Mohon tunggu...
abdi gunawan
abdi gunawan Mohon Tunggu... -

Quality Control of Food and Beverages

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Pangan Indonesia yang Sehat, Aman, dan Bergizi

20 April 2015   17:33 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 1823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Pangan merupakan kebutuhan vital makhluk hidup, tak terkecuali manusia. Tidak hanya makanan, minuman pun dikategorikan ke dalam jenis pangan. Konsumsi makanan dan minuman yang cukup akan menjadi sumber pemenuhan energi dan gizi bagi tubuh manusia. Namun, jumlah asupan pangan yang dikonsumsi bukanlah dasar penilaian seseorang itu dapat dikatakan sehat.

Makanan dan minuman yang akan dikonsumsi harus mengikuti standar pangan yang sehat, aman, dan bergizi. Standar ini dapat dilihat dari proses penyediaan bahan baku, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan konsumsi pangan itu sendiri oleh konsumen. Standar pangan yang sehat, aman dan bergizi di Indonesia dan umumnya di sebagian besar negara di dunia harus mengikuti standar mutu pengolahan pangan yang berlaku di negara tersebut.

Di Indonesia, proses standar pengolahan pangan ini telah diatur dengan baik oleh BadanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan LP POM MUI. Lalu bagaimana sebenarnya ciri-ciri pangan yang sehat, aman, dan bergizi. Berikut penjelasannya :

Pertama, pangan yang sehat, aman dan bergizi adalah pangan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seseorang untuk dapat hidup sehat dan produktif.Pangan (makanan dan minuman) tersebut harus bersih, tidak kadaluarsa, dan tidak mengandung bahan kimia dan mikroba yang berbahaya bagi kesehatan.

Kedua, pangan yang sehat, aman dan bergizi harus dapat memenuhi kebutuhan rata-rata kecukupan gizi dan protein. Berdasarkan PMK No. 75 Tahun 2013 tentang “Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia”, seseorang harus dapat memenuhi rata-rata kecukupan gizi dan protein 2150 kkal dan 57 g protein per hari pada tingkat konsumsi. Jumlah angka kecukupan gizi (AKG) ini ditentukan oleh kelompok umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Kurangnya jumlah kalori yang dikonsumsi berdampak pada kurangnya gizi sehingga individu yang bersangkutan lebih rentan sakit. Jumlah kalori berlebih pun juga membuat seseorang rentan terkena obesitas yang nantinya dapat menimbulkan penyakit baru seperti jantung koroner, stroke, gangguan pernapasan dan lain sebagainya.

Ketiga, pangan yang sehat, aman dan bergizi tidak boleh mengandung zat yang syubhat (meragukan) dan haram. Hal ini bukan disebabkan mayoritas warga Indonesia yang beragama Islam. Namun menurut LP POM MUI, pangan halal dan thoyib (baik) merupakan makanan yang high quality dari segi kandungan gizi, pengolahan dan cara mengkonsumsinya.

Apabila ketiga hal tersebut dapat diterapkan dengan baik bagi tiap warga Indonesia, maka impian pemerintah untuk mewujudkan bangsa yang maju, cerdas dan sehat dapat dengan mudah dicapai. Namun aktual di lapangan, tidak semua warga Indonesia peduli dengan apa yang mereka konsumsi. Menurut BPS (2012) sebanyak 11.37% (28.07 juta) warga Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan 2100 kkal per hari. Ditambah lagi beberapa kasus produk pangan yang muncul di media massa seperti brownies ganja, bakso boraks dan berformalin, pencampuran minyak babi, menambah buruk image produk pangan Indonesia.

Banyak factor yang menyebabkan warga Negara Indonesia tidak mampu mengakses pangan yang sehat, aman dan bergizi. Berbedanya akses dalam mengkonsumsi pangan dari aspek ekonomi dan fisik menjadikan tidak semua warga Negara Indonesia dapat memenuhi dirinya dengan makanan yang sehat, aman dan bergizi.

Masyarakat dengan tingkat ekonomi cukup tentu lebih banyak dalam mengkonsumsi jenis pangan. Mudahnya memperoleh jenis pangan di daerah perkotaan pun menjadikan alasan riil warga perkotaan dapat dengan mudah mengakses fisik pangan yang mereka inginkan. Lalu bagaimana dengan warga Indonesia yang berada dalam tingkatan ekonomi kurang mampu dan bertempat tinggal di daerah terpencil. Beberapa hal ini dapat dilakukan untuk mengantisipasi kondisi ini di Negara Ibu Pertiwi yang kita cintai.

Pertama, berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, ada 13 kelompok makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kecukupan kalori per hari yaitu : (1) padi-padian; (2) umbi-umbian; (3) ikan; (4) daging; (5) telur dan susu; (6) sayur-sayuran; (7) kacang-kacangan; (8) buah-buahan; (9) minyak dan lemak; (10) bahan minuman; (11) bumbu-bumbuan; (12) konsumsi lainnya; dan (13) makanan dan minuman jadi.

Pemilihan jenis makanan untuk tiap kategori bagi warga Indonesia tidak harus dengan memaksakan diri mengeluarkan biaya mahal untuk dapat mengakses jenis makanan tersebut. Misalnya padi-padian, untuk warga Indonesia dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dapat dengan mudah memilih jenis beras yang mahal, sedangkan untuk warga kurang mampu cukup dengan membeli beras dengan kualitas lebih rendah atau beras subsidi dari Bulog.

Pada dasarnya sistem pencernaan Kita, tidak mengkategorikan jenis beras yang dicerna. Sistem pencernaan Kita selalu mengolah semua jenis makanan yang Kita konsumsi. Namun pola pikir yang terjadi di masyarakat Kita adalah “harus membeli beras dengan kualitas bagus dan mahal”. Pola pikir seperti ini yang pada akhirnya mempengaruhi masyarakat kurang mampu untuk terus memaksakan diri membeli beras yang mahal.

Kedua, makanan yang akan dikonsumsi harus dicuci bersih dan dimasak hingga matang dan merata. Sebab, kondisi makanan yang kurang matang lebih berpotensi menimbulkan masalah baru yang berbahaya yaitu tumbuhnya mikroba patogen. Menurut Winarno (1993) pada umumnya minuman jajanan relatif lebih banyak kandungan bakterinya yaitu rata-rata 105 CFU/ml (colony forming unit). Tingginya kontaminasi tersebut menunjukkan penggunaan air yang tidak bersih dan tidak dimasak hingga benar-benar matang.

Ketiga, membudayakan kebiasaan menanam. Bagi warga di pedesaan dapat dengan mudah menanam jenis pangan yang akan mereka konsumsi. Bagi warga perkotaan dengan lahan sempit dapat membudidayakan pangan seperti buah dengan menanam di pot-pot yang dapat disusun dengan rapi di halaman rumah atau dengan memanfaatkan taman kota. Hal ini sangat bermanfaat. Selain menghindari makanan yang tidak sehat, hal ini juga menjadi sarana untuk mendapatkan makanan yang halal.

Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk dapat mengakses pangan yang sehat, aman dan bergizi. Semuanya kembali diserahkan pada kesadaran masing-masing individu akan pentingnya makanan yang sehat, aman dan bergizi. Ingat, apa yang Kita tanam saat ini, itulah yang akan Kita petik dikemudian hari. Ayo bersama Kita wujudkan bangsa yang maju, cerdas dan sehat untuk diri Kita, keluarga dan Bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun