Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Berkat Lari, Encok pun Kabur

19 Oktober 2017   18:47 Diperbarui: 19 Oktober 2017   23:49 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta Marathon 2016 (Sumber: https://www.telegram.co.id)

Sekitar empat bulan yang lalu, setiap kali tasyahud awal ketika sholat, duduk dengan melipat kaki kiri dan meletakkan bokong di atas kaki kiri, menegakkan telapak kaki kanan serta menghadapkan jari-jari kaki kanan ke  arah kiblat, rasanya sakit sekali. Demikian pula ketika tasyahud akhir, duduk dengan menghamparkan kaki kiri ke samping kanan, mendudukkan  bokong di atas lantai, menegakkan kaki kanan serta menghadapkan jari-jari kaki kanan ke arah kiblat, mulai sulit dilakukan. Telapak kaki, jari kaki, dan pinggang sakit dibuatnya. 

Akhirnya untuk mengurangi rasa sakit ketika tasyahud awal dan akhir tersebut, saya cuma bisa mendudukkan kedua kaki secara biasa, tanpa menegakkan kaki kanan dan tanpa menghadapkan jari-jari kaki kanan ke arah kiblat. Waktu itu saya cuma berpikiran, mungkin faktor usia yang sudah 46 ini membuat otot-otot kaki saya menjadi kaku sehingga encok pun datang tanpa diundang. Apalagi saya jarang bergerak atau berolahraga. Maklumlah, tak ada satu cabang olahraga pun yang saya senangi. Tubuh saya pun gempal, kata anak sekarang chubby, perut membuncit, pinggang hilang seketika diganti dengan lemak-lemak yang makin menggunung. Pinggang pun jadi seperti tas pinggang yang ditutupi oleh baju. Ukuran celana yang tadinya cuma 31-32, berganti dengan 35-36. Kata orang sih saya kelihatan makmur dengan postur tubuh seperti itu.

Untuk mengurangi penderitaan ketika tasyahud awal dan akhir itu, saya tak pernah berpikiran untuk berolahraga, selain tak saya senangi, saya juga bingung mau olahraga apa, karena tak satu pun cabang olahraga yang saya kuasai. Tanpa diduga, di awal bulan Juli 2017 kemarin, seorang teman di kantor mengajak saya untuk ikut acara lomba marathon, namanya "Bogor Sundown Marathon 2017" di Kota Bogor, yang disponsori oleh Bank Mandiri. Sebenarnya beberapa orang teman di kantor sudah ada yang suka ikutan even lari marathon, tapi saya belum tertarik sama sekali. Begitu pun ketika saya diajak untuk ikutan even marathon Bogor Sundown Marathon tersebut, belum tergugah sama sekali meski diimingi harga promo pendaftaran yang super irit. Alasan saya, lari marathon belum pernah saya lakukan, apalagi berjarak minimal 5 kilometer, wong berlari 100 meter saja saya sudah ngos-ngosan kehabisan napas. Rasa takut kena serangan jantung pun ikutan nimbrung, repot kan, yang ada cuma ketakutan yang menghampiri saya.

Entah kenapa, tiba-tiba muncul keinginan untuk mencoba, apalagi mengingat diet yang saya jalankan untuk mengurangi berat badan berjalan lambat, slow motion, meski sudah berbulan-bulan saya jalankan, tapi tubuh tak juga menyusut. Akhirnya, ajakan teman untuk ikutan marathon saya iya kan meski penyelenggaraan lari marathon tinggal hitungan hari. Persiapan yang saya punya untuk latihan tinggal 5 hari menjelang hari H. Dalam hati saya ciut juga, apa mungkin bisa? Tapi tak ada salahnya mulai mencoba, daripada berkeluh kesah tak ada solusi, sesi latihan pun saya jalankan secara mandiri.

Awal mulai latihan memang sangat berat. Memulai  hal baru yang tak saya suka memang sangat sulit. Saya coba menanamkan motivasi pada diri sendiri, kalau tidak sekarang kapan lagi. Apa saya harus menunggu sampai encok ini makin parah, atau diabetes dan sakit jantung datang menghampiri saya. Kalau penyakit degeneratif itu sudah menghampiri tentu tak ada gunanya lagi berolahraga sekeras apa pun. Akhirnya, saya kuatkan tekad, yang penting coba dulu.

