Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega Tengah Menguji Kesabaran Anggota Koalisi Kekeluargaan

13 Agustus 2016   08:58 Diperbarui: 13 Agustus 2016   09:13 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan elit PDIP di rumah Ketum Megawati Soekarnoputri Jum’at (12/8) hingga tengah malam, sepertinya belum menghasilkan keputusan yang “nyata”, hasil sementara masih sangat “normatif”, atau sebut saja abu-abu. Ada kemungkinan tetap akan mendukung Ahok-Djarot, bisa juga memunculkan kandidat sendiri yang namanya sudah terseleksi, atau bahkan ada kejutan di luar itu semua. Dan keputusan finalnya tentu di tangan Sang Ibu, entah kapan, mungkin beberapa jam, menit atau bahkan detik menjelang penutupan pendaftaran calon gubernur di KPUD.

Bagaimana nasib anggota Koaisi Kekeluargaan (KK) yang sudah terlanjur digalang tanpa kandidat itu? Perlu diingat, bahwa dari ketujuh parpol yang bergabung, PDIP,Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, PPP dan PKB, baru Gerindra yang memiliki kandidat yaitu Sandiaga Uno. Secara umum, mereka (di luar PDIP) sepertinya sangat ngebet untuk memasangkan Tri Rismaharini (PDIP/28 kursi) dengan Sandiaga Uno (Gerindra/15kursi). Pasangan yang ideal, kompromistis dan proporsional. PDIP sebagai pemenang pemilu sudah sepantasnya menempatkan kadernya sebagai Calon Gubernur, dan Gerindra yang ada di bawahnya tidak salah kalau kadernya menjadi Calon Wakil Gubernur.

Memang masih ada nama-nama lain yang layak dimunculkan seperti Sjafrie Sjamsoedin, Yusril dan Budi Waseso, tapi kalau KK solid, tidak terpecah-belah, nama-nama tersebut sepertinya memang sulit untuk mendapatkan rekomendasi PDIP selaku “pemegang suara”. Tanpa PDIP sebenarnya keenam parpol yang tersisa bisa mencalonkan kandidat sendiri, tepi mereka (mungkin) sadar betul bahwa untuk mendandingi popularias atau bahkan mengalahkan Ahok yang sudah terlanjur dimenangkan oleh hasil survey bukan hal yang bisa dianggap remeh.

Memaksakan diri mencalonkan pasangan tanpa PDIP, sepertinya diyakini sebagai perbuatan yang (akan) sia-sia, buang-buang energi dan biaya, tapi hasilnya ibarat jauh panggang dari apinya. Di luar Ahok-Heru, memang Risma-Sandiaga yang paling memunginkan di jual di Jakarta, bahkan demi KK, Sandiaga memang (kabarnya) sudah rela menurunkan grade-nya dari calon gubernur menjadi calon wakil gubernur kalau PDIP akan serius memasangkan dengan jagoannya.

Nah, untuk urusan yang seperti ini, menunggu dan menunggu, waktu yang pendek bisa terasa menjadi sangat lama. Bisakah mereka bersabar menunggu hingga Mega mengeluarkan “fatwa politiknya” di waktu-waktu injury time? Akankah mereka pasrah dalam penantian? Atau demi “harga diri” mereka akan memaksakan  mencalonkan kandidatnya sendiri dengan meninggalkan PDIP (Megawati) yang terlalu lama berkalkulasi? Atau, bisa saja tiba-tiba mereka tidak memperdulikan harga diri, lalu “nggabruk” mendukung Ahok-Heru demi keamanan masing-masing di 2019? Kalau dua peristiwa terakhir ini yang terjadi, jelas PDIP yang dirugikan. Wassalam.. (Banyumas; 13 Agustus 2016)

Bacaan;kompas, dll

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun