Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mayapada Melati Putih, Kekasihku

18 November 2020   16:16 Diperbarui: 18 November 2020   16:16 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mayapada kekasih hatiku yang selalu mencoba menjadi lentera bagi diriku. Terima kasih dan salam hangat dariku. Sebuah kecintaan akan  wejangan-wejangan tulusmu yang sarat nilai dan makna. Maafkan atas ketidak mampuanku dalam menjangkau kemungkinan-kem
ungkinanmu.

Apakah kemudian engkau bisa memaafkan aku, aku harap demikian. Karena sulit untuk sendiri saja. Aku harap ada setitik atau setidaknya secercah harapan untuk kemudian kita bisa saling bersama. Dalam sebuah pertalian kasih yang mungkin dapat membangun kehikmatan serta kearifan-kearifan.

 Semoga bukan sebuah skematik. Dan juga bukan sebuah klise yang rumit. Atau sebuah streotif yang unik semata. Aku harap kemungkinan yang selalu hikmat dan rahma.

Ini mungkin juga stansa tiga dari sebuah lingkaran nada pada lagu-lagu. Dan seolah-olah sebuah stafet serta sebuah skema lama. Ada biji yang tak berisi pada sekumpulan biji kering padi yang dijemur di pinggir jalan. Ada juga bunga berwarna orange yang sedang segar-segarnya. Sebuah lagu mengalun dari radio yang lewat di jalan beraspal tapi berlobang. Lalu kemudian dering telepon genggam di saku seorang yang berpakaian dinas dengan lambang burung pada lengan.

Pengasingan diri yang kemudian utuh pada stansial kehidupan bercinta. Sebuah dramatisasi keniscayaan pada stafet nilai dan sfesipikasi keindahan. Menjadi sebuah bagian dan yang menjadi rumit untuk aku katakan sebuah kunciran pada kertas-kertas. Kita mungkin adalah bagian terpenting dari sebuah keberagaman dan sebagai yang kemudian menjadi sesuatu yang mencoba berbagi rasa.

Kesetiaan adalah kunci dari kemungkinan-kem
ungkinan. Apakah kita kemudian menjadi sebuah bintang yang berpijar indah di kala malam. Ada sebuah teka-teki tersendiri. Seperti bagaimana kita bisa saling akur. Lalu menjadi sebuah dialektika yang hikmat dan penuh kearifan. Tidak ingin berdebat. Tapi ingin rasanya untuk berdiskusi tentang bagaimana menjadi kelembutan yang penuh keserasian dan indah. Kenikmatan yang kemudian dapat kita nikmati dalam sisa-sisa umur.

 Mungkin saja pada keadaan setelah mati atau sesuatu yang tak jelas tapi penuh sensasi kedamaian yang lembut. Apakah sebuah sarkasme dapat menjadi candu estase yang membangun kebaikan-kebaik
an untuk sebuah perjalanan. Apakah bulan Juni sebuah bulan penuh cinta? Ataukah Kamboja adalah lambang kelembutan persahaabatan.

Ada kisah yang rumit dan kadang sulit aku kembali dendangkan padamu. Setelah ini, bisakah kita menjadi kapas-lenbut atau jerami yang empuk. Ini kemudian yang enggan ingin aku tinggalkan begitu saja. Sebuah ketiranian atas sebuah hubungan. Mungkin kita bisa saja menyisakan luka pada kekasih. Atau kita coba libatkan sedikit harapan semu atau setidaknya menahan diri untuk tiidak melakukan sesuatu.

 Oh... Pada yang memiliki cinta dan kekasih yang lembut nan anggun. Kepadamu sebuah harapan kecintaan serta romantisme yang unik serta runut membasuh luka-luka. Terima kasih dan semoga serta limpahkanlah karuniah kasih dan keizinan untuk tetap menjadi bagian yang lembut serta indah dalam perjalanan. Sebuah tiket menuju sesuatu yang mungkin akan rumit terjelaskan atau sulit di pahami namun semoga engkau memberi keizinan untuk kami berada pada kebaikan-kebaikanmu. Amin.

Sebuah stansasi pada sebuah skematisasi. Aklamasi nasional yang rasional. Semoga sebuah kelembutan menuju Rahmat untuk kita menjadi kesaih. Padamu yang kemudian sedang runutnya membangun cita dan cinta. Seikat bunga dan sekalung coklat. Sebagai rindu padamu, tetaplah menjadi mahar putih yang lembut.

Kediri, 18 Oktober 2020
Buah Karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun