Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tukang Tambal Ban Ini Lulusan S2 lho

14 April 2015   21:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:06 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429022558848981644

[caption id="attachment_378392" align="aligncenter" width="560" caption="Kadiyono, S. Sos, M. Pd sedang bekerja di bengkel tambal bannya (foto; viva)"][/caption]

|Hailet Article| Jika kita jalan-jalan ke Kota Semarang, tepatnya sekitar 1 kilometer setelah memasuki Kota Semarang, kita akan menemukan sebuah lapak ambal ban. Hanya bedeng sederhana di pinggir jalan, sebuah kompressor tua ada di depan sebagai tanda bahwa bedeng itu adalah lapak tambal ban. Sekilas tak ada yang istimewa dari lapak tambal banini, sama dengan lapak-lapak tambal banlainnya. Yang membedakan adalah pemilik sekaligus pengelolanya, dia adalah Kadiyono.

Lalu apa istimewanya seotang Kadiyono? Dari penampilannya pun tak ada yang istimewa, sama dengan penambal ban lainnya. Pria berbadan bogel dengan rambut acak-acakan itu pun mengenakan kaos lusuh, seperti umumnya para penambal lainnya. Namun siapa sangka pria berusia 46 tahun itu ternyata lulusan program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo. Sebelumnya, dia memperoleh gelar sarjana Strata-1 dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang.

Bagaimana bisa? Yah Kadiyono mengaku menambal ban sejak kecil, dan hasilnya itu lah yang kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan sehingga ia bisa menamatkan pendidikannya hingga S2. Perjalanannya untuk meraih gelar S1 pun tidak semudah yang diharapakan. Ia mengisahkan pahitnya berjuang di bangku perguruan tinggi. Ia harus membagi waktu antara menambal ban dan kuliah. Apalagi jarak rumahnya dan kampus STIK Semarang dari rumahnya di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal sekitar 35 kilometer.

Setiap hari harus menempuh jarak pulang pergi 70 km. Saat itu ia hanya punya motor Bentley tua, yang menemaninya ke kampus. Meski biaya pas-pasan, ia bertekad ingin mengubah nasib lebih baik. Bahkan kuliahnya di STIK pun sempat terputus, karena dengan penghasilan pas-pasan ia sempat pontang-panting ketika menikah, penghasilannya harus dibagi dua, untuk kuliah dan rumah tangga, karena hasil menambal hanya sekitar Rp50 ribu tiap hari membuatnya limbung. Ia pun akhirnya memutuskan untuk cuti kuliah dulu beberapa tahun dan setelah keuangannya membaik pada 2000 ia melanjutkan kuliah dan akhirnya lulus juga S1 nya setelah 11 tahun dari tahun 1990-2001.

Usai berhasil meraih gelar sarjana, ia berkeinginan untuk melanjutkan kuliah S2, namun biaya tak ada. Keinginannya itu dipendam sambil nyambi menjadi guru di SD Muhamadiyah Boja. Keberuntungan rupanya berpihak padanya, ia mendapat tunjangan sertifikasi guru selama 2 tahun sebesar Rp 17 juta. Pucuk dicinta ulam tiba, demikian kata pepatah. Dana itu ia gunakan untuk kuliah S2 di UMS kelas karyawan, yang masuk hari Sabtu-Minggu. Di sela-sela kuliah, ia diminta menjadi kepala sekolah SLB Surya di Limbangan, Boja. Meski bayaran tidak seberapa, hanya Rp. 300-400 ribu, dia menjalani dengan tulus.

Kini gelar S2 bidang kependidikan (M.Pd) telah digenggam, Kadiyono masih punya keinginan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, yakni doktor. Namun ia terbentur biaya kuliah yang mahal. Bapak tiga anak yang juga tercatat sebagai tutor di Universitas Terbuka Semarang ini, sudah mencoba mencari beasiswa tapi belum berhasil. Beberapa kali mencoba mendaftar menjadi dosen di beberapa Perguruan tinggi tapi ditolak dengan alasan karena usia sudah 46 tahun. (sumber; sm.cetak, viva)

Nah, Bapak Kadiyono ini benar-benar bermental baja. Setelah berdinas di SLB mulai pukul 11.00 s/d 16.00 WIB langsung “berdinas” di lapak tambal bannya, tanpa merasa malu. Seorang lulusan S2 tetap mau melakoni pekerjaan lamanya, penambal ban, yang merupakan pekerjaan yang digeluti sejak kecil, pekerjaan yang sekaligus bisa mengantarkannya meraih gelar S2. Meninspirasi bukan? So, ada yang bisa membantu cita-cita Pak Kadiyono meraih gelar S3? Ada yang mau “mempekerjakan” beliau sebagai dosen? (Banyumas; 14 April 2015)

Tetap Semangat!

Recomended :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun