Tahun 2018 mungkin bisa dikatakan sebagai tahun yang penuh dengan bencana di Indonesia. Terutama bencana alam, mulai dari gempa bumi yang terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga di Palu dan Donggala. Selain gempa bumi, terhitung sejak akhir tahun 2018 hingga akhir tahun 2019, beberapa daerah di Indonesia juga mengalami bencana banjir. Hingga pada bulan Desember tahun 2018, Indonesia kembali diguncang bencana alam tsunami yang terjadi di Provinsi Banten dan Lampung.
Selain masalah tersebut, Indonesia juga tengah diuji bencana lainnya. Namun kali ini permasalahannya berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat, ialah gempa sosial. Gempa yang mengguncang Indonesia ini pada awalnya hanya sekadar obrolan ringan menjadi serius (baca: perdebatan) di media sosial hingga berdampak pada interaksi antar personal di masyarakat.
Kita berdebat dengan teman kita di dunia digital hingga dunia nyata dan melupakan dimana kita harus berhenti untuk berdebat. Isu-isu yang didebatkan pun bermacam-macam, mulai dari kondisi Indonesia sekarang, maupun kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait sesuatu.
Definisi dan Bahaya Gempa Sosial
Bagi sebagian pembaca, mungkin masih asing mendengar istilah gempa sosial. Sebenarnya gempa sosial itu tidak jauh berbeda dengan gempa alamiah yang sering terjadi di Indonesia. Perbedaan dari keduanya, jika gempa bumi merupakan bentuk bencana alam yang terjadi secara alami yang diakibatkan oleh pergeseran lapisan tanah atau lempengan bumi.
Sedangkan untuk gempa sosial, merupakan gempa yang terjadi pada situasi di masyarakat, bisa disebabkan secara alamiah, namun bisa juga disebabkan karena kesengajaan dari beberapa pihak.
Salah satu kesengajaan yang sering dilakukan oleh beberapa pihak adalah menyebarkan ujaran kebencian di ruang publik melalui media sosial. Media sosial menjadi salah satu "corong" informasi bagi sebagian orang, entah itu melalui instagram, twitter, maupun youtube atau media sosial lainnya.
Kemudian dari status tersebut, dibaca dan orang-orang terpengaruh atas pemikiran yang disampaikan tersebut. Gerakan tersebut memang sulit untuk dinyatakan sebagai gerakan terorganisir. Namun menurut saya, gerakan tersebut diorganisir oleh beberapa pihak. Dengan beragam faktor yang menjadi motif untuk menggerakan sikap intoleransi dengan balutan agama.
Penyulut Gempa Sosial
Namun untuk melangkah lebih jauh, saya perlu juga menjelaskan yang menjadi penyebab gempa sosial ini bisa muncul dan terus meningkat di masyarakat. Menurut saya, ada 2 (dua) faktor yang menjadi penyebab muncul juga bisa meningkatkan intensitas gempa sosial.
Pertama, faktor internal masyarakat. Dalam internal masyarakat, biasa ada tokoh yang menjadi panutan atau percontohan sehingga permasalahan apapun yang terjadi di suatu masyarakat, tokoh tersebutlah yang sering didengar sehingga berpengaruh pada sikap masyarakatnya.