Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tolong, Jangan Salahkan SBY Terus!

20 Mei 2015   23:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14321694001259525374

[caption id="attachment_384684" align="aligncenter" width="600" caption="Benarkah SBY (mantan) Presiden RI yang paling sensitif? (foto; inilahcom)"][/caption]

|Trending Article| Petral yang selama ini dituding sebagai sarang mafia migas akhirnya dibubarkan oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Setelah dibubarkan publlik kemudian (mencoba) menghitung berapa jumlah kerugian negara selama 10 tahun, rentang waktu selama SBY memimpin negara ini. padahal berdasarkan data Pertamina yang dikutip detikFinance, Petral berdiri pada jaman Soeharto tahun 1969 dengan nama PT Petral Group dengan dua pemegang sahamnya dari Petra Oil Marketing Corporation Limited yang terdaftar di Bahama dengan kantornya Hong Kong, serta Petral Oil Marketing Corporation yang terdaftar di California, Amerika Serikat (AS).

Pada 1978, masih di jaman Soeharto, kedua perusahaan pemegang saham Petral tersebut melakukan marger dengan mengubah nama perusahaanya menjadi Petra Oil Marketing Limited yang terdaftar di Hong Kong. Kemudian pada 1979-1992, kepemilikan saham Petra Oil Marketing Limited dimiliki oleh perusahaan Zambesi Invesments Limited yang terdaftar di Hong Kong dan Pertamina Energy Services Pte Limited yang terdaftar di Singapura.

Pada masa transisi, tahun 1998, perusahaan tersebut diakusisi oleh PT Pertamina (Persero) dan pada jaman Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di tahun 2001 mengubah namanya menjadi PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Selain Pertamina, sahamnya juga dimiliko Zambesi Invesments Limited dan Pertamina Energy Services Pte Limited. Tugas Petral adalah melakukan jual-beli minyak. Lebih tepatnya membeli minyak dari mana saja untuk dijual ke Pertamina. Semua aktivitas itu dilakukan di Singapura.

Kalau ada indikasi bahwa Petral menjadi sarang mafia plus “ladang” uang bagi rezim penguasa, maka tak hanya SBY saja yang “menikmatinya”, sebab Petral ada sejak jaman Soeharto. Kalau indikasi itu benar, maka semua rezim penguasa ikut “kecipratan” mulai dari Soeharto, Habibi, Gus Dur, dan Megawati, bukan hanya SBY. Tapi lalu kenapa publik hanya menghitung waktu 10 tahun, khususnya masa kepemimpinan SBY, terlihat sekali ada usaha untuk “menyerang”, menjatuhkan kredibilatas sekaligus membunuh karakter SBY. Bahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dikabarkan menyebut SBY tidak berupaya membubarkan Petral.

SBY bereaksi dengan caranya sendiri, namun publik yang sudah terlanjur terbawa “arus” bukannya “membela” SBY tapimalah ikut memojokkan Ketum Partai Demokrat itu. Dengan pembubaran Petral, terlihatlah seolah-olah SBY orang yang paling bersalah, karena dari awal tidak ada itikat untuk membubarkannya, dan Jokowi menjadi pahlawan yang terus mendapatkan aplaus dan kalungan rangkaian bunga-bunga mewangi sepanjang hari. SBY berang dan meradang, Jokowi tersenyum penuh kemenangan. Berikut tanggapan SBY dari berbagai sumber salah satunya kompas, yang kembali penulis tuangkan dalam bahasa “saya” versi penulis.

Saya amat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyerang dan mendiskreditkan saya ketika menjadi Presiden dulu. Sudirman Said, melalui berita Republika Online, mengatakan bahwa pemberantasan mafia migas selalu berhenti di meja saya. Saya mewanti-wanti kepada Sudirman Said untuk mengklarifikasi pernyataan yang dia anggap menyerang saya itu. Waktu utu saya pun memastikan telah membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk memberantas para mafia dalam kejahatan dan penyimpangan.

