Gila...!!!, mungkin inilah kata yang pantas untuk mendeskripsikan Indonesia untuk beberapa hari ini. Bagaimana tidak kerusuhan yang berakar agama kembali menyeruak di Indonesia. Hari minggu lalu ketika beberapa tokoh agama sedang melakukan peringatan pekan kerukunan agama di Jakarta yang di sponsori oleh PBB. Di cikeusik, Pandeglang, Banten 1500 massa menyerang perkampungan warga Ahmadiyah di desa Umbulan. Warga Ahmadiyah pun melakukan perlawanan. Hingga berbuntut pada tewasnya tiga pengikuti Ahmadiyah di tempat, dan seorang berhasil diloloskan dalam keadaan luka parah.
Kemarin, 8 Februari, aksi anarki yang mengatas namakan agama kembali terjadi di Temanggung, Magelang, Jawa Tengah. Dipicu oleh keputusan Hakim pada persidangan di Pengadilan Negeri Temanggung yang memvonis terdakwa Antonius Richmond Bawengan selama lima tahun atas kasus penistaan agama.
Massa yang sejak dimulainya sidang telah menyesaki ruang pengadilan Negeri Temanggung untuk mengikuti jalannya sidang. Saat itu Jaksa Siti Mahanim menjerat Antonius dengan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama dan menuntut Antonius hukuman lima tahun penjara. Nah, ketika Hakim Dwi Dayanto hendak mengetok palu, pengunjung sidang mengamuk. Mereka mendesak Antonius, dijatuhi hukuman seberat-beratnya, bukan hanya lima tahun.
Amuk massa yang awalnya hanya berada di area pengadilan dan berhasil menghancurkan beberapa kendaraan dan sebuah mobil polisi, berhasil dibubarkan. Namun bukannya pulang kerumah masing-masing, massa kembali mengamuk dengan menghancurkan gereja Bethel dan gereja Pantekosta. Tidak puas massa yang beratribut ormas tertentu tersebut juga membakar sebuah sekolah yang berada di komplek gereja Bethel.
Rentetan kerusuhan ini menimbulkan berbagai syakwa sangka, seperti kecurigaan beberapa pihak terhadap pemerintah sebagai dalang dua peristiwa diatas dengan kedok pengalihan isu, agar masyarakat lupa akan berbagi kelemahan masyarakat. Ada pula yang berpendapat itu dikendalikan oleh oknum tertentu untuk kepentingan pihak-pihak yang membayar mereka.
Disini penulis memiliki analisa yang berbeda bahwa dua peristiwa di atas sengaja diembuskan pemerintah untuk memukul balik para tokoh agama yang beberapa waktu menampar pemerintah dengan memberi gelar sebagai PEMBOHONG rakyat.
Dengan begitu pemerintah bisa leluasa menyerang para tokoh agama dengan pernyataan, tokoh agama gak usahlah ngurusi pemerintah, urusi aja umat kamu yang lagi bentrok dan perlu bimbingan.
Yah, beginilah hidup di negeri para bedebah.
Wallahu a'lam bish showab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H