Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

K-Pop Berjaya, I-Pop Kapan Ya?

4 Mei 2012   00:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:46 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konser musik Super Junior atau Suju yang berlangsung selama tiga hari kemarin semakin menunjukkan kejayaan K-Pop atau Korean-Pop di tanah air. Para remaja umumnya begitu mengelu-elukan grup musik pujaan dari Korea tersebut. Tak sampai di situ saja, semua aksesoris, pernak-pernik, gaya rambut, mode pakaian, hingga gaya hidup ala Korean-Pop tumbuh subur di negeri yang subur ini. Mulai dari sinetron Korea hingga salon bergaya rambut Korea habis diserbu remaja, termasuk make-up ala Korea yang laris manis menghias wajah-wajah kaum remaja kita sekarang. Alasan kenapa K-Pop bisa berjaya tentu tak lepas dari peran industri musik bahkan propaganda budaya Korea yang tersebar dan berkembang di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Industri pop kreatif ala Korea tersebut sangat didukung oleh pemerintahnya. Pemerintah Korea sadar bahwa industri pop dapat menyumbangkan devisa buat negara dalam jumlah yang fantastis. Korea belajar dari pengalaman Amerika Serikat dengan Hollywood-nya dan India dengan Bollywood- nya. Tak heran kan kalau devisa yang mampu disumbangkan oleh K-Pop tersebut bisa mencapai 35 triliun rupiah. Kalau ditanya kenapa para remaja atau ABG kita tergila-gila sama K-Pop tentu banyak alasan yang dapat dijadikan acuan. Beberapa di antaranya adalah musik Korea selalu memberikan aliran musik yang baru dengan koreografi yang rapih dan inovatif  serta bisa diikuti. Uniknya, koreografi masing-masing kelompok band asal Korea ini memiliki kekhasan tarian masing-masing. Demikian pula dari segi make-up atau dandanan. Umumnya, tampilan wajah orang Korea itu bermata sipit, namun mata yang sipit itu bisa menjadi terlihat besar sehingga menjadi hal baru yang menyenangkan untuk dilihat. Dandanan pun demikian pula, selalu ada hal baru dan unik dari setiap mode pakaian dan aksesoris yang ditampilkan oleh K-Pop. Selain itu, popularitas trend barat mulai memudar dan mengalami titik jenuh. Apalagi sejak terjadinya krisis perekonomian di negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, perekonomian dunia lebih cenderung mengidolakan Asia sebagai prospek perekonomian masa depan yang menjanjikan.  Otomatis mata dunia pun tertuju ke wilayah Timur Asia seperti Indonesia. Korea sebagai salah satu negara industri yang maju di Asia tentu melihat Indonesia sebagai peluang pasar yang besar untuk memasarkan produk budayanya. Banjirnya musik Korea, film dan drama seri Korea, hingga mode pakaian dan rambut ala Korea merupakan beberapa indikator yang dapat menunjukkan betapa budaya K-Pop sudah merasuk ke dalam diri anak muda kita. Belum lagi dengan produk-produk teknologi buatan Korea yang hampir merajai pangsa pasar Indonesia seperti Samsung dan LG. Lantas bagaimana dengan I-Pop atau Indonesian-Pop? Bila dibanding dengan K-Pop tentu I-Pop sudah tertinggal jauh. Sangat jarang penyanyi pop Indonesia yang mampu menembus pasar internasional. Sampai saat ini baru Anggun yang bisa berbuat demikian, itu pun atas perjuangan sendiri selama bertahun-tahun. Penyanyi yang benar-benar digilai penggemar Indonesia seperti Super Junior pun hampir tak ada. Mana ada penggemar musik Indonesia yang begitu mengidolakan artis-artis dalam negeri seperti halnya SUJU. Tak bakal ada juga penggemar dari Indonesia yang mengidolakan artis Indonesia sampai nangis meraung-raung, menjerit-jerit ketika melihat artis idola mereka. Malah artis sekelas Agnes Monica tak sampai dikerubuti penggemarnya hingga menjerit-jerit ketika sedang berjalan-jalan di Plaza Indonesia. Cuma pada SUJU mereka bisa berbuat tak rasional begitu. Wajar kalau saya tanya, "K-Pop berjaya, I-Pop kapan ya? Untuk mengubah trend I-Pop agar lebih disukai ketimbang K-Pop ini tentu sangat sulit, apalagi anak-anak muda sekarang sudah kadung cinta terhadap K-Pop. Sebenarnya, usaha radikal untuk membuat I-Pop lebih nge-pop, lebih dirindukan, dan ditunggu masyarakat, khususnya para generasi muda sudah kerap dilakukan. Beberapa penyanyi kita pun seperti Agnes Monica sudah mencoba merambah dunia internasional agar lebih dikenal. Terakhir dia sukses berkolaborasi dengan Michael Bolton. Selain dalam industri musik, mempopulerkan segala sesuatu yang berbau Indonesia pun kerap dilakukan. Salah satunya adalah membuat cerita pewayangan menjadi cerita yang lebih nge-pop, modern, dan menggunakan istilah-istilah gaul dan gaya hidup yang sedang nge-pop di zaman ini. Langkah ini sudah dilakukan oleh Motion Radio yang menampilkan drama radio kisah Pandawa Lima untuk beberapa episode (session). Dalam setiap episodenya selalu ditampilkan beberapa istilah anak gaul sekarang, bahkan salah satu tokohnya ada yang mengendarai Moge atau motor gede, bukan seekor kuda seperti yang sering ditampilkan dalam kisah-kisah pewayangan yang konvensional. Cara ini memang cukup ampuh, banyak pendengar yang menyukai kisah pewayangan versi tersebut karena dianggap lebih gaul, lebih nge-pop, dan lebih dekat dengan kehidupan masa sekarang. Tak sampai disitu juga, bahkan pementasan wayang sudah dilakukan di pusat perbelanjaan modern dan wah seperti Senayan City di Jakarta. Terakhir, dipentaskan pagelaran teater bertajuk ”Jabang Tetuko” persembahan dari Saraswati Nusantara yang digelar di The Hall, Senayan City Lantai 8, pas hari Jumat dan Sabtu 27-28 - 5 kemarin. Pementasan ini bahkan diiringi dengan musik simfoni dengan meramu sinema, broadway, wayang kulit dan seni tari wayang orang dalam satu pertunjukan sekaligus. Pemilihan lokasi pementasan wayang yang tak lazim itu memang punya sebab. Salah satunya adalah adanya keinginan untuk mengenalkan wayang pada generasi muda karena mal atau pusat perbelanjaan banyak diisi oleh anak-anak muda. Cara-cara radikal itu memang belum cukup tanpa dukungan semua pihak seperti pemerintah, media massa, hingga lembaga pendidikan. Namun tak berarti cara-cara tak lazim tadi merusak budaya asli kita karena kulturnya tetap dipertahankan hanya ramuannya yang berbeda agar tak monoton dan bisa diterima oleh semua kalangan, khususnya anak-anak muda. Sumber gambar: http://images4.fanpop.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun