Ruang keluarga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga. Setiap keluarga pasti memiliki ruang tempat berkumpulnya anggota keluarga tersebut. Ruang keluarga bisa memiliki berbagai fungsi ganda. Dia bisa berfungsi sebagai ruang makan, ruang tamu, ruang tv, hingga sekaligus sebagai ruang tidur. Fungsi ganda ruang keluarga tersebut biasanya dimiliki oleh keluarga-keluarga tak mampu yang cuma punya satu petak ruang dalam rumahnya. Berbeda dengan keluarga yang mampu, mereka pasti memiliki ruang keluarga khusus. Sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga tentu banyak cerita menarik yang disampaikan oleh setiap anggota keluarga ketika berkumpul di ruang tersebut. Hal itulah yang selalu saya alami ketika masih tinggal bersama orang tua dahulu. Banyak bahan pembicaraan yang terlontarkan, mulai soal politik hingga gosip artis. Saya sering berdebat dengan abang-abang saya, biasanya yang diperdebatkan adalah hal-hal yang sepele. Namun seingat saya cuma masalah seks yang tak pernah terlontarkan. Padahal masalah seks sangat pas dibicarakan saat anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga. Hitung-hitung sebagai bagian dari pembelajaran tentang seks. Sayangnya, entah kenapa, seks sangat tabu dibicarakan. Apakah karena menyangkut organ kelamin atau kemaluan, entahlah. Padahal pendidikan seks itu perlu diketahui sejak dini. Saya pun tak habis pikir kenapa orang tua saya begitu menabukannya. Suatu kali ketika kelas 6 SD, saat di ruang keluarga, saya pernah menanyakan pada ibu saya, apa itu lesbian. Kata "lesbian" ini saya dapat dari lontaran ibu saya saat nonton sebuah drama di TVRI. Saat muncul tokoh waria-nya, ibu saya tanpa sengaja menyebut mereka lesbian. Mendengar itu saya pun menanyakan kata yang masih asing tersebut. Sebelum ibu menjawab, salah seorang abang saya berkata, "Masa kau gak tau apa itu lesbian". Saya langsung jawab, "Ya gak tau-lah, baru dengar". Saat itu saya memang tak mendapat jawaban atau penjelasan dari ibu atau abang saya. Mereka menjawabnya sebagai penyuka sesama jenis, cuma itu. Penjelasan selanjutnya tak ada lagi. Mereka cuma berkata, "Ntar juga kau tau kalo sudah dewasa". Karena penasaran, akhirnya saya cari tahu sendiri penjelasan tentang lesbian itu di perpustakaan. 25 tahun kemudian, saat sudah berumah tangga, di ruang keluarga saya yang berfungsi ganda juga, anak laki-laki saya yang masih berusia 4 tahun kala itu bertanya, "Kok aku belum punya adik, cepetan buat adik. Kenapa temanku punya adik, kenapa aku tak punya?". Mendapat pertanyaan ini saya cukup gelagapan, susah menjawabnya. Tak mungkin saya jawab, "Ntar ya nak, Bunda sama Yanda em-el dulu". Kalau jawaban saya seperti itu, pasti anak saya akan bertanya lagi, "Em-el itu apa?". Untunglah bukan jawaban itu yang keluar dari mulut saya. Setelah berpikir sejenak, waktu itu saya cuma jawab, "Kamu sabar aja, kalau Tuhan mengizinkan, kamu pasti punya adik". Saya berharap jawaban ini cukup memuaskannya. Walau dalam hati, saya meragukan jawaban itu. Anak saya pun diam dan melanjutkan tontonan Sponge Bob-nya. Lantas, bagaimana dengan Anda sekalian, apakah anak Anda, adik Anda pernah bertanya tentang seks di ruang keluarga, atau di manapun di bagian rumah Anda. Apa yang akan Anda jawab jika anak Anda bertanya, "Kondom itu untuk apa?". Pertanyaan ini pernah dilontarkan anak saya ketika tanpa sengaja dia melihat sebuah iklan produk kondom di televisi. Saya cuma jawab, "Kondom itu sejenis karet pelindung kelamin untuk laki-laki dewasa, biar tak kemasukan kuman". Dijawab lagi sama anak saya, "Kalau sudah dewasa, aku bisa pakai kondom dong, biar tak masuk kuman, kenapa gak sekarang aja Yan". Mendengar itu aku cuma bisa jawab, "Belum bisa, kamu masih kecil". Cuma itu jawaban saya, sambil berpaling ke masalah lain. Sumber gambar: http://killrates.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H