Perlu saya garis bawahi, bahwa selama saya menjadi presiden, tidak pernah ada pengajuan agar Petral dibubarkan, apalagi sampai masuk kemeja saya. Tidak ada yang mengusulkan ke saya agar Petral dibubarkan. Saya ulangi, tidak ada. Kalau ada, pasti sudah saya tanggapi secara serius. Saya juga serius dalam memberantas mafia migas. Pasti saya respons. Tidak mungkin berhenti di meja saya. Saya juga sudah berkoordinasi dengan mantan Wakil Presiden Boediono dan lima mantan menteri terkait untuk masalah tersebut. Ia pun menanyakan perihal pembubaran Petral. Semua menjawab tidak pernah ada, termasuk tidak pernah ada tiga surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu.

Saya sungguh sangat menyesal dengan adanya pernyataan dari Sdr. Sudirman Said yang telah memfitnah saya. Berita ini saya pandang sudah termasuk fitnah dan pencemaran nama baik. Saya masih menunggu klarifikasi dari pihak-pihak yang menyebarkan. Saya sekarang sudah bukan presiden lagi, saat ini saya tidak memiliki kekuasaan seperti sedia kala. Terus terang saya kesulitan menghadapi penguasa saat ini. Mungkin tidak mudah menghadapi yang tengah berkuasa sekarang ini. Tetapi, kebenaran adalah 'power' yang masih saya miliki.

Saya sedih karena pemerintahan saya yang dulu kerap disalahkan oleh pemerintahan saat ini. Saya menyesalkan pernyataan-pernyataan yang keluar dari pemerintahan saat ini dengan menyalahkan era ketika saya memimpin. Tetapi, kenapa harus terus menyalahkan pemimpin dan pemerintahan sebelumnya. Popularitas bisa dibangun tanpa menjelekkan pihak lain. Saya mohon didoakan semoga saya kuat dalam menghadapi ini semua. Tuduhan dan fitnah yang disampaikan Menteri ESDM dan pihak-pihak tertentu sulit saya terima. Rakyat Indonesia, doakan saya kuat menghadapi.

Mungkin SBY juga ingin mengatakan, kenapa hanya saya yang disalahkan saja terkait Petral, mengapa para pemimpin di era reformasi tidak semua disangkut pautkan. Mengapa publik tidak mengungkit presiden transisi BJ. Habibie, mengapa pula era Gus Dur tidak disinggung, juga Ketum PDIP Megawati, selaku partai pengusung Jokowi-JK juga tidak “disentuh” issu Petral, bagaimanapun Megawati pernah menjadi Presiden RI dan di masa kepemimpinannya juga ada Petral. Dan mungkin masih banyak “kedongkolan hati” yang ingin dicurahkan, tapi kepada siapa, lewat media apa?

SBY sadar sebagai orang yang hanya “manten” presiden, apapun yang dilakukan menjadi salah di mata publik, curhat lewat medsos langsung dijuluki “Presiden Tweeter”, mau lapor ke polisi, sebagai “manten jenderal” nanti juga akan ditertawakan publik lagi. Bisa-bisa malah nanti dijuluki “Presdien Pelapor” kan repot lagi. Ya sudah lah, yang sabar saja ya Pak, tabir kebenaran pasti akan terbuka di depan mata kita kelak. Mudah-mudahan tulisan ini dibaca Pak SBY, jadi kelak kalau 2019 bapak menjadi presiden lagi, penulis punya kesempatan diundang ke Istana seperti kawan-kawan kompasianer lain yang sudah duluan diundang Jokowi makan-makan di Istana. Hehe.. (Banyumas; 20 Mei 2015)

Met Petang Indonesia!

Thahjo Kumolo: Pengamat Enak Bebas Berkomentar

Meski Petral Bubar Tapi Kenapa BBM Tetap Mahal?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun