Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pencarian Si Boy Lewat "Catatan Harian Si Boy"

1 Juli 2011   17:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 2294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_120107" align="aligncenter" width="640" caption="Gbr: catatansiboy.com"][/caption] Kemarin sore, saya iseng-iseng main ke sebuah teater 21 (baca: twenty one) di kota Depok. Film-film yang diputar semuanya film nasional, tak ada film asing. Agaknya, inilah efek dari ngambeknya MPAA (Motion Picture Association of America) gara-gara kebijakan pajak perfilman import yang baru dari pemerintah. Buat perfilman nasional mungkin bagus dengan kebijakan baru tersebut, tapi penonton di bioskop jadi tak begitu ramai. Padahal, salah satu daya tarik orang kita untuk menonton film di bioskop itu antara lain karena adanya film-film box office Hollywood yang diputar di situ. Okelah, saya tak hendak membahas itu. Di studio 1-nya sedang diputar film "Catatan Harian Si Boy". Ternyata, hari kemarin itu, tanggal 1 Juli adalah pemutaran perdana dari film tersebut (yang katanya sudah ditunggu-tunggu para penggemarnya). Ingatan saya pun langsung melambung ke tahun 1987 atau sekitar 24 tahun yang lalu. Tahun itu, film "Catatan Si Boy" atau "Cabo" dirilis untuk pertama kalinya, dan meledak alias dibanjiri penonton hingga menjadi film box office yang fenomenal di kalangan anak-anak remaja, ABG, atau anak-anak muda seperti saya pada masa itu. Bintangnya pun jadi ikut-ikutan terkenal seperti Onky Alexander yang memerankan tokoh Boy. Bahkan album soundtrack-nya pun laris manis. Rasa penasaran saya pun langsung timbul. Saya jadi pengen tahu seperti apa kisahnya. Apakah sama dengan Cabo 1, 2, 3, 4, hingga Cabo 5, atau apakah kisahnya prequel dari Cabo sebelumnya, atau malah sequel, atau malah punya kisah yang berbeda sama sekali. Daripada penasaran, saya pun langsung beli tiket buat nonton film yang pernah fenomenal dan pernah saya gandrungi juga. Sekalian nostalgia-lah, nostalgia masa SMA, aha.

1309541991663469740
1309541991663469740
Jujur, saya belum pernah baca sinopsis film "Catatan Harian Si Boy" tersebut. Biasanya, sebelum menonton sebuah film, saya akan menyempatkan diri untuk mencari informasi tentang film tersebut. Biasanya saya baca sinopsis atau review dari media-media online. Kali ini, saya biarkan pikiran saya menebak-nebak isi cerita "Catatan Harian Si Boy" itu hingga film diputar. Dan akhirnya saya pun berkata, "Ooo, begitu toh ceritanya". Ceritanya bergulir seperti ini: Natasha (Carissa Puteri) baru tiba dari London. Di bandara, dia menunggu sang pacar, Nico (Paul Foster) selama berjam-jam untuk menjemputnya. Ketika malam tiba, barulah sang pacar tiba, alasannya macet (traffic jam). Dari bandara, Natasha langsung ke rumah sakit, menjenguk ibunya, Nuke yang sedang sakit keras dan koma. Selama di rumah sakit, Nuke selalu tak lepas memegang sebuah diary atau catatan harian. Natasha pun tergerak untuk membaca catatan harian tersebut yang ternyata milik si Boy, mantan pacarnya Nuke. Natasha pun berkeyakinan kalau ibunya, Nuke dipertemukan dengan Boy maka ada kemungkinan ibunya itu akan sadar dan sembuh. Di lain tempat, Satrio (Ario Bayu), seorang pemuda yang suka balapan mobil liar di jalan raya dikejar-kejar polisi patroli. Meski dengan lihainya Satrio menghindar diri dari kejaran polisi tersebut, namun dia (lagi-lagi) berhasil ditangkap. Satrio pun ditahan. Adegan balapan dan kejar-kejaran di jalan raya Jakarta itu (seperti Bunderan HI, Jalan Sudirman, dan Rasuna Said) mengingatkan saya pada adegan film "Fast and Furious". Adegan tersebut lumayan seru juga untuk ukuran film nasional kita. Secara kebetulan, Natasha dan Satrio bertemu di kantor polisi saat pacar Natasha, Nico dipukulin oleh segerombolan penjahat karena terlibat hutang judi. Pemukulan itu terjadi saat Nico hendak mengantar Natasha dari rumah sakit untuk pulang ke rumahnya. Tokoh Satrio ini mengingatkan saya pada sosok si Boy juga, yang punya mobil mewah, suka balapan, dan disukai perempuan. Bedanya, orang tua si Boy adalah pengusaha kaya dan harmonis, sedang si Satrio berasal dari keluarga Koruptor. Bapaknya (diperankan Roy Marten) dijebloskan ke penjara gara-gara korupsi hingga membuat ibunya