Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Teman Ahok Gugat UU Pilkada, Golkar Bagaimana?

18 Juni 2016   12:30 Diperbarui: 18 Juni 2016   16:19 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teman Ahok, GNCI dan KIB mendatangai Gedung MK (foto; kompas)

Jauh-jauh hari sebelum Undang-Undang Pilkada disahkan, sebagaian publik sudah ribut karena ada beberapa rancangan pasaldalam UU tersebut dicurigai “diniatkan” oleh DPR (parpol) untuk menjegal kandidat perseorangan, salah satunya adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama yang akan maju kembali dalam helatan Pilkada 2017 melalui jalurin dependen. Karena itu setelah DPR mengedahkan rancangan UU itu menjadi UU,relawan pemenangan Ahok, Teman Ahok, GerakanNasional Calon Independen (GNCI) dan Kebangkitan Indonesia Baru (KIB) langsung melayangkan gugatan judicial review UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Baca; kompas

kuasa hukumTeman Ahok, Andi Syafrani menilai ada dua pasal yang dapat menjegal calon independen dalam pilkada. “Objek yang kami ajukan dua pasal. Pertama, Pasal 41tentang syarat calon independen. Kedua, Pasal 48 terkait verifikasi faktual,”katanya sebagaimana dilansir smcetak. Dalam pasal 41 disebutkan, pendukung calon perseorangan harus sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu sebelumnya. 

Pendukung tersebut harus berusia lebih dari 17 tahun atau sudah menikah. Sedangkanpasal 48 antara lain menyatakan verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilakukan oleh KPU provinsi. Penggugat menilai kedua pasal tersebut memperberat langkah calon independen, khususnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang akan maju dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.

Pasal-pasal tersebut diyakini menjadi “alat” penjegal bagi calon independen, salah satunya karena pasal tersebut berpotensi menghilangkan hak pilih para pemilih pemula, karena sebelumnya para pemiih pemula tersebut belum terncantum dalam DPT pemilu sebelumnya. Ancaman lain jugamenyasar para pemilih pendatang atau warga pindahan, meskipun mereka sudahmemiliki KTP Jakarta tapi berpotensi tidak bisa memilih karena belum terdaftardalam DPT pemilu sebelumnya. 

Belum lagi aturan ferivikasi faktual yang cukup memberatkan calon, karena hanya dihanyaada waktu lapor 3 hari dalam waktu 14 hari masa verifikasi. Aturan yang menyebut KPU tidak akan mengumumkan nama pemilih yang sudah terverifikasi, jugamenunjukkan panitia penyeleggara pemilu itu tidak transparan, sebab pengajuan pasangan calon (independen) dilakukan dengan mekanisme publik, meminta dukungansecara transparan.

Namun hasil akhir (verifikasi) dilakukan secara tertutup. Hal-ha lini yang oleh para penggugat dianggap tidak adil, merugikan calon independendan menguntungkan calon-calon dari partai politik saja. Terkait gagatan ini, Ahok mengaku tidak tahu menahu karena tidak ada koordinasi dari TA dengan pihaknya.

Benarkah UUtersebut dibuat (direvisi) hasil kongkallikong partai politik untuk mengganjal laju Ahok dari jalur independen? Bukankah Hanura, Nasdem dan Golkar juga ikut dalam penggodokan rancangan UU tersebut? Sementara ini partai-partai tersebut juga terlihat “ikhlas” hanya menjadi pendukung Ahok bukan sebagai pengusung? 

Mengapa mereka diam di parlemen dan cukup mengamini koleganya yang (katanya) ingin mengganjal Ahok. Bukankah seharusnya partai-partai yang sudah “ikhlas” hanya jadi pendukung Ahok membela matia-matian agar pasal-pasal yang (sekiranya) bisa merugikan sekaligus mengganjal calon yang didukungnya itu tidak tercantum dalam rancangan UU, apalagi sampai pengesahan.

Naskah revisi UU Pilkada yang telah disahkan oleh DPR saat ini telah resmi diterima Presiden Jokowi, hanya tinggal menunggu penandatanganan saja, pekan depan hampir dipastikan UU itu sudah diberi nomor oleh Kementerian Hukum dan HAM. Oleh penyelenggara pemilu sendiri UU ini sudah sangat diharapkan agar bisa segera diundangkan, agar KPU bisa segera menyusun peraturan teknis pelaksanaan UU tersebut, terlebih pembentukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia PemilihanKecamatan (PPK) sudah akan mulai sejak akhir Juni 2016 ini.

Kembali keparpol-parpol pendukung Ahok, Nasedem, Hanura dan Golkar. Melihat kondisi dan alur yang terjadi dari mulai UU Pilkada diracang (direvisi) hingga pengesahan oleh DPR, sepertinya parpol-parpol tersebut tidak “ikhlas” 100% dalam memberikan dukungan kepada Ahok. Sepertinya mereka masih berharap tak sedekar menjadi pendukungtapi sekalugs bisa menjadi pengusung. Seperti yang pernah ditulis oleh kompasianer Yon Bayu, terutama Golkar sangat siap menerima “muntahan” Ahok dari teman Ahok manakala para relawan tersebut gagal mengusung Ahok secarai ndependen. 

Jangan-jangan pula Golkar memang punya trik jitu untuk “menggagalkan” pencalonan Ahok dariJalur Independen, sehingga Ahok dan orang-orang yang sudah terlanjur “mengharuskan”Ahok maju sebagai Kandidat Gubernur pada Pilkada DKI 2017 “menghalalkan” segalacara untuk maju, salah satunya harus rela diusung oleh parpol sekelas Hanura,Nasdem dan Golkar. Terkait pengajuan gugatan UU ke MK, jika mereka (parpol) tidak ikut bermain hal ini bisa menjadi indikasi bahwa mereka memangmenginginkan Ahok gagal maju lewat jalur independen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun