Peneliti Agus Joko Pitoyo menjelaskan, mempelajari sejarah dan perkembangan sektor informal amat penting guna memahami konteks dan karakteristiknya. Sektor informal awalnya menjadi topik akademis di Ghana pada tahun 1973 dan saat itu mengalami peningkatan besar baik di negara maju maupun berkembang (Hart, 1973; Portes et al., 1989). Banyak materi yang sudah mengemukakan asal usul dan perkembangan sektor informal.
Misalnya, Berger dan Buvinic (1989) memberikan gambaran rinci mengenai pertumbuhan sektor informal dari berbagai perspektif. Ada empat materi konseptual yang bisa dipergunakan untuk menganalisa munculnya sektor informal: pendekatan surplus tenaga kerja, pendekatan neo-Marxis, pendekatan bawah tanah, dan pendekatan neoliberal. materi surplus tenaga kerja memberi pernyataan bahwa perkembangan sektor informal terhubung dengan konsep penawaran dan permintaan tenaga kerja. Menurut materi ini, sektor informal ada sebagai solusi atas keterbatasan sektor formal dalam menyerap kelebihan tenaga kerja dikarenakan oleh tidak sempurnanya pasar tenaga kerja formal.Â
Lain dengan materi surplus tenaga kerja, pendekatan neo-Marxis memandang sistem kapitalis, dengan tanda konsentrasi modal dan peyaluran produksi yang tidak seimbang, sebagai pemicu tumbuhnya sektor informal. Dominasi sistem perekonomian kapitalis menimbulkan dua kutub, yakni sistem perekonomian sentral dan sistem perekonomian pinggiran. Ketidakseimbangan antara keduanya membuat perekonomian perifer bergantung pada perekonomian pusat. Menurut pendekatan bawah tanah, sektor informal berkembang karena persaingan internasional antara industri-industri besar dunia.
   Industri besar ini menguasai pasar dan disebut sektor formal. Jika ada industri besar maka secara otomatis akan banyak timbul industri-industri kecil sehingga menimbulkan berbagai macam persaingan. Persaingan ini mendorong usaha kecil dan menengah untuk melakukan kegiatan informal untuk bertahan hidup. Pada tahap selanjutnya, berbagai kegiatan informal muncul baik di tingkat organisasi maupun skala meso, mendukung industri skala besar dalam persaingan ekonomi global.[1]
Â
  Menurut penelitian Robbie Alexander Sirait, sektor informal terdiri dari usaha kecil dan menengah yang tidak memiliki izin dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Center for Trade Union Rights dan Nazara. BPS mendefinisikan sektor informal sebagai usaha yang berasal dari rumah tangga dan tidak memiliki badan hukum. Usaha rumah tangga ini tidak terpisah dari anggaran rumah tangga (Trade Union Rights Center; 2020). Definisi BPS ini sama dengan Center for Trade Union Rights dan Nazara yang mengelompokkan sektor informal berdasarkan subjek ekonominya: rumah tangga yang usahanya tidak berbadan hukum.Â
Dahlan (2020) menyebut sektor informal sebagai ekonomi bayangan. Ekonomi bayangan meliputi pendapatan yang tidak dilaporkan dan aktivitas ilegal seperti penyelundupan, pencurian, narkoba, perjudian, dan prostitusi. BPS menyatakan bahwa kegiatan ekonomi mencakup pekerja mandiri, pekerja mandiri yang dibantu oleh keluarga atau anggota keluarga, pegawai, pekerja musiman di sektor pertanian, pekerja musiman di sektor non pertanian, dan pekerja tidak berbayar. . Kegiatan di Sektor Informal (Almanshah dan Sukhamdi, 2021).[2]Â
Â
   Dalam jurnal terkenal, Bagus Widihandoko dan Muhammad Mukti Alie menyebutkan bahwa sektor ini merupakan sektor ekonomi tersembunyi, yang terdiri dari unit-unit kecil yang efektif dan cocok dengan karakteristik imigran (seperti yang dikutip oleh Alisyahbana, 2006: 2 ). Sektor informal tidak termasuk dalam sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, yang hanya mengenal badan usaha milik negara, badan usaha swasta, dan koperasi sebagai bentuk usaha. Karena itu, sektor informal mudah dan sering mengalami pengusiran dan pemindahan paksa. Menurut Alisjahbana (2006: 2) yang mengutip karya Hans Dieter Evers, sektor informal memiliki karakteristik sebagai berikut
Â
- Mengandalkan sumber daya yang terbatas untuk menjalankan aktivitasnya.
- Â
- memimiliki Usaha ini berskala kecil dan milik keluarga 3.
- Â
- Menggunakan teknologi padat karya yang tepat guna  untuk mendukung kegiatannya 4.
- Â
- Mempekerjakan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dalam pola informal Mempekerjakan
- Â
- Di luar jalur peraturan pemerintah
- Â
- Bersaing dalam bidang lingkungan pasar yang  kompetitif [3]
Â