Bulan ini merupakan bulan yang sudah ditunggu-tunggu oleh para kontestan politik. Hal ini disebabkan pada timeline yang sudah ditetapkan oleh KPU sejak jauh-jauh hari sebagai bulan awal untuk berkampanye secara resmi.
Efeknya dapat kita lihat bersama, dipinggir jalan, tiang listrik, serta beberapa tempat strategi yang mudah dilihat terpampang foto salah satu calon, entah legislatif pada tingkat daerah atau nasional bahkan calon presiden.
Selain media konvensional, metode yang digunakan oleh para calon untuk berkampanye melalui media digital. Dampaknya, tentu dapat ditebak,  beranda di media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan yang lainnya dipenuhi oleh foto calon, itu pun kalau kita berteman atau memfollow akunnya. Kalau tidak, ya tentunya beranda kita mungkin tidak ada yang berkampanye, terkecuali ada teman kita yang menjadi tim pendukung dari calon legislatif atau presiden.
Kalau ngomongin masalah kampanye, saya jadi teringat beberapa hari yang lalu di twitter. Pada saat itu, tengah ramai diperbicangkan mengenai kampanye dari tim Prabowo di Jogja dengan menggunakan lagu beraliran rap yang saat itu tengah booming, yaitu Jogja Istimewa.
Awal-awalnya sih saya juga kagum dengan kreativitas dari tim kampanyenya Pak Prabowo, karena dia menggunakan instrumen lagu tersebut namun liriknya mereka ganti. Meskipun sebenarnya kalau berbicara Jogja, tidak heran. Soalnya saya pernah kesana sebanyak dua kali dan saya melihat sendiri kreativitas dari para seniman yang ada disana.
Namun kekaguman saya justru hanya sebentar, karena setelah saya melihat percakapan dari twit tersebut, salah seorang dari akun tersebut mengomentari mengenai konsep kampanyenya dan merasa hak cipta dan intelektualnya terenggut.
Akun tersebut bernama Marzuki Mohamad atau biasa dikenal dengan nama Kill The DJ yang bernama asli Marzuki Mohamad. Pembaca tentu sudah menduga dia itu siapa, dia adalah pencipta serta yang mempopulerkan lagu Jogja Istimewa.
Pada akun pribadinya, Marzuki Mohamad merasa gusar karena lagu yang sudah diciptakannya dengan semudah itu digunakan, namun mengalami perubahan pada lirik lagunya. Ah, betapa menjengkelkannya ketika saya melihat percakapan itu. Penyebabnya sih sederhana, karena ternyata ketika para pendukung dari Prabowo ini tidak berkomunikasi untuk meminta izin terlebih dahulu guna menggunakan lagu tersebut dalam berkampanye.
Lebih menjengkelkannya lagi, setelah saya membaca berita di detik.com, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo sudah menyatakan bahwa dia enggan meminta maaf atas perbuatan dari relawannya.
Belum Meminta Izin
Bagi sebagian pembaca mungkin sikap saya yang kesal menganggapnya berlebihan. Namun saya memiliki alasan yang cukup dipikirkan oleh para pembaca yang budiman.