Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sepertinya Megawati Akan Memilih Risma

19 September 2016   21:53 Diperbarui: 19 September 2016   22:10 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati harus memilih, Ahok atau Risma? (foto; jitunews)

Hasil survey Poltracking Intitute menunjukkan trend penurunan elektabilitas sang patahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Pasangan Ahok-Djarot atau Ahok-Heru yang popularitasnya paling tinggi, masih kalah oleh pasangan Risma-Sandiaga, atau pun Risma-Anies. Risma-Sandiaga bisa meraup 38,21% sedangkan Ahok-Djarot hanya bisa meraih dukungan 36,92%. Sementara jika Risma berpasangan dengan Anies Baswedan, pasangan  ini bisa meraih 37,95%, sedangkan Ahok-Heru hanya meraih angka 35,64%.

Ahok-Djarot bisa menang jika Risma tidak maju dalam Pilkada DKI. Ahok-Djarot bisa meraup angka lumayan tinggi 44,62% jika lawannya adalah Yusril-Sandiaga yang hanya bisa mengekor di angka 35,38%. Demikian juga Ahok-Djarot masih menang di kisaran angka 41,54% jika kompetitronya adalah Sandiaga-Saefullah yang hanya bisa meraih dukungan 27,18%.

Ahok-Djarot elektabilitasnya hanya mencapai 37,95% jika ditarungkan dengan pasangan Anies-Sandiaga 36,38%. Jika ada parpol yang mengusung Risma atau Anies Baswedan sebagai cagubnya, hal ini menjadi “ancaman” serius bagi Ahok. Ahok tetap pada posisi aman, jika Pilkada tidak diikuti oleh Risma dan Anies Baswedan. Kalau hanya sekedar Yusril atau Sandiaga, tidak terlalu menjadi masalah bagi Ahok untuk tetap menjadi juara bertahan di DKI.

Nah, hasil survey ini juga sepertinya menjadi bahan acuan bagi PDIP untuk menentukan kandidat yan paling “menguntungkan” bagi partai banteng mencereng itu. Mengusung Risma konon kabarnya bisa menjadi “bumerang” bagi PDIP sendiri, mengingat mayoritas warga Jawa Timur tidak “ikhlas” kalau walikota Surabaya itu harus hijrah ke Jakarta. Kalau PDIP memaksa, bisa-bisa PDIP di Jawa Timur akan ditinggal pemilihnya pada 2017 dan puncaknya 2019 nanti. Benarkah? Entah lah!

Meskipun tidak  mendaftar di PDIP, tapi nama Ahok masuk dalam radar Megawati Soekarnoputri, terlebih kabarnya sang patahana itu juga pernah semobil dengan ibu Ketum. Jadi sekarang tinggal ada tiga nama yang sudah mengerucut yakni, Ahok, Risma dan Buwas (Komjen Budi Waseso). Semula nama Risma menjadi opsi pertama, menyusul Buwas dan Ahok terakhir.

Tapi sesuai dengan dinamika politik kekinian di Jakarta kabarnya di lingkungan DPP PDIP Ahok sudah “naik” peringkat pertama disusul Risma dan Buwas di urutan terakhir. Pembahasan paling serius tentu di Ahok dan Risma. Di dalam PDIP sendiri sedikitnya ada dua kubu, satu kubu welcome terhadap Ahok dan kubu lainnya sangat menentang Ahok. Kubu pro Ahok tentu sangat menginginkan patahana itu bisa diusung kembali oleh PDIP seperti Pilkada 2012 yang lalu. Terlebih lagi menjadi tolok ukur pencalonan adalah proses pembangunan yang masih di jalur yang benar. Karena itu, bila duet petahana tersebut masih diinginkan oleh warga, tak ada salahnya memberi kesempatan untuk melanjutkan kepempimpinan.

Tapi kubu anti Ahok juga akan “berjuang” mati-matian mempengaruhi Megawati untuk tidak mengusung Ahok, dan nama Risma lah yang paling bisa menjadi andalan, bukan Buwas. Segala macam argumen akan disodorkan kepada sang ketum untuk meyakinkan bahwa mengusung Risma adalah yang terbaik dibanding mengusung Ahok, dan demikian sebbaliknya. Masing-masing kubu punya jaringan dan  pintu yang sama kuat untuk masuk dan mempengaruhi Megawati. Jika Risma tidak bersedia, kelompok ini juga telah menyiapkan sejumlah nama untuk disodorkan kepada Megawati seperti Rizal Ramli atau pun nama lainnya.

PDIP sendiri secara realistis tidak ingin “menang” di Jakarta tapi kalah di Surabaya atau bahkan Jawa Timur. PDIP bila memungkinkan tentu ingin merengkuh dua kemenangan sekaligus tanpa harus mengorbankan salah satu wilayah “penting” untuk wilayah penting lainnya. Memang sepertinya masih fifty-fifty, Ahok atau Risma? Kubu pro Ahok optimis bahwa pasangan Ahok-Djarot adalah sekenario pertama dan utama bagi PDIP, tapi tidak demikian dengan kubu anti Ahok.

Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga menyebut nama Ahok dan Djarot sebagai skenario utama partainya dalam persiapan Pilkada mendatang. Ahok-Djarot semula merupakan skenario ketiga atau terakhir, tapi seiring dinamika yang terjadi, saat ini mereka jadi skenario pertama dan utama. Di internal PDIP sendiri jelas masih ada banyak penolakan, tapi kalau faktanya Ahok-Djarot masih diinginkan masyarakat, tidak ada alasan untuk tidak mengusungnya kembali.

Kalau tak boleh dihitung dengan hari, KPUD Jakarta dalam beberapa jam lagi akan membukan pendaftaran Cagub/Cawagub DKI 2017-2019. Baru ada Ahok (entah siapa cawagubnya) yang telah didukung Golkar, Nasdem dan Hanura, Sandiaga-Mardani (masih bisa berubah cawagubnya) yang didukung Gerindra dan PKS. Yusril-Saefullah (mungkin), belum jelas-jelas amat  partai pengusungnya, karena selain pengusung Ahok, masih menunggu keputusan akhir PDIP.

Di sini lah Megawati tengah menghadapi ujian berat, harus memilih antara Ahok dan Risma. Memilih Ahok bukan tanpa resiko, karena sebagian internal partai tersebut tidak menghendaki sang patahana. Bagaimana Masinton, Adian Napitupulu dkk “menolak” Ahok. Kita masih ingat bagaimana kubu anti Ahok ini nyinyir, tidak percaya pengumpulan sejuta KTP dukungan Ahok, kambing dibedakin saja pasti menang lawan Ahok, belum lagi nyanyian “Ahok Pasti Tumbang”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun