Jalan-jalan ke pasar memang sangat menyenangkan. Tak peduli pasar tradisional atau modern, semuanya tetap menyenangkan. Saya memang sangat menyukai kegiatan di pasar, apalagi kalau lihat-lihat barang yang diperjualbelikan. Sayur-sayuran yang segar, buah-buahan yang memikat hati, dan ikan-ikan yang segar dan mengundang selera semua tumpah ruah di pasar. Ketika masih ngontrak di dekat Pasar Kemiri Muka Depok, saya kerap bertandang ke pasar tradisional terbesar di kota itu, baik pergi sendiri atau nemenin istri berbelanja. Di pasar itu hampir semua ada, senang rasanya berada di tengah-tengah mereka. Sejak pindah dari daerah itu, saya tak lagi pernah berkunjung ke pasar tersebut. Untuk berbelanja saya lebih sering ke pusat-pusat pasar modern seperti Hypermart, Giant, hingga Carrefour. Namun tetaplah menyenangkan meski tak selengkap Pasar Kemiri Muka. Sayangnya, di pasar-pasar yang saya sebutkan tadi, saya jarang menemukan Apel Malang, bahkan hampir tak pernah sama sekali. Kalau ingin Apel dari Malang itu, saya harus mutar-mutar, bergerilya dulu mencarinya. Kalau lagi mujur pasti ketemu, tapi lebih banyak sialnya. Kalau sudah begitu, akhirnya, Apel Washington dan Apel Fuji yang menjadi pilihan dan dibeli. Bukan saya tak cinta apel dalam negeri, cuma apel-apel import itu yang tersedia, mudah didapat, dan merajai pasaran supermarket. Untuk mendapatkan Apel Malang memang cukup sulit, daripada buang tenaga dan menghabiskan bensin, apa boleh buat, Apel Malang pun tak menjadi pilihan. Agaknya, inilah salah satu dampak pasar bebas antara China dan ASEAN. Kita tak siap menghadang laju import barang-barang dari China. Tak terkecuali buah-buahan. Kalau Anda berkunjung atau berbelanja di pasar tradisional maupun di supermarket pasti Anda banyak menemukan buah-buah import dari China. Sebut saja Buah Naga, Apel Fuji, Jeruk Lokam, dan sebagainya, pasti sangat mudah Anda dapatkan. Harganya pun murah-murah. Tapi, coba Anda cari buah-buahan lokal seperti Apel Malang, Markissa Berastagi, Terong Belanda, atau Jeruk Medan yang manis itu, pasti akan sulit. Kalau ada, harganya pun lebih mahal. Negeri kita katanya negeri agraris, namun tak begitu kenyataannya. Semua hasil pertanian yang beredar di pasar kita tak didominasi oleh hasil pertanian lokal. Semua didominasi oleh hasil pertanian impor. Beras hingga buah-buahan banyak didatangkan dari luar negeri. Pada kemana hasil pertanian kita, dikorupsi juga ya?
- Sumber gambar: http://kerling.files.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H