Saya mulai latihan ketika selesai sholat subuh, sebelum berangkat kerja, di sekitar kawasan rumah. Benar saja dugaan saya, baru berlari sekitar 10 meter, napas mulai tersengal, dan memasuki 100 meter pertama saya seperti tak sanggup melanjutkan. Saya berhenti sejenak, dan melanjutkannya lagi dengan berjalan kaki sekitar 200 meter, lari lagi sekitar 50 meter, jalan kaki lagi sekitar 100 meter, demikian seterusnya hingga finish sepanjang hampir 5 kilometer, begitulah menurut catatan di aplikasi lari yang saya unduh di hape. Waktu tempuh yang hampir 5 kilo itu berlangsung lebih dari satu jam. Keringat bercucuran, perut sedikit mual, kepala agak pusing, rasanya menderita sekali. Tapi itu tak berlangsung lama. Setelah mandi, badan terasa segar kembali meski di bagian sendi kaki terasa sakit dan pegal, rasa kantuk karena lelah pun menyergap. Semoga di kantor tak ketiduran, begitu harapan saya.

Hari berikutnya, sesi latihan saya ulangi kembali dengan jarak tempuh dan kondisi yang sama. Demikian seterusnya selama tiga hari berturut-turut. Acara perlombaan tinggal dua hari lagi. Saya masih belum yakin, apakah saya mampu menempuh jarak 5 kilo tanpa kendala yang berarti. Tak ada target yang saya buat untuk even marathon pertama yang saya ikuti itu. Yang penting, saya bisa mencapai garis finish tanpa target kecepatan. Apalagi ada iming-iming medali yang unik, yang bakal saya terima sebagai finisher. Hari lomba pun tiba, ada rasa takut, deg-degan, tapi fun juga. Inilah pengalaman pertama saya ikut even olahraga resmi. 

Bendera start pun diangkat, ratusan pelari di kategori 5 kilo berlari secara bersamaan. 50 meter pertama saya mulai kehilangan tenaga, berhenti sejenak sembari berjalan, lari lagi, jalan lagi, lebih banyak jalannya ketimbang lari. Napas pun ngos-ngosan, persis seperti saat sesi latihan. Menjelang garis finish, saya kuatkan berlari diiringi sorak-sorai pemberi semangat dari orang-orang di sekitar yang tak saya kenal, garis finish pun saya injak dengan catatan waktu hampir satu jam. "Lumayan", kata hati saya. Medali finisher pertama pun saya kalungkan. Ada rasa kepuasan yang saya rasakan, seperti berhasil menuntaskan tantangan berat, rasanya puasss sekali.

Sejak itu, saya mulai mencintai olahraga lari, sepertinya saya menemukan passion saya di lari, tapi tidak di bidang olahraga lainnya. Setiap kali melakukan olahraga lari, saya merasa menuntaskan satu tantangan. Sudah hampir empat bulan ini saya menjalankan hobby baru itu, dan tanpa terasa saya sudah mengikuti even marathon sebanyak 6 even lari, ditambah 5 lomba virtual run. Ajaibnya, rasa sakit di kaki ketika tasyahud awal dan akhir hilang seketika. Mungkin otot-otot saya mulai lentur, aliran darah juga lancar. Berat badan pun mulai menyusut meski tak terlalu drastis. Ukuran celana 32 mulai muat kembali, pinggang terlihat lebih ramping, perut pun mulai rata meski sedikit membuncit, senang sekali melihatnya. Gerakan-gerakan saya pun mulai lincah dan tidak mudah capek.

Asyiknya, saya sekarang mampu berlari sepanjang 10 kilo tanpa henti. Ketahanan napas pun menjadi terlatih sehingga tak mudah tersengal. Latihan pun rutin saya lakukan, sekitar 4 kali seminggu meski tak ada even. Setiap ada even, frekwensi latihan saya tambah namun tak memaksakan diri juga. Saya berlari semampu saya, karena menurut literatur yang saya baca, di usia 40 tahun ke atas tak baik memaksakan diri. Dalam waktu 3 bulan ini, saya selalu turut serta di setiap even marathon yang saya anggap baik dan terpercaya. 

Dan beberapa minggu ke depan, Jakarta Marathon atau Jakmar 2017 yang disponsori oleh Bank Mandiri akan berlangsung. Even marathon internasional ini akan diikuti oleh belasan ribu pelari dari berbagai negara. Jakmar merupakan salah satu ajang marathon internasional terpenting dan bergengsi bagi pelari. Setiap penggemar lari harus mengikuti Mandiri Jakarta Marathon 2017 ini, sebagai ajang pembuktian diri, dan sangat sayang untuk dilewatkan. Namun sayang, saya gagal mengikuti even ini karena terlambat mendaftar. Dua bulan menjelang even Mandiri Jakarta Marathon 2017, slot pendaftaran sold out! terutama di kategori 5 kilo dan 10 kilo. Untuk half marathon dan full juga demikian, menyusul sold out! Seandainya pendaftaran Mandiri Jakarta Marathon 2017 dibuka kembali, pasti saya akan buru-buru daftar. Semoga di tahun depan saya bisa mengikuti Jakarta Marathon kembali. Rasa sesal masih tetap ada, tapi yang penting, berkat lari, encok pun kabur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun