Mohon tunggu...
abdi gunawan
abdi gunawan Mohon Tunggu... -

Quality Control of Food and Beverages

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kesederhanaan untuk Masa Depan

27 April 2016   08:05 Diperbarui: 27 April 2016   08:40 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia dengan keseimbangannya mengharuskan Kita melihat berbagai fenomena kestabilan di sekitar Kita. Panjang atau pendek, kurus atau gendut, keindahan atau kejelekan, dan hal lainnya yang dengan mudah Kita sebut dalam keseharian. Ya, itulah dunia, sehingga tidak ada alasan bagi Kita untuk mengklaim ketetapan Tuhan adalah perkara yang “menyesakkan” dada.

Mungkin sebagian orang mampu dalam mengkonsumsi sumber daya sehingga Mereka digolongkan ke dalam golongan “Mapan”. Ada juga golongan yang merupakan sisi terbalik dari golongan mapan ini. Golongan yang serba susah untuk bisa memanfaatkan apa yang disediakan alam untuk mereka.

Tulisan ini tidak untuk mengajarkan Kita bagaimana benar-benar tahu dengan pelajaran dua sisi mata uang. Namun satu hal yang sering sama-sama Kita rasakan saat ini adalah ketika Kita memiliki selembar uang seratus ribu, ingin rasanya Kita memiliki  lembaran kedua, ketiga dan kesekian.

Memang inilah sifat alamiah manusia. Rasa tidak puas dan selalu ingin menambah asset hidup menjadi “cambuk” yang memaksa Kita untuk harus terus bekerja keras sepanjang hari, sepanjang kilometer dan sepanjang cuaca. Poin utamanya adalah “Kemapanan Hidup” dan tidak dapat dihindari walaupun Kita tidak hidup pada suasana Kerajaan Hindu di masa lampau, Kita sendirilah yang membentuk sistem kasta dalam kehidupan Kita. Ada golongan Si Penasihat, Si Kaya, Si Miskin dan Si Pekerja Keras. Golongan yang paling ekstrem terlihat adalah Si Kaya dan Si Miskin, sedangkan dua golongan lainnya secara alamiah melebur ke dalam Si Kaya dan Si Miskin.

Memang tidak ada dosanya seseorang menjadi kaya dan tidak ada hinanya seseorang menjadi miskin. Kesalahan itu terletak pada rasa ketidakpuasan yang ada di dalam hati. Jika penyakit ini sudah ada di dalam hati Si Kaya ataupun Si Miskin maka apapun urusannya maka tidak akan pernah selesai.

Peristiwa sederhananya adalah setiap tanggal 1 Mei yang dirayakan tiap tahun. Selalu ada pengaduan dan keinginan agar sejumlah gaji yang telah diterima selama ini untuk terus ditambah. Bukan nominalnya yang salah, namun rasa puas di dalam hati, itu yang harus diperbaiki.

Banyak berita yang menyebutkan mereka yang dari golongan biasa mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi bahkan hingga keluar negeri. Pendapatan yang biasa jika dilihat pada umumnya, namun dapat menyekolahkan anak mereka hingga sarjana, Hebat !. ini adalah contoh sederhana nominal tidak menjadi penyebab utama ketidakmampuan hidup.

Lalu apakah mereka yang tiap tahunnya menuntut kenaikan upah juga mutlak salah. Mereka tidak salah. Mereka boleh saja meminta kenaikan. Mereka boleh saja melakukan aksi. Namun sebelum mereka melakukan itu semua, haruslah setiap individu melihat isi dapur rumahnya. Jika kenaikan ini digunakan untuk mengganti motor bebek menjadi “Moge”, tas Tanah Abang menjadi tas “branded”, mobil kijang menjadi mobil MPV, apakah perbuatan itu wajar. Ini perkara hati dan tidak semua orang dapat menerimanya.

Rasa syukur dan kesederhanaan itulah yang harus dimiliki setiap orang. Memang hal ini tidak mudah, apalagi untuk mereka yang sudah terlanjur berkeluarga dan mata yang tidak terjaga melihat silaunya dunia. Namun jika Kita tidak mau memulainya dari sekarang maka sulit dihindari jika masa pensiun tiba Kita tidak mampu berdiri sendiri karena selama ini hanya mengandalkan gaji dan adanya serangan nafsu yang begitu besar. Harus dan harus dimulai untuk mau menyederhanakan keinginan dan bertindak berdasarkan prioritas, tentunya disertai dengan sikap berhemat dan mengolah keuangan yang ada saat ini untuk jangka panjang. Sebab mau tidak mau, suka atau tidak suka setiap pekerja akan pensiun dan Si Kaya belum tentu akan peduli lagi kepada Kita jika ikatan kerja sudah tidak ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun