Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mimpi di Siang Bolong Jokowi Pimpin PDIP

24 Maret 2015   11:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:08 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427171944884798101

[caption id="attachment_374647" align="aligncenter" width="571" caption="Jokowi bersama Megawati dan Puan dalam acara kepartaian (foto; kompas)"][/caption]

Para Jokowi lovers non partai boleh saja bergembita dengan hasil survey Poltracking Institute yang menempatkan Jokowi duduk peringkat pertama sebagai sosok yang paling berpeluang untuk memimpin PDIP lima tahun mendatang, 2015-2020 melalui Munas Bali 9 April mendatang (Baca "Kalahkan" Trah Soekarno, Jokowi Paling Direkomendasikan Pimpin PDI-P). Tapi jangan berharap Jokowi akan benar-benar bisa menggeser Megawati dari pucuk pimpinan PDIP, setidak-tidaknya untuk periode 2015-2020.

Posisi kursi Ketum PDIP tak semudah itu diambil alih oleh Jokowi dan para pendukungnya, bagaimana pun sebagai orang baru di PDIP, tentunya Jokowi akan banyak menerima penolakan dari orang dalam. Megawati yang nota bene trah Soekarno juga sudah terbukti bisa menjadi pemersatu PDIP sejak dicabik-cabik dengan munculnya PDI Soerjadi hingga 16 tahun era reformasi berjalan.

Plt Sekjend DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengkritik keras hasil survei Pol-Tracking, yang menyebut trah Soekarno tidak tepat memimpin PDI-P. Menurut Hasto, hasil survei itu menafikkan sosok Bung Karno yang menjadi nafas utama dalam tubuh PDI-P. Menurutnya, mereka yang menyederhanakan survei kepemimpinan PDI-P dengan mempersoalkan kepemimpinan trah Soekarno tidak menyadari bahwa Bung Karno memang hidup dalam kepemimpinan dan urat nadi PDI-P.

Hasto menegaskan, mayoritas kader dan simpatisan bergabung bersama PDI-P karena ada kesamaan dan ingin menyatukan diri dengan ide, gagasan, perjuangan, dan cita-cita Bung Karno. Ia memastikan bahwa semangat itu masih terjaga di internal PDI-P hingga saat ini. Hasto menyebutkan, salah satu bukti hidupnya "ruh" Bung Karno adalah perjuangan Megawati Soekarnoputri saat melawan tekanan rezim Orde Baru. Menurut Hasto, sikap Megawati itu adalah keyakinan politik yang berasal didikan Bung Karno untuk membuka suara rakyat yang tersumbat kekuasaan. Ide, jiwa, dan gagasan Bung Karno bahkan tidak pernah mati karena menyatu dengan kondisi aktual bangsa.

Hasto menuding ada agenda politik tersembunyi yang disampaikan melalui survei Pol-Tracking. Ia menyayangkan adanya lembaga survei yang menjalankan agenda politik dengan melupakan realitas dan suasana kebatinan di tubuh PDI-P. Itu hanya merendahkan tingkat kepercayaan survei itu sendiri. Bung Karno, Megawati, dan PDI-P akan semakin hidup dengan berbagai bentuk agenda setting yang mencoba meminggirkan trah Soekarno dari PDIP dan bangsa Indonesia. (sumber; kompas)

Jadi, sangat mustahil Jokowi bisa menjadi Ketum PDIP setidak-tidaknya untuk periode 2015-2010 mendatang. Selain itu sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang menjadikan Jokowi mustahil pimpin PDIP dalam waktu dekat ini. Berikut beberapa alasan sederhanya dan sangat masuk akal yang bisa mengganjal Jokowi menjadi Ketum PDIP.

Jokowi mendukung Megawati; Sejak terpilih menjadi presiden Jokowi langsung berjanji tetap akan mendukung Megawati (sebagai Ketum PDIP). Sebagai orang Jawa yang “andhap ashor” Jokowi tak mungkin mengingkari janjinya. Jokowi adalah sosok yang sangat tahu berterima kasih. Dia menyadari bahwa tanpa PDIP, tanpa Megawati, dia bukan siapa-siapa. Mengawali menjadi walikota, lalu gubernur, dan sekarang presdien itu semua adalah jasa PDIP, dalam hal ini Megawati. Tanpa restu Mega, barangkali Jokowi tak akan pernah menjadi presiden. Karena itu, Jokowi tak tidak mungkin menggunting dalam lipatan, tak mungkin menjadi pecundang, tak mungkin menjegal Megawati di tengah jalan. Sebagai petugas partai, Jokowi sangat lah menghargai Meawati.

Rakernas mendukung Megawati; Rakernas PDIP di Semarang pada Agustus 2014 yang lalu secara bulat menyatakan dukungan sepenuhnya untuk Megawati guna menahkodai PDIP 5 tahun mendatang, periode 2015-2020. Rakernas diikuti oleh seluruh jajaran DPP, pimpinan DPW dan DPC PDIP se-Indonesia. Kebulatan tekatd itu tidak mungkin diingkari oleh mereka yang hadir di Semarang. Berani melawan DPP, berani melawan Megawati, bagi perorangan ancamannya akan dipecat, bagi kelompok di tingkat DPW dan DPC maka ancamannya kepengurusannya akan dibekukan. DPP dengan mudah akan menunjuk orang yang dipercaya untuk menjadi Plt ketua DPC/DPW yang dianggap bermasalah, dan ini sudah banyak contohnya.

Anggota Kabinet Jokow tidak boleh rangkap jabatan di partai; Jokowi secara tegas telah melarang anggota kabinetnya untuk rangkap jabatan dengan jabatan struktural di partai. Hanif Dhakiri yang semula menjadi Sekjend Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setelah ditunjuk menjadi menteri oleh Jokowi harus merelakan jabatannya di partai dan digantikan oleh Abdul Kadir Karding. Mendagri Tjahyo Kumolo pun melepaskan jabatannya di partai, dan semua pejabat partai yang diangkat menteri oleh Jokowi, semuanya melepaskan jabatan strategisnya di partai masing-masing. Masa para menterinya sudah tidak rangkap jabatan, sementara dirnya mau rangkap jabatan, kan tidak mungkin? Dalam hal ini Jokowi pasti memegang komitmennya, Jokowi itu bukan sosok yang mencla-mencle dan plin-plan, dia adalah sosok yang berkomitmen.

Namun demikian bukan berarti Jokowi sama sekali tidak berpluang menjadi Ketum PDIP. Ada tiga hal juga yang memungkinkan Jokowi bisa menjadi ketum partai banteng mencereng itu. Pertama, Ketum PDIP dipilih oleh masyarakat umum layaknya pilpres, peluang Jokowi untuk memimpin partai tersebut semakin terbuka. Kedua, yang memilih Jokowi para pakar yang menjadi responden penelitian Poltracking Institute, sudah pasti Jokowi terpilih menjadi Ketum PDIP. Ketiga, Megawati di Munas Bali nanti mengundurkan diri dan mengikhlaskan kursi pimpinan PDIP diberikan kepada Jokowi secara cuma-cuma dan para peserta Rakernas Semarang ikut “mengiyakan” keputusan Megawati itu. Tapi ketiga-tiganya merupakan sesuatu yang hil-mustahil bukan? Ibarat mimpi di siang bolong.. (Banyumas; 24 Maret 2015)

Salam Gosip Siang!

Recomended :

Inilah Jawara HL Kompasiana Januari 2015

Kemenangan Jurnalisme Gosip Atas Jurnalisme Warga

Mati Lampu, Batal Tampil Di Kompasiana TV

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun