Mohon tunggu...
Abdillah Muhammad
Abdillah Muhammad Mohon Tunggu... -

Bukan penulis apalagi jurnalis, karena fikiran seperti bola yang bisa digiring dengan kata dan baris tulisan. Debat tak kenal menang, caci hanya membenci biarlah tulisan apa adanya sebagai tanggung jawab diri di peradilan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hai Anak Krakatau, Kamu Itu Indah

26 Desember 2018   20:13 Diperbarui: 26 Desember 2018   21:01 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit manusia ingin bertemu kamu
Karena ibumu dulu menabur batu ke angkasa
Bukan cuma indonesia tapi itu eropa katanya juga terasa
Iya itu dulu, mungkin ibumu bosan dan mengadu pada Pencipta
Sang penciptapun mengizinkannya

Hai Anak krakatau jangan kau ingat mama
Panggilan pada ibu itu sangat menyakitkan
Menyakitkan jika sang ibu tidak kelihatan
Aku tahu betapa sakitnya ingat mama
Aku tahu betapa mendetumnya langit bumi jika terbayang mama

Langit tak selamanya kuat mengatapkan amarahmu
Lautan digoyahkan siapa manusia punya mampu bendungannya?
Udara kau invasi, mana lagi makhluk di bumi bisa bertahan?

Hai Anak krakatau, kamu telah besar
Badan kau timbun, langit kau sembur
Ya! kau ingin tunjukkan kekuatan dan ancaman
Kepada manusia yang serakah
Manusia yang kini saling hujat dan bersumpah serapah

Tapi wahai AGK, kau perlu tahu, di mataku kamu tetap indah
Lihatlah kenangan kecil buku gambarku
Selalu ada kamu bersanding matahari
Ini juga beberapa lembaran ada kamu bersama perahu nelayan

Sudahlah jangan berteriak lagi, dan jangan memanggil mama
Katakanlah dalam hati aku anak mama yang pandai dan mandiri
Diamlah di sana dan biarkan tangan-tangan kecil menggambar dirimu
Diamlah dan berhembuslah dengan kasih
Banyak pelancong dari jauh untuk mendapatkan cantik dirimu ketika malam
Urailah cahaya merah ke langit dengan indah
Sperti biasa, bangunlah dirimu besar mandiri tanpa amarah

Cukup sudah ratusan, jangan sampai ribuan apalagi jutaan
Kepada Pencipta kami bertaubat
Semoga Dia menahan iziNnya
Saat dirimu menyaksikan angkuhnya kami.
Air mata dan darah kami ini sudah bercampur lautan
Rumah dan makam kami telah jadi daratan
Banyak bocah kecil tak lagi berpangku mama

Tenanglah tenang di sana, bermain seperti biasa

Wahai Anak Gunung Krakatau
Kamu itu Indah...

Liwa - Lampung Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun