[caption id="attachment_369214" align="aligncenter" width="507" caption="KPK di ujung kehancuran sistemik (foto; deliksulut)"][/caption]
Kekhawatiran Alhi Hukum Tatanegara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, dan beberapa kalangan lainnya akhirnya benar-benar terjadi. Gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG) diterima oleh pengadilan. Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah. Putusan itu dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini. (sumber; kompas)
Sebelumnya Yusril sangat menyesalkan perihal penunjukan Sarpin Rizaldi oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjadi hakim tunggal pada sidang praperadilan penetapan status tersangka BG, padahal Sarpin ini berkali kali sering menjatuhkan vonis kontroversial dan telah delapan kali dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena diduga menerima suap. Gugatan praperadilan yang diajukan BG jelas jelas cacat hukum karena penetapan status tersangka tak bisa digugat sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. (sumber; iminews)
Kemarin Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (MAPPI) menyerukan kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi agar menolak gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan. Koalisi Mappi menyebutkan, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penetapan tersangka dan dimulainya penyidikan bukanlah objek yang dapat diperiksa dan diputus oleh praperadilan. (sumber; smcetak)
Penetapan status tersangka itu menjadi kewenangan penyidik dan tak bisa digugat karena praperadilan diatur dalam Undang Undang Nomer 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dan Obyek Praperadilan diatur dalam Pasal 77 yang berbunyi: “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang sah atau tidak nya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan dan ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidana nya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”
Pasal di atas sangat jelas menunjukkan penetapan status tersangka tidak bisa disidangkan di pengadilan, maka dari itu putusan pengadilan seharusnya menolak gugatan praperadilan BG karena jelas jelas sudah cacat hukum. Maka dari itu untuk menjaga terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan sidang gugatan praperadilan penetapan status tersangka BG, perlu dipantau dan dikawal terus perjalanan sidangnya. Namun apa lacur, meskipun dikawal banyak pihak dan seruan masyarakat terus dikumandangkan untuk menolak gugatan tersebut, hasilnya seperti yang sudah kita ketahui bersama.
Peristiwa ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di tanah air. BG dan kawan-kawan tentu sangat puas dengan hasil ini, namun tidak demikian dengan yang lainnya. Tapi inilah “sandiwara” hukum yang terngah kita saksikan bersama. Keputusan ini akan membawa efek yang sangat tidak baik, selain bagi penegakan hukum juga bagi pemberangusan praktek korupsi di tanah air.
Beberapa efek yang nantinya bisa terjadi akibat putusan ini atnara lain : (1). Akan terjadi banyak gugatan praperadilan terhadap putusan KPK ataupun lembaga hukum lainnya dari para terasangka korupsi, (2). Sistem hukum akan mengalami kerusakan, (3). Penegakan hukum tak lagi efektif dan efisien, (4). Kepercayaan kepada hakim dan lembaga hukum akan menurun, (5). Jika KPK masih dipertahankan, maka pengisian komisioner KPK pada masa-masa yang adan datang sangat rawan campur tangan parpol penguasa dengan menitipkan sejumlah kader atau orang-orangnya di dalam lembaga antirasuah itu. (6). Kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan bisa jadi dihapuskan, atau minimal dibatasi, dan (7). Revisi UU KPK di DPR bisa dijadikan kesempatan bagi pihak-pihak tertentu baik secara langsung maupun berdasarkan pesanan untuk mengebiri KPK agar tidak memilik power yang berarti lagi.
Nantinya, dengan kemungkinan-kemungkinan di atas, tanpa harus melakukan kriminalisasi terhadap para pejabat KPK, secara sistematis lembaga antirasuah itu akan lemah dengan sendirinya. KPK tak lagi memiliki power yang berarti lagi, ibarat kerbau yang sudah dicocor hidungnya, kemana pun sang penggembala mengarahkannya, dia tunduk mengikuti arahannya itu. Jika hal ini benar-benar terjadi, hancurlah KPK, dan dengan wajah menunduk lesu kita sudah selayaknya mengucapkan Good Bye KPK di sela-sela riuh-rendah tawa para koruptor yang tengah menyiapkan pesta. (Banyumas; 16 Februari 2015)
Salam Indonesia Menangis!
Sebelumnya :
1.Jokowi Jangan Abaikan Karya Anak Bangsa
2.Amerika Serikat Incar 15 Pimpinan IS
3.Merindukan Jokowi Naik Esemka Lagi