sakit-sakitan dan meninggal. Tercerai berailah keluarganya Satrio. Sedangkan tokoh Nico mengingatkan saya pada sosok Jefry (diperankan Leroy Osmani), tokoh antagonis yang menjadi pesaing Boy di Cabo 1. Dari pertemuan tersebut, Satrio langsung menaruh hati pada Natasha yang cantik. Satrio mendapat kesempatan untuk mengenal Natasha lebih jauh tatkala Satrio mendapat kesempatan mengantar Natasha dari kantor polisi untuk pulang ke rumahnya kembali. Dalam perjalanan pulang tersebut Natasha bercerita tentang catatan harian si Boy itu. Satrio sempat melecehkan buku harian tersebut, katanya orang yang suka menulis buku harian adalah orang-orang yang tak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Namun kemarahan Natasha tak berlangsung lama, esok paginya Satrio langsung mengunjungi Natasha dan minta maaf dan akan membantu Natasha mencari si Boy Petualangan mencari si Boy pun dimulai. Boy dicari-cari oleh Natasha dan Satrio seperti mencari anak hilang. Boy di masa kini adalah sosok pengusaha yang super sibuk dan susah ditemui, melebihi pejabat tinggi negara. Banyak intrik dan konflik yang terjadi selama masa pencarian itu. Salah satunya adalah munculnya kecemburuan Nico atas kedekatan Satrio dengan Natasha. Banyak cara yang dilakukan Nico agar Satrio menjauhi Natasha, seperti memberikan uang dalam jumlah banyak, mengancam Satrio, hingga merusak bengkel dan mobil-mobil di bengkel tersebut lewat orang bayaran. Semua itu dilakukan Nico agar Satrio menjauhi Natasha. Puncaknya, Satrio langsung mendatangi Nico dan memukulinya hingga babak belur. Natasha tak terima pacarnya diperlakukan seperti itu dan meminta Satrio menjauhinya. Tapi itu tak berlangsung lama, kedok Nico baru terbongkar ketika Nico mengakui semuanya pada Natasha. Dalam film tak dijelaskan kenapa Nico akhirnya mengakui perbuatannya. Tak hanya itu, sebenarnya banyak hal yang tak dijelaskan dalam film "Catatan Harian Si Boy" tersebut hingga membuat saya bertanya-tanya, seperti keterlibatan Nico dalam hutang judi tak dijelaskan bagaimana penyelesaiannya. Yang mengherankan, bagaimana cara si Nico bisa memanfaatkan tukang-tukang pukul si bos judi (diperankan Leroy Osmani secara comeo) untuk merusak bengkel temannya si Satrio itu. Padahal si Nico juga pernah dipukuli oleh para tukang pukul tersebut. Selain itu, hubungan Nuke dengan si Boy pun tak kembali dijelaskan. Bagi penonton baru yang belum pernah melihat "Catatan Si Boy" edisi sebelumnya tentu ini sangat membingungkan. Padahal, kalau diberi sedikit gambaran tentu akan lebih menarik lagi bagi penonton baru dan untuk merefresh ingatan bagi penonton yang lama seperti saya. Hubungan Nuke dan Boy tersebut diceritakan dalam "Catatan Si Boy 1". Nuke (diperankan Ayu Azhari) dulunya pernah jadi pacarnya si Boy. Namun ayah Nuke tak suka dengan hubungan tersebut karena ayah Nuke tak suka Boy. Untuk memisahkan Nuke dengan Boy, ayah Nuke mengirim Nuke ke London untuk menyelesaikan kuliahnya. Perasaan cinta Boy pada Nuke, dituangkan Boy dalam catatan hariannya. Catatan harian itu semuanya tentang Nuke. Tokoh Nuke pun tak muncul lagi di sequel-sequel "Catatan Si Boy" selanjutnya. Namun yang membuat saya lebih heran lagi, kenapa catatan harian si Boy itu bisa berada di tangan Nuke. "Catatan Harian Si Boy" pun jadi banyak menyimpan misteri. Meski beberapa tokoh yang muncul di "Catatan Si Boy" terdahulu juga ditampilkan, sebut saja  seperti Onky Alexander (Boy), Didi Petet (Emon), Leroy Osmani (Jefry), dan Btari Karlinda namun tak mampu menjelaskan misteri tersebut. Dan jangan harap Didi Petet akan kembali memerankan tokoh Emon yang kebencong-bencongan itu. Dalam "Catatan Harian Si Boy", tokoh Emon berubah total menjadi jantan, suaranya juga lebih lantang sepertinya Emon tak pernah jadi bencong genit yang suka menggodai si Boy dan Andi. Untuk sekadar cari hiburan bolehlah film "Catatan Harian Si Boy" ini dijadikan alternatif, tapi kalau untuk mencari kualitas, hmmm, Anda pasti kecewa. Saya bisa katakan, film ini tak menawarkan nilai lebih dibanding dengan film pendahulunya yang sudah terlanjur fenomenal dan membekas. Bagi saya, "Catatan Harian Si Boy" hanya sebagai film nostalgia untuk mengenang masa lalu, tak lebih dari itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun