Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hadirmu Menjawab Rindu

4 November 2020   18:43 Diperbarui: 4 November 2020   18:44 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Belum habis
Kopi malamku temui ampas
Suaramu begitu merdu
Merayu-rayu daun telingaku
Hadirmu menjawab rindu
Tibamu mengusir lelah
Bahasa indahmu tetap melekat
Biar kita tak lagi dekat
Izinkan aku mengatakan rindu
Bahwa kaulah harapan dari sebuah temu
Dan, kita pasti berjabat di lain waktu
Bahkan hanya sebatas sapa

Hadirmu Menjawab Rindu
______________
Teruntuk gadis yang kusebut Nyah. Sebuah muara rasa terus mengasa. Pekat dinding-dinding hitam menyimpan berpuluh-puluh makna. Dan, setiap gambar-gambar di dinding terus ditatap dengan hati yang paling dingin. Sampai, kau sodorkan kopi hitam di tampungan berwarna hijau.

Sempat jemariku kaku bergerak memberi sambutan dari uluran tanganmu. Tapi, aku membendung rasa malu dalam-dalam. Antara suara-suara yang semakin gaduh, kau tawarkan diri pada senyuman yang paling memikat.

Kekikukan semakin meronta dan mengkerucut. Kau lemparkan aku beberapa tanya. Tapi, bibirku lebih memilih jeda, agar ada kejutan kecil yang kutampakan ketika menjawab setiap tanyamu.

Adakah kau merasakan getaran bibir ketika kita saling berucap? Apakah kau pun menyimpan sedikit rasa gerogi? Dan, semoga bukan tekanan dari orang lain untuk menghibur hatimu.

 Sebab, aku mau, semua yang kau lakukan atas kehendakmu sendiri. Semua yang kau bahasakan karena memberi perlakuan baik lantaran sebagai manusia berbudi-adat.
Hadirmu di sisiku terlalu cepat. Padahal, antara kau dan aku hanya sebatas raga yang tak ingin menyatu.

Kita mau tetap akrab, tapi tak ingin saling memiliki. Apakah hadirmu ingin membuka pintu harapan? Atau datangmu sebatas membuka ruang baru?
Tibamu seperti mengusir lelah. Raga yang dari tadi menunduk dan memilih diam, terus diajak pada sederet kata-bahasa pancingan.

Dan, masih saja bibir ini belum berani. Sebab, aku ingin memilih jadi pendengar setia, ketimbang menjadi pembicara yang terus berkuasa tanpa memberi peluang kepada orang lain.

Nyah, Izinkan aku mengatakan rindu lebih awal, karena lingkaranmu akan memulai pertemuan. Iya, aku rindu pada cahaya inspirasi yang kau pancarkan. Dan, aku mau cahaya itu tetap terang dalam jiwaku. Biar kau tetap seperti sumbu kalimat yang terus berbaris.

 Dan, mengajak ingatan untuk kembali berimajinasi menulis tentangmu.

"Apakah masih ada kesempatan di lain waktu untuk kita saling berjabat?" Tanyamu tiba-tiba menghapus lamunan nyaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun