Saya sebenarnya tak terlalu peduli dengan kisruh PSSI. Selain saya memang tak suka sepakbola, saya juga muak dengan polemik di tubuh PSSI yang terus berlarut-larut. Apalagi kalau sudah melihat oknum-oknum yang ngotot dan keras kepala mempertahankan status quo-nya di tubuh organisasi sepakbola Indonesia itu. Setelah oknum-oknum itu menyerah karena tekanan publik, kini muncul oknum-oknum lain yang sama ngototnya. Apakah mereka keras kepala juga? Saya tak akan jawab, Anda, pecinta sepakbola bisa menilainya sendiri. Mereka dikenal dengan sebutan "Kelompok 78", si pemilik suara di PSSI. Di tangan merekalah siapa yang akan menjadi Ketua PSSI kelak. Tadinya, saya sangat bersimpati dengan kelompok itu, yang saya anggap sebagai reformis PSSI. Ternyata anggapan saya itu salah besar setelah melihat kengototan mereka atas calon ketua PSSI yang sangat mereka jagokan. Sepertinya jagoan mereka itu sudah harga mati dan tak bisa ditawar lagi. Padahal mereka tahu, calon ketua yang mereka jagokan itu sudah ditolak FIFA. Dan tak mungkin diajukan kembali sebagai calon Ketua PSSI. Tahu sendirikan Anda, siapa FIFA itu. Dialah yang berkuasa atas sepakbola seluruh dunia ini. Tanpa bergabung dengan organisasi yang sangat berkuasa di dunia itu, sepak bola suatu negara tak akan pernah tampil di pentas internasional, dan diyakini tak akan pernah berkembang. Apalagi kalau kena sanksi mereka, dampak buruk akan terjadi terhadap sepakbola suatu negara. Saya yakin, seyakin-yakinnya, Kelompok 78 pasti tahu dan paham akan kekuasaan FIFA tersebut. Mereka juga sadar ancaman sanksi FIFA seandainya jagoan mereka tetap mereka pilih dan menjadi kandidat Ketua Umum PSSI di kongres tanggal 20 Mei nanti. Tapi sepertinya lagi, mereka tak peduli. "Go to hell, FIFA!", mereka tak menggubris ancaman FIFA. Anda, pecinta sepakbola pasti tahu dampak buruknya bagi sepakbola nasional bila FIFA menerapkan sanksinya pada PSSI. Sepakbola kita bakal tak bisa tampil di pentas internasional, meski pentas itu cuma sekelas SEA Games maupun Asian Games, apalagi sekelas Piala Asia hingga Piala Dunia. Bahkan bertanding dengan negara lain pun kita tak akan bisa. Selain itu, seluruh pemain asing yang sudah dibayar mahal oleh klub-klub sepakbola nasional kita terancam tak bisa main dan bertanding, otomatis mereka pun nganggur. Akibatnya, mereka akan kembali ke negara asalnya. Sialnya lagi, para pecinta sepakbola tanah air tak bakal bisa menikmati pertandingan-pertandingan internasional di dalam negeri meski itu cuma pertandingan persahabatan. Dampak-dampak itu baru sebagian kecil. Dampak lainnya lagi, industri sepakbola kita akan melempem, tak berkembang, dan kembali ke zaman "rikiplik". Dan jangan harap juga pemain-pemain nasional kita bisa mendapat pelatihan bertaraf internasional. Tentu yang paling kasihan adalah pemain-pemain junior berbakat dan bakal bisa menjadi pemain bola yang handal di tingkat dunia di masa depan. Mereka ini bakal tak bisa mengecap pelatih-pelatih internasional. Mereka juga bakal tak bisa belajar di klub-klub Eropa. Kalau dijabarkan semua dampak akibat sanksi FIFA itu, bakal tak muat satu halaman, bisa satu buku sendiri. Saya yang tak suka dan tolol soal sepakbola saja begitu khawatir dengan sanksi FIFA, bagaimana mungkin Kelompok 78 membiarkan hal itu terjadi. Padahal mereka orang-orang pintar di dunia sepakbola dan sangat paham tentang hal itu. Kok tega ya, kok bisa ya. Apakah mereka setolol saya juga?
- Sumber gambar: www.blogcartoon.co.cc; adietsaputra91.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H