Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berharap Berkah Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri

27 Oktober 2014   06:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:37 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14143404811368274003

Mohammad Hanif Dhakiri (foto; bangsaonline)

Empat nama dari 10 Kandidat Menteri Dari PKBakhirnya masuk dalam jajaran “Kabinet Kerja” Presiden Jokowi. Mereka adalah Hanif Dhakiri (Menteri Ketenaakerjaan), Khofifah Indar Prawansa (Mensos), Imam Nahrawi (Menpora) dan Marwan Jakfar (Menteri PDT dan Transmigrasi). Ketum Muhaimin Iskandar / Cak Imin yang kabarnya diberi raport merah oleh KPK, akhirnya merekomendasi seorang akademisi/rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang juga masih kerabatnya, Mohammad Nasir duduk di kursi Menteri Ristek Dan Pendidikan Tinggi. Sementara selain Cak Imin, lima nama lainnya terpental dari meja Jokowi, yakni;Rusdi Kirana, Ali Machsan Moesa, Helmy Faisal Zaini, Abdul Kadir Karding dan Saefulloh Maksum.

Di internal PKB, keempat nama itu sudah bukan nama yang asing lagi, karena kiprahnya yang sudah menasional baik di parlemen maupun di kementerian. Namun bagi orang-orang di luar partai pimpinan Cak Imin itu sebagian mungkin masih asing seperti Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang baru “menasional” setelah dirinya dipercaya menjadi Sekjend PKB hasil Muktamar Surabaya Agustus 2014 yang lalu menggantikan posisi Imam Nahrawi.

Kebetulan dari keempat nama tersebut, secara tidak sengaja saya pernah bertemu dengan sosok yang bernama lengkap Muhammad Hanif Dhakiri di rumah istri/mertuanya yang kebetulan hanya berjarak sekitar 700 meter dari rumah saya di daerah Banyumas Jawa Tengah. Sejak menjadi anggota DPR tahun 2009 dari daerah pemilihan Jawa Tengah, wilayah Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Pemalang, nama pria kelahiran Brebes 06 Juni 1972 mulai dikenal di kampung saya.

Kepulangan Hanif yang kala itu sudah menjadi petinggi PKB hasil Muktamar Ancolke kampung istrinya di Banyumas sering menjadi incaran para pejabat PKB tingkat kabupaten di daerah Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) dan sekitarnya. Sampai-sampai pada suatu hari saya dihubungi oleh salah seorang teman yang kebetulan menjadi Ketum DPC PKB di daerah Barlingmascakeb, menanyakan apakah benar rumah istri/mertua Wasekjend PKB periode 2005-2010 itu berada di kampung saya.

Ketika saya jawab “benar”, teman saya langsung menanyakan apakah saya tahu rumahnya? Dan ketika saya jawab “tahu”, suara diujung telepon sana mengatakan dalam waktu sekitar 1 jam lagi teman saya akan mengajak saya menjadi “guide” untuk menunjukkan rumah istri/mertua pria yang menjabat sebagai anggota Lembaga Pendidikan dan Pelatihan tingkat pusat PKB itu.

Sekitar sejam kemudian teman saya saya sudah sampai dan langsung mengajak saya ke rumah istri/mertua Wakil Ketua Umum Dewan Koordinasi Nasional gerakan Pemuda Partai Kebangkitan Bangsa (DKN Garda Bangsa) Periode 2006-2011, sebuah organisasi sayap pemuda PKB. Hanif juga dikenal sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kala berkuliah di IAIN Salatiga. Hal itu dipertegas informasi yang disampaikan oleh seorang teman kampung yang sama-sama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga tahun 1993-1997 yang merupakan adik angkatan Hanif danjuga beberapa informasi dari kerabat istrinya. Ia pernah menjadi Ketua Komisariat IAIN Salatiga (1991-1992), Ketua PC PMII Salatiga (1994-1995), Anggota Pleno Koordinator Cabang PMII Jawa Tengah (1995-1996) dan Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Buruh (LSAB) Pengurus Besar (PB) PMII (1997-2000).

Kala itu, kami berdua langsung meluncur ke rumah istri/mertua Hanif yang waktuitubertugas di Komisi X DPR RI mengurusi masalah Pendidikan, Olahraga, Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan. Ternyata teman saya sudah janjian, terbukti sampai rumah istri/mertuanya Hanif langsung menyambut kami, setelah saling berjabat tangan, basa-basi dan menikmati suguhan sekedarnya, teman saya meminta saya untuk menunggu di luar beberapa saat, karena teman saya akan berbicara penting empat mata dengan politisi muda PKB yang telah mengabdi untuk partainya tersebut sejak tahun 1998. Saya maklum dan keluar, karena saya bukan pengurus partai, hanya warga biasa yang salah seorang temannya menjadi Ketua DPC PKB.

Entah apa yang dibicarakan teman saya dengan salah satu orang dekat H. Matori Abdul Djalil, mantan Ketua Umum PKB. Hanif juga dikenal sebagai salah satu anggota perumus dasar-dasar kepartaian PKB, termasuk menulis AD/ART PKB, naskah deklarasi, platform politik PKB yang dinamainya Garis-garis Besar Perjuangan Partai (GBPP). Setengah jam kemudian, saya dipanggiluntuk bergabung kembali di dalam dalam acara perbincangan ringan, namun posisi saya hanya sebagai pendengar dan sesekali menyela memberikan komentar ringan, maklum lah, di hadapan petinggi PKB dan Ketua DPC PKB, saya bukan siapa-siapa.

Gara-gara pernah berkunjung ke rumah istri/mertua Hanif, sejak saat itu banyak yang mengira saya kenal dengannya, padahal hanya sekedar pernah bertemu muka saja, tidak lebih dan tidak bukan. Sampai-sampai tadi setelah pengumuman, seorang teman mengirimkan SMS bahwa Hanif jadi Menteri Ketenagakerjaan. Meskipun tidak kenal, tapi saya ucapkan selamat dan acungkan jempol untuk pria yang pernah menjadi aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat dan pernah menjadi konsultan independen untuk masalah social dan politik. Diantara berbagai lembaga swadaya masyarakat dan organisasi yang telah menjadi rekan kerja Hanif adalah Friedrich Naumann Stiftung (FNS), International Republican Institute (IRI), National Democratic Institute (NDI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI).

Hanif yang pernah menjalankan studi pendidikan S-2nya di Universitas Indonesia ini juga telah menulis beberapa buku dan artikel, diantaranya: Menggagas Fiqh Perburuhan (1999), Paulo Freire, Islam dan Pembebasan (2000), Post-tradisionalisme Islam (2000), Politik Melayani Basis (2001), Menjadi Politisi Manajer (2001), Kiai Kampung dan Demokrasi Lokal (2007), Mengapa Memilih PKB? (2008). Mudah-mudahan pengalaman yang pernah dilewati Hanif bisa menjadi bekal baginya memimpin Kementerian Ketenagakerjaan dengan kerja-kerja kreatif yang bisa memajukan bangsa dan negara. (wiki,merdeka.com,dll)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun