Mohon tunggu...
Ghimby
Ghimby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya menulis dan membaca/ konten favorit segala hal yang memuat tentang dunia pendidikan dan politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian atau Definisi Teori Interaksionisme Simbolik dan Contoh Kasus yang dapat menjelaskan penerapan Teori ini

3 Desember 2023   11:23 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:58 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo......Disini saya akan menjelaskan beberapa pengertian atau definisi dari teori interaksionisme simbolik menurut para ahli dan referensinya, yang mungkin bisa digunakan

  • Menurut George Herbert Mead, teori interaksionisme simbolik adalah teori yang menjelaskan bagaimana manusia membentuk pikiran, diri, dan masyarakat melalui interaksi dengan orang lain menggunakan bahasa dan simbol. Mead mengemukakan tiga konsep penting dalam teori ini, yaitu pikiran (mind), diri (self), dan masyarakat (society). Pikiran adalah kemampuan manusia untuk menggunakan simbol untuk berpikir secara reflektif. Diri adalah kesadaran diri yang terbentuk melalui proses bermain peran (role taking) dan melihat diri dari sudut pandang orang lain. Masyarakat adalah sistem simbolik yang dibentuk oleh interaksi manusia dan mempengaruhi perilaku manusia (Mead, 1934).
  • Menurut Herbert Blumer, teori interaksionisme simbolik adalah teori yang menggambarkan bagaimana manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang mereka berikan kepada sesuatu tersebut. Makna tersebut bukanlah sesuatu yang tetap atau bawaan, melainkan sesuatu yang dinamis dan berubah-ubah melalui proses interaksi dan interpretasi. Blumer menetapkan tiga asumsi dasar dalam teori ini, yaitu manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang mereka berikan kepada sesuatu tersebut, makna tersebut berasal dari interaksi sosial yang dialami manusia, dan makna tersebut dimodifikasi melalui proses interpretasi (Blumer, 1969).
  • Menurut Charles Horton Cooley, teori interaksionisme simbolik adalah teori yang menjelaskan bagaimana manusia membentuk konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Cooley mengenalkan istilah "cermin diri" (looking-glass self) untuk menggambarkan bagaimana manusia membayangkan bagaimana orang lain melihat dirinya, mengevaluasi dirinya berdasarkan persepsi tersebut, dan mengembangkan perasaan tentang dirinya sendiri. Cooley berpendapat bahwa diri adalah hasil dari interaksi sosial, bukan sesuatu yang bawaan atau ditentukan oleh faktor biologis (Cooley, 1902).

Dari definisi atau pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan teori interaksionisme simbolik adalah teori yang mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berkomunikasi dan berinteraksi melalui simbol-simbol yang memiliki makna bersama. Teori ini menunjukkan bahwa makna tidaklah berasal dari objek atau situasi itu sendiri, melainkan dari proses interaksi dan interpretasi yang dilakukan manusia. Teori ini juga menjelaskan bahwa diri dan masyarakat adalah hasil dari interaksi sosial yang terus menerus dan saling mempengaruhi.

Ada beberapa contoh kasus yang dapat menjelaskan penerapan teori interaksionisme simbolik dalam masyarakat:

  • Kasus 1: Penggunaan jilbab oleh perempuan Muslim di Indonesia. Jilbab adalah salah satu simbol yang digunakan oleh perempuan Muslim di Indonesia untuk menunjukkan identitas, nilai, dan keyakinan mereka. Jilbab memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap individu yang menggunakannya, tergantung pada interpretasi dan komunikasi mereka dengan lingkungan sosial mereka. Misalnya, bagi sebagian perempuan Muslim, jilbab adalah simbol ketaatan, kesalehan, dan kehormatan. Bagi sebagian lainnya, jilbab adalah simbol kebebasan, ekspresi, dan kreativitas. Bagi sebagian lagi, jilbab adalah simbol tekanan, diskriminasi, dan ketidakadilan. Makna jilbab juga dapat berubah seiring dengan waktu, tempat, dan situasi. Misalnya, jilbab dapat memiliki makna yang berbeda bagi perempuan Muslim yang tinggal di daerah mayoritas Muslim, minoritas Muslim, atau luar negeri. Jilbab juga dapat memiliki makna yang berbeda bagi perempuan Muslim yang berprofesi sebagai guru, dokter, politisi, atau seniman. Jilbab juga dapat memiliki makna yang berbeda bagi perempuan Muslim yang menghadapi situasi seperti pernikahan, perceraian, demonstrasi, atau pandemi. Dengan demikian, jilbab adalah contoh penerapan teori interaksionisme simbolik dalam masyarakat, karena menunjukkan bagaimana individu memberikan makna kepada simbol berdasarkan interaksi dan komunikasi dengan lingkungan sosial mereka (Ramadhani, 2016; Hidayati, 2017).
  • Kasus 2: Penggunaan emoji dalam komunikasi online. Emoji adalah salah satu simbol yang digunakan oleh individu dalam komunikasi online, seperti melalui media sosial, aplikasi pesan, atau email. Emoji memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap individu yang menggunakannya, tergantung pada interpretasi dan komunikasi mereka dengan lawan bicara mereka. Misalnya, bagi sebagian individu, emoji senyum adalah simbol kebahagiaan, kesetujuan, atau keramahan. Bagi sebagian lainnya, emoji senyum adalah simbol ironi, sarkasme, atau ejekan. Bagi sebagian lagi, emoji senyum adalah simbol ketidakpedulian, ketidaksungguhan, atau ketakutan. Makna emoji juga dapat berubah seiring dengan konteks, nada, atau tujuan komunikasi. Misalnya, emoji senyum dapat memiliki makna yang berbeda bagi individu yang berkomunikasi dengan teman, keluarga, atasan, atau asing. Emoji senyum juga dapat memiliki makna yang berbeda bagi individu yang berkomunikasi tentang hal-hal seperti pekerjaan, hobi, cinta, atau politik. Emoji senyum juga dapat memiliki makna yang berbeda bagi individu yang berkomunikasi dalam situasi seperti humor, konflik, pujian, atau permintaan maaf. Dengan demikian, emoji adalah contoh penerapan teori interaksionisme simbolik dalam masyarakat, karena menunjukkan bagaimana individu memberikan makna kepada simbol berdasarkan interaksi dan komunikasi dengan lawan bicara mereka (Evans, 2017; Miller et al., 2016).

Referensi:

Mead, G. H. (1934). Mind, self and society: From the standpoint of a social behaviorist. Chicago: University of Chicago Press.

Blumer, H. (1969). Symbolic interactionism: Perspective and method. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Cooley, C. H. (1902). Human nature and the social order. New York: Scribner's.

Nurul Fitri Ramadhani, “Jilbab, a symbol of many things”, The Jakarta Post, 8 Desember 2016

Nurul Hidayati, “The Meaning of Wearing Hijab for Indonesian Muslim Women”, Journal of Indonesian Islam, Vol. 11, No. 1, Juni 2017.

Vyvyan Evans, “How Emoji Conquered the World”, The Conversation, 18 Juli 2017.

Hannah Miller, Jacob Thebault-Spieker, Shuo Chang, Isaac Johnson, Loren Terveen, Brent Hecht, ““Blissfully Happy” or “Ready to Fight”: Varying Interpretations of Emoji”, Proceedings of the 10th International AAAI Conference on Web and Social Media, 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun