[caption id="attachment_201325" align="alignright" width="189" caption="http://id.yseablog.com"][/caption] Seperti biasa dalam perjalanan menuju kantor tadi pagi terjebak macet di daerah Pasar Cibubur. Namanya juga pasar pasti macet, tak afdol rasanya kalau pasar itu tak macet. Penyebabnya, banyak angkot yang ngetem di depan pasar dan pedagang kaki lima di bahu jalan. Sialnya, tak ada satu pun petugas polantas yang berjaga di depan pasar itu. Hasilnya, setiap angkot bisa ngetem sekitar 5-10 menit, kalau sampai 10 angkot bergiliran ngetem berarti paling sedikit 50 menit terjebak macet. Keadaan itu terus berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada solusinya. Pemerintah, terutama pemerintah daerah DKI pusing memikirkan solusi macet ini. Padahal ada banyak alternatif untuk mengatasi kemacetan tersebut. Contohnya, pemberlakuan sistem nomor ganjil dan genap, plat yang berujung nomor ganjil di hari senin misalnya tak boleh masuk Jakarta, kemudian di hari berikutnya plat berujung nomor genap yang tak boleh, ini diberlakukan untuk semua jenis kendaraan, kecuali angkutan umum. Bila sistem ini diterapkan maka kemacetan di jalan raya bisa berkurang sekitar 50 persen. Kalau ada yang melanggar bisa dikenai denda yang mahal, lumayankan bisa masuk kas negara. Alternatif lain bisa ditiru seperti yang sudah diterapkan oleh Singapura. Di negeri Singa itu, aturan penggunaan jalan dilakukan seperti berikut. Setiap warga yang membeli kenderaan bermotor harus membayar pajak penggunaan jalan raya sebesar harga kenderaan yang dibeli tersebut. Jadi, kalau harga mobilnya sebesar 150 juta, maka pajak penggunaan jalan raya sebesar harga itu juga. Dan hak penggunaan jalan raya itu hanya berlaku selama 5 tahun, dan tak bisa diperpanjang lagi. Sistem ini diterapkan Singapura untuk mencegah kemacetan, menghindari polusi udara yang berlebihan, dan memaksimalkan fungsi angkutan umum. Tak heranlah kalau harga kendaraan bermotor (seperti mobil) di singapura lebih murah hingga 50 persen ketimbang negara-negara lainnya seperti Indonesia. Untuk menerapkan kedua sistem di atas, pemerintah DKI khususnya, harus menyiapkan sarana transportasi umum yang lebih manusiawi, nyaman, dan aman. Kebijakan busway sudah tepat, tinggal MRT, dan monorel. Demikian Bang Foke masukan dari saya semoga bisa ditindak lanjuti, paling enggak tahun 2012 tak jadi tahun kemacetan bagi Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H