Dalam konteks harapan alumni sebagai reaksi dari refleksi, setidaknya berpangkal dari realitas perjalanan IAIN Ternate dari masa ke masa dengan segala keruwetannya.Â
Dimana hampir seluruh insider di IAIN Ternate memimpi akan terwujudnya transformasi kampus yang maju, bermutu dan berdaya saing di tengah-tengah gerak dinamika dan kompotesi perguruan tinggi lainnya, serta keinginan outsider akan kontribusi lembaga ini dalam menyodorkan solusi atas pelbagai problematika kehidupan masyarakat. Sementara IAIN Ternate masih terbelenggu dengan rutinitas internal yang belum berkesudahan.Â
Sebagai misal, mutu akademik IAIN Ternate yang diukur dari standar akreditasi pada rata-rata program studi yang masih minim (sebagian besar prodi terakredisi BAIK dengan peringkat conversi C), jumlah dosen dengan gelar akademik profesor hanya satu orang, belum adanya jurnal terakreditasi, keterbatan infrastuktur penunjang kegiatan akademik serta sejumlah masalah lainnya yang belum terselesaikan.Â
Belum lagi kita bicara sistem kinerja kelembagaan dalam beberapa tahun terakhir yang dinilai sangat kurang menurut Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) dengan predikat D.
Realitas ini menunjukkan eksistensi IAIN Ternate tidak lebih dari "MENARA GADING" yang berkutat dengan rutinitas disekitar lingkungan tempatannya dan seperti sulit untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga Pendidikan yang kredibel.Â
Betapa tidak, iklim akademik dikonstruk seperti berjalan pincang, karena hampir semua orang merasa "puas" dengan rutinitas kantoran yang masuk tepat pukul 07.00 dan kembali ke rumah pukul 16.00. WIT. Â Aktivitas kampus hanya berkutat dari rumah menuju tempat perkuliahan, mengurus administrasi, bercanda dengan sejawat lalu kembali lagi kerumah, dan begitu seterusnya.Â
Sementara tugas akademik lainnya sebagaimana diamanah dalam tridharma perguruan tinggi sekan terabaikan. Hasil-hasil riset dosen hanya sekedar pajangan yang terpampang rapi di lemari perpustakaan, peran pengabdian bagi dosen sekedar formalisasi kegiatan dengan jumlah yang terbatas dan tidak berkontribusi bagi kebutuhan masyarakat.Â
Akselarasi personal dosen maupun IAIN secara kelembagaan terhadap dinamika sosial, budaya dan keagamaan belum begitu mengemuka (jika adapun masih terbatas), bahkan terkadang dianggap tidak penting untuk dilibatkan.Â
Alangkah naifnya jika diskursus keilmuan tentang problematika sosial, budaya dan keagamaan masyarakat dilakukan tanpa keterlibatan stakeholders IAIN Ternate (tanpa bermaksud mengabaikan lembaga lainnya).Â
Padahal problematika tersebut merupakan bidang kelimuan (core sains) sekaligus entitas IAIN Ternate. Pada aspek ini, maka harus diakui bahwa IAIN Ternate belum menjadi konseling yang baik dalam gerak dinamika kebutuhan pengetahuan masyarakat (user). Â
Â