[caption caption="Kartu Kepesertaan BPJSKetenagakerjaan"][/caption]
Ketika pertama masuk ke dunia kerja, tepatnya akhir tahun 1999 tentu hal tersebut merupakan momen sangat menyenangkan dan tidak akan terlupakan. Menerima gaji pertama merupakan sebuah mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan. Sebagai seorang fresh graduate, diterima bekerja di sebuah perusahaan tentu merupakan kebanggan tersendiri sebagai aktualisasi diri bahwa kita bisa dan mampu menembus dunia kerja dan tentu saja mempunyai gaji yang cukup untuk bisa mandiri terlepas dari ketergantungan kepada orang tua. Begitu disampaikan bahwa gaji yg akan diberikan perusahaan adalah sejumlah sekian (sesuai kebutuhan) maka langsung diterima tanpa/belum mengetahui bahwa selain gaji, dalam bekerja yang dituntut adalah item-item normative ketenagakerjaan antara lain asuransi kesehatan, THR, pesangon, cuti, dan tentu saja jaminan sosial (Waktu itu masih bernama Jamsostek). Setelah mulai bekerja, maka baru mengerti benefit-benefit yang didapat salah satunya adalah dengan menerima kartu Jamsostek.
Membaca slip gaji bahwa ada potongan senilai 2% untuk iuran Jamsostek tentu ada perasaan tidak rela dan tidak ikhlas, sebagai manusia biasa tentu wajar dan normal bahwa kita berharap semua penghasilan itu bisa kita terima full tanpa ada potongan apapun. Keterbatasan pemahaman tentang manfaat iuran Jamsostek yang masih sangat minim sehingga menyebabkan iuran Jamsostek terasa memberatkan.
Seiring perjalanan waktu, tidak terasa sudah lebih dari 5 tahun saya bekerja dan sebagai seorang karyawan kontrak dari sebuah perusahaan labour supply di tahun 2005 saya mengalami Pemutusan Hubungan kerja (PHK) karena proyek selesai, suatu kondisi yang tidak terpikirkan sebelumnya, di PHK, tabungan tidak ada, rencana menikah di depan mata…haduuh.. Dan ternyata Alhamdulilah, sungguh tidak menyangka saya terselamatkan oleh Jaminan Hari Tua (JHT) Jamsostek. Suatu hal yang tidak saya pedulikan sebelumnya bahwa suatu saat kita bisa mencairkan dana tabungan JHT tersebut. Berbekal pesangon dan ditambah uang hasil pencairan dana JHT, maka jadilah saya nekat menikah hehehe….walaupun sembari duduk di pelaminan kepala berpikir berputar-putar bagaimana kehidupan selanjutnya bersama sang isteri tercinta.
Singkat cerita, setelah melamar pekerjaan ke sana sini akhirnya saya diterima bekerja di sebuah perusahaan nasional yang cukup besar hingga saat ini dan sebagai karyawan swasta tentunya sekali lagi saya terdaftar sebagai peserta Jamsostek, yang akhirnya saat ini berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Mengingat pengalaman di atas, saya merasakan betul manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Mengapa? Saya mungkin mewakili sebagin besar Pekerja / buruh Indonesia, yang saya yakin antara lain :
- hanya sedikit yang mempunyai kemampuan manajemen pengelolaan keuangan yang baik, gaji yang ada akan habis memenuhi segala kebutuhan di zaman sekarang ini baik itu kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Keinginan terkadang melebihi kebutuhan.
- kesadaran dan pemahaman tentang investasi sangat minim. Kesadaran untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan belum ada dan merupakan prioritas ke sekian, sehingga pemikiran bahwa di suatu saat apalagi di hari tua kita sangat membutuhkan sejumlah uang di saat kita tidak bekerja atau mungkin nanti saat sudah tidak produktif lagi sering dinafikan.
Adanya kebijakan pemerintah terkait BPJS-K yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua, mewajibkan Pengusaha (Perusahaan) dan pekerja untuk bersama-sama menyisihkan penghasilan untuk diinvestasikan sebagai jaminan sosial di saat tua atau sudah tidak bekerja lagi.
Keuntungan atau manfaat mengikuti kepesertaan BPJS-K juga tidak terbatas hanya pada iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) yang lebih bermanfaat sebagai dana tabungan dengan pengembangan hasil investasinya. Dalam program BPJS Ketenagakerjaan juga mencakup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK). Khusus JP, merupakan kebijakan tambahan yang mulai berlaku per 01 Juli 2015 yang dengan merujuk ke PP No. 45 tahun 2015 tentang program Jaminan Pensiun. Berikut breakdown perlindungan sosial yang tercakup dalam BPJS Ketenagakerjaan, yaitu :
A. Beban Pengusaha (Perusahaan) :
- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) : 0,24% - 1,74% sesuai dengan resiko tempat kerja
- Jaminan Kematian (JKM) : 0,3% dari Upah
- Jaminan Hari Tua (JHT) : 3,7% dari Upah
- Jaminan Pensiun (JP) : 2% dari upah, dengan maksimal upah Rp 7 jt
B. Beban Pekerja :
- Jaminan Hari Tua (JHT) : 2% dari Upah
- Jaminan Pensiun (JP) : 1% dari upah, dengan maksimal upah Rp 7 jt
Dengan paket perlindungan sosial BPJS Ketenagakerjaan seperti di atas, seorang Pekerja akan terlindungi “secara finansial” dari resiko-resiko yang akan timbul sehubungan dengan pekerjaannya. Khusus untuk JKM dan JKK, walaupun saya yakin semua Pekerja pasti tidak menghendakinya, tetapi paling tidak jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, si Pekerja atau keluarga akan mendapat benefit yang walaupun tidak bisa menggantikan kerugian yang timbul tetapi paling tidak bisa meringankan beban si Pekerja dan keluarga.