Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Pendidikan

Penulis, Peneliti dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sang Nabi Kematian Tuhan: Friedrich Nietzsche (1844-1900)

5 Februari 2019   10:26 Diperbarui: 5 Februari 2019   10:51 2257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: chechar.files.wordpress.com

Kita tentu tidak bisa menghindari kenyataan aksiomatis bahwa pemikiran orang ini memiliki efek mendalam pada masyarakat abad ke-20. Ya, Friedrich Wilhelm Nietzsche mendobrak peradaban fana ini dengan beberapa teks kritis terhadap agama, moralitas, budaya kontemporer, filsafat dan ilmu pengetahuan, serta menampilkan kesukaan untuk metafora, ironi dan pepatah. 

Sehingga pada akhirnya, dunia yang kita diami ini mengenal sosok Nietzsche sebagai tokoh pertama dari eksistensialisme modern yang ateistis. 

Dengan arogansi pemikirannya, Nietzsche juga pantas digelari sebagai 'nabi kematian tuhan'. Dan memang pada kenyataannya, bahwa sepanjang hidupnya, Nietzsche menderita ketidakhadiran Tuhan. 

Namun ketika Nietzsche melihat betapa dramatisnya keadaan manusia tanpa Tuhan, dia pun memanggil Tuhan kembali: "Datanglah kembali, ya Allah yang tak dikenal, dukacita saya, bahagia saya yang terakhir" (Also sprach Zarathustra, J 1.4). Meskipun pada akhirnya Nietzsche tidak dapat percaya lagi, namun dia pun mengharapkan bahwa pemikirannya keliru, dengan berkata: "Hidup saya itu sekarang hanya tinggal harapan bahwa semua berbeda dari pendapat saya..." (dalam Hamersma Harry, 2014:56).

Dalam karya yang sangat kontroversial berjudul "Die Frohlice Wissenschaft" atau "Ilmu yang Ceria", Nietzsche menceritakan tentang seorang gila yang pada siang hari masuk ke dalam keramaian pasar dengan sebuah lentera, sambil berseru: "Kemana Allah telah pergi? Saya akan beritahukan kepada kalian, kita telah membunuh-Nya, kalian dan saya. Kita semuanya pembunuh-pembunuh Allah .... Allah sudah mati. Allah tetap mati...Apakah ukuran perbuatan ini tidak terlalu besar untuk kita? Apakah kita tidak harus menjadi ilah-ilah sendiri, supaya kita pantas untuk perbuatan ini? Tidak pernah akan dijadikan perbuatan yang lebih besar, dan semua orang yang akan lahir setelah kita, masuk oleh perbuatan kita dalam suatu periode sejarah yang lebih mulia daripada semua periode sampai sekarang" (Busthan Abdy, 2018: 119-121).

Di sini orang gila terdiam sambil mengamat-amati pendengar-pendengarnya. Mereka (pendengarnya) terdiam dan heran. Akhirnya, dia (orang gila) melemparkan lenteranya ke atas tanah sehingga pecah dan mati, lalu ia mengatakan... "Saya datang terlalu cepat, waktu saya belum sampai....". Ya, pemakluman "kematian Tuhan" merupakan salah satu unsur utama dari pemikiran kembali tentang nilai-nilai yang dianjurkan seorang Nietzsche. 

Nietzsche menegaskan tentang sejarah dua abad kemudian yang akan datang. "Saya mengumumkan kelahiran nihilisme". Bahwa Allah telah mati dan meninggal, karena itu hadirlah sengsara, susah, putus asa dan huru-hara. Dengan tegas, Nietzsche mendeklarasikan dirinya sendiri dengan sebutan "nihilis sempurna yang pertama". Jalan ke nihilisme adalah agama Masehi.

Dalam agama Masehi, semua nilai kemudian diputarbalikan. Agama Masehi mengatakan "tidak" terhadap dunia dan alam, terhadap kebanggaan, kesukaan, badan, dan terhadap manusia. Dalam agama Masehi, Tuhan adalah lawan dari kehidupan manusia. Allah disebut 'jiwa'. Kebanggaan menjadi 'kerendahan hati' dan hidup yang nyata menjadi 'surga'. 

Itu sebabnya gagasan pemikiran  Nietzsche adalah anti-Kristiani (anti-moralistis, anti-demokratis, anti-sosialistis, anti-intelektualistis, anti-feministis, anti-pesimistis). Menurut Nietzsche, Allah dan surga itu diciptakan oleh manusia "kecil" dan "sederhana" yang penuh dengan kedengkian terhadap yang kuat dan yang besar. 

Dalam karyanya berjudul "Der Antichrist" (1888), Nietzsche mengatakan bahwa hanya ada dua jenis orang dan dua kasta, yaitu kasta yang tinggi dan kasta yang rendah. Kasta yang tinggi, terdiri dari orang yang berani hidup tanpa Allah dan moral. Sehingga kasta ini mengandung makna 'Superman'. Kasta yang rendah, terdiri dari orang-orang Kristiani yang dijuluki sebagai kasta 'Candala', yang selalu berperang dengan kasta yang paling tinggi. 

Kasta ini membutuhkan Allah, tetapi Allah mereka telah mati bersama semua 'ilah' dari seluruh agama dari semua zaman yang ada. Setelah kematiann semua 'ilah' ini, maka mulailah muncul zaman modern, yaitu zaman manusia yang menjadi ilah sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun