Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dari Chatting, Aku Meresahkanmu

11 Desember 2020   20:35 Diperbarui: 11 Desember 2020   20:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidakkah kau merindukanku?"

Sepenggal pesan terpapar pada layar ponselku yang kau kirim padaku tadi malam.

Dengan sigap aku mengetik lalu membalas pesanmu itu dengan kalimat seperti ini:

"Sudah cukup banyak rindu bertebaran sana-sini yang tumpah ruah atas namamu.
Namun aku dilanda perasaan takut, takut mengungkapkan kata yang saat ini beranak pinak hingga penuh sesak berdesak-desakan."

Sebuah kata yang mampu membentuk ruang-ruang sendu sekujur tubuh dan dibatasi selisih waktu yang tidak merestui untuk menumpahkannya.
Aku tak ingin jika pada akhirnya, aku hanya menjadi seorang penepis sepi dari ramainya hatimu merindukan seseorang yang bukan aku.

Kemudian dua centang yang semula berwarna abu-abu berubah menjadi warna biru. Beberapa detik kemudian di bawah nama kontakmu tertulis 'sedang mengetik ...'

Tring ...! Sepenggal kalimat darimu kembali menghiasi layar ponselku, 'Aku tidak sekejam itu.' balasmu singkat.

Ternyata kau tidak seperti biasanya yang hanya membaca, namun kali meluangkan sedikit waktu untuk membalas walau singkat.

Dengan perasaan penuh tanda tanya dan ragu-ragu aku membalas menanyakan, sekedar memastikan bahwa yang membalas itu adalah kau sendiri.

Mungkin untuk meyakinkanku kau pun mengirimkan voice note yang berisi suaramu sendiri, 'Ini aku sendiri, si gadis pipi berlesung yang selalu kau kencani diam-diam dalam syairmu.'

Setelah mendengar bahwa itu adalah kau sendiri, seketika itu segala resahku seakan menemukan penawarnya.
Resah yang tumbuh dan berakar dalam pikiranku sendiri, bahwa hanya aku saja yang tertatih, melangkah dan merindu sendiri pada sosok wanita sepertimu.

Ternyata aku salah, terima kasih telah menghempas gundah gulana yang merajai.
Kau benar kali ini, kau tetaplah si gadis mata salju yang tanpa malu-malu aku ikat sekuat simpul mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun