Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Perspektif Sastra dalam Kehidupan

18 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 18 Oktober 2020   09:28 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyair: Pixabay.com

"Nak, tataplah dunia ini dengan ilmu
Sungguh ia tidak lebih besar dari tempurung kelapa
Jika kau ingin menggenggamnya
Belajarlah sastra!
Dan kelak kau mati, Nak
Biar ragamu lenyap, tapi karyamu tidak
Namamu kan harum dikenang khalayak
Sebab karyamu senantiasa hidup melekat"

Sastra dalam Islam disebut dengan adab. Dalam keseharian dapat dikaitkan dengan kesopanan, kesantunan, atau dengan istilah kelembutan kata.
Sudah tentu untuk menilai sikap dan tingkah laku seseorang kita melihatnya dengan adab.

Baik dengan melihat kesopanannya, kesantunannya, atau dengan kelembutan tutur katanya saat bicara. Namun defenisi adab di dalam sastra jauh lebih besar daripada itu.

Menurut Buya Hamka, "Sastra adalah Sesuatu yang dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa." Sebab sastra memberikan ruang berekspresi yang mengajarkan manusia untuk lebih mengenal sebuah etika dan estetika.

Selain itu, sastra juga dianggap sebagai perlawanan dingin yang membunuh mental. Sastra dapat dikatakan pula bait lembut yang mampu merobohkan ke angkara murkaan. Ini terbukti ketika kita mampu melawan amarah atau ancaman dengan retorika menawan, tentu itu adalah pedang yang paling menyayat.

Semua ucapan disampaikan dengan kepahaman yang mendalam akan gagasan dan ide, setiap kata bermakna mengeluarkan energi positif untuk melawan sebuah kebebalan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidina Umar,

 "Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, sebab sastra akan mengubah yang pengecut menjadi pemberani."

Sayyidina Umar adalah sosok yang sangat mencintai sastra. Kemahirannya dalam bersyair tak mampu ditandingi oleh masyarakat arab. Ali ibn Abi Thalib pun demikian. Beliau sosok menawan atas kecintaan akan ilmu. Kelebihan dalam bersastra tak diragukan lagi.

Dan Sayyidina Ali mengungkapkan, "Semua penulis akan mati. Hanya karyanya-lah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti."

Nah, mari bersastra!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun