[caption id="attachment_243857" align="alignright" width="300" caption="Gunung Sinabung Meletus (Sumber gambar: Foxnews/AP)"][/caption] Gunung Sinabung saya dengar meletus Minggu dini hari sekitar pukul 00.15 WIB kemarin. Mendengar nama gunung itu bayangan saya langsung melesat ke masa 22 tahun yang lalu. Saya sempat mengenal dekat gunung itu. Kenal dekat bukan berarti saya tinggal di gunung itu atau mengenal seluk-beluknya. Maksudnya, hanya kenal dekat dalam artian fisik karena saya pernah berada di sana. Saya hanya kenal sehari, tapi sudah merasa akrab. Kala itu saya bersama teman-teman mendaki gunung itu. Pendakian yang pertama dan terakhir saya lakukan. Bukan kapok atau jera, tapi saya tak begitu suka mendaki gunung, maklum saja, saya tak mempunyai jiwa petualang. Hanya ingin memenuhi rasa ingin tahu dan penasaran semata sehingga memutuskan ikut dalam pendakian tersebut. Apalagi kegiatan itu termasuk ekskul yang harus diikuti. Mau tak mau harus ikut meski tak ada detensi. Berdasarkan informasi dari Wikipedia, Gunung Sinabung adalah sebuah gunung di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Sinabung bersama Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara. Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter. Gunung ini menjadi puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah tercatat meletus sejak tahun 1600. Koordinat puncak gunung Sinabung adalah 3 derajat 10 menit LU, 98 derajat 23 menit BT. Bahkan menurut informasi yang saya terima dari teman-teman, Gunung Sinabung itu adalah anak Gunung Sibayak, entah benar atau tidak saya mempercayai fakta itu. Gunung Sinabung juga terkenal sebagai daerah wisata. Di kaki gunung ini terdapat Kota Brastagi, yang merupakan salah satu kota wisata di daerah Sumatra Utara. Jaraknya sekitar 66 km dari Kota Medan. Untuk menuju daerah pendakian gunung tersebut, saya dan teman-teman turun di daerah Lau Debu-debu atau Lau Sidebu debu. Dari situ kami berjalan kaki menuju kaki Gunung Sinabung. Sepanjang jalan kabut sudah menyertai, begitu dekat dengan kepala, lumayan dingin padahal udara cerah. Lewat jalan setapak kami terus mendaki melewati hutan-hutan, sesekali suara burung dan makhluk hutan lainnya terdengar. Anehnya, terdengar suara suling juga di tengah hutan itu. Barangkali, suara suling peladang hutan pikir saya waktu itu. Dari atas Gunung Sinabung itu, kawah Gunung Sibayak kelihatan jelas, asap dan belerang mengepul sedikit. Indah sudah pasti. Sayangnya tak ada yang bawa kamera. Pendakian pun berakhir, jalan-jalan setapak mulai menurun. Ladang-ladang Markisa, Jeruk, dan sayur-sayuran mulai dilewati. Dari awal sudah diingatkan, jangan pernah mengambil buah dan sayur di ladang-ladang itu, kalau mau selamat. Demikian peringatan yang diberikan oleh seorang teman. Katanya, perut bisa membuncit seperti busung lapar kalau sampai di Medan. Jalanan setapak dari atas Gunung Sinabung berakhir di Kota Brastagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H