kartu kredit, beli apa saja yang menunjang gaya hidup konsumtif itu bisa dilakukan dengan sekali gesek, barangpun langsung di genggaman. 

Hal inilah yang bakal mendatangkan bencana di masa depan kelak, ketika seseorang tak bisa mengontrol penggunaan kartu kreditnya. Hutang kartu kredit akan terus menumpuk, hutang pokok ditambah bunganya akan terus berbunga setiap hari dan bulan, apalagi bila dibayarkan sebesar pembayaran minimum setiap bulannya. Bunganya akan terus berbunga tanpa perlu dipupuk, hingga di satu titik, debitur atau si pengguna tak lagi mampu membayar hutang kartu kreditnya yang sudah menggunung. 

Biasanya, kalau sudah mencapai titik demikian, pembayaran hutang kartu kredit pun macet. Tiga bulan tak dibayar, debt collector pun turun gunung, meneror penunggak sampai ke mana pun. Mempermalukan mereka di depan tetangga, teman, sejawat, teman kantor, kerabat, pacar, dan orang-orang terdekat mereka lainnya. Akibatnya, banyak yang kehilangan teman, kerabat, hingga pacar. 

Penunggak pun cenderung menghindari pembayaran hutang yang sudah bejibun itu. Telepon dari bank penagih tak diangkat, diblokir, dan kucing-kucingan dengan debt collector. Kalau sudah begitu, hidup pun tak tenang, penunggak pun akan mencari jalan pintas, mencari pinjaman uang dari pihak lain untuk menutupi hutang kartu kreditnya. Cara ini bukanlah solusi yang baik, malah akan semakin menjerumuskan, apalagi kalau sudah melibatkan rentenir, ibarat keluar dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau. Lantas, cara apa yang pas untuk menghadapi tunggakan kartu kredit itu?

Saya tak menyarankan untuk menggunakan jasa pengacara yang banyak mengiklankan diri untuk penyelesaian masalah hutang kartu kredit maupun KTA atau Kredit Tanpa Agunan itu. Selain harus membayar komisi yang lumayan pada mereka, bank penagih dan debt collector juga tak bakal berhenti meneror sampai kita membayar tagihan kartu kredit meski segala urusan tagihan sudah diserahkan ke pengacara-pengacara itu. Malah bank tak akan percaya kalau kita tak punya dana untuk membayar tagihan karena kita dianggap mampu membayar pengacara. 

Saya pernah mengalaminya sendiri, cara-cara yang sudah saya sebutkan tadi sudah saya lakukan, mencari pinjaman lain untuk membayar hutang kartu kredit dan KTA, hingga membayar pengacara untuk menyelesaikan lima tagihan kartu kredit saya yang sudah macet. Bukannya selesai, malah makin menjerumuskan saya. Pihak bank atau kreditur tak berhenti menagih, mereka masih terus menagih, dan menantang pengacara saya itu untuk menghadapi mereka. 

Dasar apes, jasa pengacara yang saya pakai itu pun hingga kini tak tahu rimbanya kemana. Hingga di satu titik, salah satu tunggakan kartu kredit saya sudah mencapai hampir dua ratus juta Rupiah. Fantastis ya, padahal tunggakan awal saya hanya sekitar 16 juta. Hampir empat tahun tak saya bayar, jumlah tagihan sudah sebesar itu. Jadi, jangan percaya juga kalau ada informasi yang mengatakan bahwa hutang kartu kredit atau KTA akan diputihkan oleh bank jika sudah lewat tiga tahun, info yang menyesatkan itu.

Akhirnya, capek menghindari debt collector dan main kucing-kucingan dengan mereka, saya pun menghadapi langsung bagian penagihan bank dan melakukan appointment dengan salah seorang dari mereka. Selama ini saya anggap bagian itu tempat yang sangar, sesangar debt collector mereka, dan tempat berkumpulnya para debt collector sangar itu. 

Sejak awal saya sudah paranoid memang. Sampai-sampai saya ingin meminta bantuan salah seorang security kantor untuk menemani saya, meski akhirnya saya urungkan.  Ternyata, anggapan saya salah, sesampai di bagian penagihan di lantai paling atas gedung bank itu, saya disambut oleh security yang ramah dan seorang resepsionis yang cantik (menurut saya). 

Setelah menjelaskan maksud kedatangan saya dan ingin bertemu dengan siapa, saya disuruh menunggu. Beberapa saat kemudian saya dipanggil ke sebuah ruangan kecil, mirip ruang meeting kecil, dan tak lama kemudian seorang pria masuk ke dalam, tersenyum ramah, dan menyapa saya.

Pria itu sudah tahu maksud kedatangan saya, sekedar info, saya ulangi kembali maksud kedatangan saya. Intinya, saya menjelaskan segala kesulitan saya dan pola pembayaran seperti apa yang bisa dan sanggup saya lakukan. Di luar dugaan, pihak bank menawarkan skema yang lain, dan menghapus semua bunga yang mencapai hampir 200 juta itu, asalkan saya mengikuti skema pembayaran mereka. Saya pun menyetujui skema pembayaran yang ditawarkan oleh pihak bank setelah nego sedikit untuk meringankan pembayaran saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun