[caption id="attachment_383865" align="aligncenter" width="578" caption="Sebuah acara televisi tengah jualan almarhum Didi Petet (dokpri)"][/caption]
|Trending Article| Bukan rahasia umum lagi, hampir-hampir seluruh tayangan di televisi ujung-ujungnya adalah untuk mencari keuntungan finansial, terutama yang berasal dari iklan dan sponshorship yang yang jadi pendukung acara-acara televisi tersebut. Hal ini pulalah yang menjadikan televisi “menghalalkan” segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, termasuk “memanfaatkan” kesedihan orang lain. Tak hanya itu, kritikan dan kecaman dari publik, atau bahkan semprit dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), ternyata tak menjadikan sebuah stasiun televisi berhenti menyiarkan acara yang kontroversial, karena semakin kontroversial semakin banyak mendatangkan pundi-pundi rupiah bagi mereka. Istilahnya “Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”
Contohnya, pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang ditayangkan pada 16 dan 17 Oktober 2014 dengan brand “Janji Suci Raffi dan Nagita” tersebut telah dimanfaatkan bukan untuk kepentingan publik, melainkan menjadi salah satu ladang untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya oleh manajemen stasiun televisi swasta nasional tersebut. Stasiun televisi ini mengabaikan kepentingan publik, hingga akhirnya KPI melayangkan surat peringatan ke stasiun televisi tersebut.
Dalam keterangan yang dimuat di situs web KPI, Ketua KPI Pusat Judhariksawan yang menandatangani surat teguran pada Jumat (17/10/2014) menyoroti durasi siaran program selama dua hari berturut-turut. KPI menilai durasi itu tidak wajar serta tidak memberikan manfaat kepada publik sebagai pemilik frekuensi. KPI menganggap hal itu sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik. KPI juga memutuskan bahwa penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1). Sanksi atas pelanggaran itu berupa sanksi administrasi teguran tertulis. (kompas)
Usai pernikahan Raffi-Nagita, salah satu tasiun televisi lain giliran menyangankan acara kontroversial dalam bentuk tayangan reality show eksklusif proses persalinan vokalis Ashanty, istri artis musik sekaligus anggota DPR, Anang Hermansyah. Tayangan berjudul “Anakku Buah Hati Anang & Ashanty” itu disiarkan langsung pada Minggu (14/12/2014) selama kurang lebih 4 jam. Lagi-lagi tayangan ini pun mendapatkan peringatan keras dari KPI. Pada situs resminya, KPI merilis surat teguran tersebut dan memberi penjelasan mengenai pelanggaran yang terjadi dengan penayangan “Anakku Buah Hati Anang & Ashanty” salah satu di antaranya, bahwa siaran tersebut tidak memberi manfaat apapun kepada publik sebagai pemilik utuh frekwensi.
“Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012 pada Siaran Reality Show Eksklusif Proses Persalinan Ashanty dengan judul: ‘Anakku Buah Hati Anang & Ashanty’ yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 14 Desember 2014 mulai pukul 13.14 WIB,” demikian tulis pihak KPI. (kompas)
Tapi dasar stasiun televisi, yang dicari tentu keuntungan finasial yang berlipat ganda. Baru beberapa hari ditegur KPI, stasiun televisi yang sama langsung tancap gas menyiarkan acara “Ngunduh Mantu Raffi dan Nagita” pada 30 Desember 2014 lalu. Padahal menurut Nahariyha Dewiwiddie KPI telah berkali-kali memberikan teguran kepada stasiun tersebut dalam acara pernikahan Raffi dan Gigi, bulan Oktober sebelumnya, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, juga masalah tayangan persalinan Ahsanty bertitel “Anakku Buah Hati Anang & Ashanty”. KPI beralasan, acara tersebut ditayangkan bukan untuk kepentingan publik, apalagi dengan durasi yang tidak wajar. Stasiun tersebut harus menerima akibatnya. KPI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memberikan sanksi yang lebih berat: meninjau izin siarnya atau pengurangan durasi jam siar. (baca selengkapnya artikel ini)
Berhenti sampai di sini? Oh tentu tidak! Kesedihan pun bisa menjadi ladang pencari uang. Masih ingat Olga Syahputra saat masih hidup tentu membawa banyak rejeki selain bagi diri sendiri, keluarga, manajemen juga stasiun televisi yang sering kali memakai jasanya. Hal di atas tentu hal yang wajar. Tapi bagaimana kalau kematian Olga juga dimanfaatkan untuk mengeruk berjuta keuntungan finansial dengan membuat tayangan khusus “Selamat Jalan Olga Syahputra” yang juga memakan banyak waktu untuk menayangkannya.
Apakah setelah Olga Syahputra, televisi tidak “mengekploitasi” kematian artis lainnya? Tidak juga. Baru saja menyalakan televisi langsung disuguhi tayangan Dahsyat RCTI yang tengah mengundang keluarga besar “Preman Pensiun”, terlihat tak ada yang gembira, semua sedih menangisi kematian salah seorang “keluarganya” almarhum Didi Petet. Memang banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari seorang artis senior sekaliber Didi Petet, tapi apakah di hari-hari berkabung seperti ini layak “menjual” kesedihan di telvisi? Kalau boleh bertanya, (sepertinya) keluarga Didi Petet yang tengah berduka tidak membutuhkan tayangan seperti itu. Apakah tayangan tersebut membawa manfaat bagi publik? Apakah tayangan tersebut tidak merenggut hak publik sebagai pemilik utuh frekwensi? Cukuplah menayangkan informasi tentang kepergian beliau secukupnya saja, jangan “mengekploitasi” untuk keuntungan sendiri (televisi).
Lebih parah lagi, setelah mereka memasang muka sedih, sokmenangis, tapi beberapa saat kemudian di penghujung acara saat Julia Perez “menggoyang” panggung Dahsyat, mereka yang tadinya sok sedih kembali tertawa dan bergoyang ria dengan si Jupe. Apakah karena memang pekerjaan artis itu memang jualan “akting”? baru 10 menit menangisi kepergian Didi Petet, 10 menit kemudian sudah jogat-joget, lupa kalau “sahabat karib” mereka baru saja meninggal dunia. Yah sudah lah, mungkin memang seperti cara mereka mencari rezeki, pasti “jauh lebih” baik dibanding jual diri seperti artis sekelsa AA kalli ya?
Semoga KPI dan pihak-pihak terkait mau mendengar keluhan dan merespon, agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Atau jangan-jangan semprit KPI sudah “disumpel” sehingga tidak mau berbunyi lagi? Akhirnya kita doakan saja almarhum Didi Petet : “Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wawassi’ madkhalahu, Allahumma laa tahrimna ajrahu walaa taftinna ba’dahu birahmatika yaa arhamarrahimiin”, dan sesmoga keluarga yang ditinggalkan selalu mendapatkan ketabahan dan kesabaran dari Allah Swt. Amiin.. (Banyumas; 16 Mei 2015)
Happy Weekend Aja!
Before;
Petral Bubar, Harga BBM Tetap Tinggi
Tragis! Lawan Mantan Walikota KPK Kalah Lagi
Inilah 10 Kompasianer Penghuni Kolom TA
PSSI Dibekukan Dapur Pesepak Bola Terancam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H